Strategi pengembangan klaster idnustri kelapa sawit di kalimantan timur
Main Author: | Monayo, Abdul Wahid |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed application/pdf |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.sb.ipb.ac.id/1587/1/R46-01-Abdul-Cover.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/1587/2/R46-02-Abdul-Abstrak.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/1587/3/R46-03-Abdul-RingkasanEksekutif.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/1587/4/R46-04-Abdul-DaftarIsi.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/1587/5/R46-05-Abdul-BabIPendahuluan.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/1587/ http://elibrary.mb.ipb.ac.id |
Daftar Isi:
- Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit juga memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, menciptakan nilai tambah di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, dan untuk ekspor sebagai penghasil devisa Negara. Luasan lahan perkebunan besar yang mencapai 4 juta ha dan 3,3 juta ha perkebunan rakyat, industri kelapa sawit dan industri pendukungnya telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 4 juta tenaga kerja (DMSI, 2010). Angka penyerapan tenaga kerja di atas akan semakin meningkat karena pada tahun 2015 ditargetkan areal perkebunan kelapa sawit mencapai 9 juta ha (Manggabarani, 2010 dan Badrun, 2010). Terwujudnya klaster industri kelapa sawit diharapkan mampu meningkatkan daya saing dan nilai tambah industri kelapa sawit Indonesia. Hal ini sesuai dengan keputusan Menteri Perindustrian (KMP No. 13/M-IND/PER/I/2010) yang telah menetapkan tiga wilayah sebagai lokasi pendirian klaster industri kelapa sawit, yakni: di Sei Mangkei (Sumatera Utara), Dumai, dan Kuala Enok (Riau), serta Maloy (Kalimantan Timur). Klaster industri adalah hasil ekonomi aglomerasi yang membawa peningkatan produktivitas karena adanya konsentrasi geografi industri-industri yang saling terkait (Rodriguez-Clare, 2005). Gumbira et al., (2012) mengemukakan pengembangan klaster industri kelapa sawit merupakan salah satu kunci keberhasilan bagi pembangunan sektor ekonomi dalam program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan kesiapan infrastruktur menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu klaster industri tersebut. Tingkat kesiapan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur yang masih lebih rendah dibandingkan dengan klaster industri kelapa sawit di Sumatera maka maka pengembangan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur dirasa penting untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pengembangan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah 1) melakukan identifikasi kesiapan perkembangan pembangunan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur, 2) Menganalisis sensitivitas input dan output dari pabrik-pabrik yang berada dalam perencanaan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur, dan 3) Menganalisis dan menentukan prioritas strategi pengembangan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur. Penelitian ini melibatkan beberapa pemangku kepentingan pembangunan klaster industri kelapa sawit yakni: Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI), Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Pelaku Bisnis, Akademisi, dan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi pada beberapa faktor dari model “Berlian” sehingga dapat mengetahui kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi harapan. Selain untuk analisis kesenjangan, metode kuantitatif digunakan dalam analisis hirarki proses (AHP) untuk penentuan prioritas strategi pengembangan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur. Perkembangan pembangunan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur saat ini baru mencapai tahap pembangunan awal, yaitu pembangunan infrastruktur. Kegiatan operasional belum dilakukan karena pabrik atau industri residen KIKS masih dalam tahap perencanaan. Adapun kesiapan internal KIKS di Kalimantan Timur adalah; lahan perkebunan tergolong baik, volume produksi CPO tergolong sedang, sumberdaya air dan pasokan energi tergolong sedang, infrastruktur transportasi darat tergolong sedang, pelabuhan dan sarana lainnya tergolong buruk, institusi penelitian / lembaga litbang tergolong buruk, universitas dan lembaga pelatihan SDM tergolong sedang, lembaga keuangan tergolong buruk, industri mesin dan peralatan tergolong buruk, dan industri residen KIKS tergolong buruk. Salah satu industri residen yang direncanakan dalam pembangunan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur adalah industri Biodiesel. Industri biodiesel yang diteliti sensitivitasnya adalah industri biodiesel yang terintegrasi dengan fitonutrien dan berkapasitas 150.000 ton CPO/tahun dengan tingkat harga beli CPO Rp 7.000 dan harga jual Biodiesel (C16) khusus untuk ekspor adalah Rp 8.600 ditambah produk turunan seperti Gliserin dengan harga jual sebesar Rp 9.900 dan fitonutrien dengan harga jual Rp 6.000.000 / kg. Berdasarkan pengolahan data industri biodiesel dengan kapasitas serta tingkat harga beli dan harga jual pada kondisi yang disebutkan di atas maka dapat dikatakan belum layak. Industri biodiesel yang terintegrasi phytonutrient dengan kapasitas 150.000 ton CPO/tahun akan layak jika harga beli CPO dibawah enam persen dari harga beli saat ini dan harga jual produk biodiesel serta produk lainnya di atas satu persen dari harga jual saat ini Prioritas strategi pengembangan klaster industri kelapa sawit di Kalimantan Timur dipilih dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Model “berlian” Porter dan analisis GAP dimanfaatkan sebagai landasan penetapan faktor dan informasi tambahan dalam pemilihan prioritas. Prioritas faktor yang mempengaruhi pengembangan KIKS di Kalimantan Timur adalah industri residen (0,565), kemudian diikuti oleh faktor permintaan produk turunan KIKS (0,262), Pesaing KIKS (0,118), dan produksi CPO (0,055). Pelaku/aktor yang menjadi prioritas pengembangan KIKS di Kalimantan Timur adalah swasta (0,565) dan diikuti oleh pemerintah (0,262), masyarakat (0,118), dan akademisi (0,055). Tujuan yang menjadi prioritas dalam pengembangan KIKS di Kalimantan Timur adalah meningkatkan ekspor produk turunan CPO (0,655) dan diikuti oleh meningkatkan nilai tambah produk CPO (0,250), dan meningkatkan peluang bisnis dan lapangan pekerjaan (0,095). Dan alternatif strategi yang diprioritaskan dalam pengembangan KIKS di Kalimantan Timur adalah strategi alliansi (0,484), kemudian pembentukan UKM (0,178), peningkatan fungsi kelembagaan (0,173), dan meningkatkan promosi investasi (0,165).