K.H. MUHAMMAD ZUHRI ULAMA, PEJUANG DAN PENDIDIK(Menelusuri Pemikiran Pendidikan dan Keagamaan)
Main Author: | Barsihannor, Barsihannor |
---|---|
Other Authors: | Tahir, Gustia |
Format: | Materi Perkuliahan PeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Online Access: |
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/90/1/full.pdf http://repositori.uin-alauddin.ac.id/90/ |
Daftar Isi:
- Alhamdulillah saya memanjatkan puji dan syukur kepada Allah, karena berkat rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga terdorong hati saya untuk menulis biografi (sejarah hidup) K.H. Muhammad Zuhri sebagai seorang ulama, pendidik dan pejuang. Sebenarnya rencana penulisan biografi ini sudah lama muncul di benak saya, yaitu ketika saya sedang menjalani proses pendidikan di Program Pascasarjana. Hal ini mengingat pada waktu itu saya sedang giat-giatnya menulis, baik makalah, tulisan di koran, maupun penelitian, sehingga dimungkinkan saya juga sempat membuat sebuah biografi, namun sayang pada kenyataannya hal itu tidak bisa terwujud, mengingat waktu dan pemikiran saya tersita untuk kebutuhan menyelesaikan program pascasarjana. Ikhtiar untuk menulis biografi tersebut terus ada dalam pikiran saya sambil mengumpulkan sejumlah data-data yang langsung bersumber dari K.H. Muhammad Zuhri, maupun istrinya Hj. Aluh Jamilah ataupun anak-anak beliau lainnya serta teman-temannya. Berkat adanya data-data tersebut, maka saya mulai mencurahkan pikiran untuk menyusun buku biografi ini. Buku ini dimaksudkan untuk mengingat kembali jasa-jasa K.H. Muhammad Zuhri yang tentu tidak diragukan lagi keulamaannya, komitmennya terhadap pendidikan dan keterlibatan beliau dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Rasanya tidak adil jika jasa-jasa beliau yang begitu besar tersebut tidak sempat terekam dalam tulisan, yang tentu akhirnya akan hilang tenggelam ditelan waktu, dilupakan oleh orang lain bahkan oleh anak cucu beliau sendiri. Oleh karena itulah sebagai wujud pengabdian saya (sebagai seorang anak) yang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk membuat rekaman sejarah hidup K.H. Muhammad Zuhri ini, maka saya mempersembahkan buku biografi ini ke hadapan anda semua. Mengapa buku biografi K.H. Muhammad Zuhri ini ditulis, merupakan sebuah pertanyaan mendasar yang perlu dijawab. Memang K.H. Muhammad Zuhri bukanlah sosok yang menasional seperti layaknya tokoh-tokoh nasional lainnya, namun tidak terangkatnya beliau dalam pentas nasional sama sekali tidak mengecilkan arti diri pribadi beliau sebagai seorang sosok yang kharismatik, ulama, pejuang dan pendidik. K.H. Muhammad Zuhri boleh jadi ibarat sebagian permata yang tersimpan di dalam dasar bumi, hanya sebagian kecil orang yang mengetahuinya. Namun demikian, meskipun tidak dikenal secara luas, permata itu tetap permata dan akan terus menjadi permata meskipun orang tidak pernah menyentuhnya. Kehadiran K.H. Muhammad Zuhri di tengah-tengah masyarakatnya ibarat embun penyejuk yang tidak saja membuat jasmani menjadi segar, tetapi suasana hatipun menjadi damai. Alam sekitarnya pun berdendang seakan gembira menyambut datangnya embun penyejuk tersebut. Burung-burung bernyanyi mengiringi derap langkah irama kehidupan masyarakat di sekitarnya. K.H. Muhammad Zuhri yang tinggal di tengah-tengah masyarakat terpencil di desa Rumpiang kawasan kecamatan Aluh-Aluh kabupaten Banjar mampu menjadi pelita penerang kegelapan bagi masyarakatnya. Beliau ibarat obor penerang yang senantiasa membimbing langkah-langkah kaki manusia yang sedang menelusuri jalan setapak yang penuh dengan halangan, lubang dan jurang yang siap mencengkram kehidupan manusia. Meskipun hidup jauh dari keramaian kota, dibatasi oleh jarak dan waktu yang melingkari kehidupan beliau dari keramaian kota yang begitu metropolis, madani dan modern, namun pikiran-pikiran beliau tidak terkungkung oleh batasan ruang tersebut, meski secara fisik beliau berada di tengah-tengah pedesaan yang terpencil, namun pikiran-pikiran modern beliau jauh berjalan, berkelana, menembus batas-batas dinding yang membatasi ruang gerak jasad beliau. Saya masih teringat dengan kata-kata beliau “Jasad boleh tertahan, namun pikiran harus jalan. Jasmani boleh dibatasi oleh ruang, namun pikiran harus tetap dinamis dan berperan, lihat Hamka, ujarnya”. Demikianlah kepribadian beliau membuatnya begitu dinamis dalam berfikir sehingga membentuk beliau sebagai seorang ulama yang lebih banyak belajar secara mandiri. Di samping itu pendekatan sufistik yang tercermin dalam sikap keulamaannya membuat pribadinya begitu kharismatik, berwibawa, rendah hati dan dihormati oleh masyarakatnya. Sopan santun tutur kata dan bahasanya seakan “kekuatan ajaib” yang dengan tanpa dipaksa, orang senantiasa menaati apa yang dia katakan. Sikap keulamaannya tercermin dalam tindak tanduk dan tutur bahasanya. Sebagai seorang ulama dalam perspektif tradisional, beliau begitu menguasai ilmu-ilmu agama seperti fiqih/ushul fiqh, hadis, tafsir, tasauf dan tauhid/ilmu kalam. Dan sebagai seorang ulama dalam arti ilmuan, ternyata beliau juga menguasai bahasa Arab dan Inggris, meskipun di saat-saat menjelang usia senjanya, beliau tidak begitu fasih lagi berbahasa kedua bahasa ini. Hal ini disebabkan sudah jarangnya beliau menggunakan kedua bahasa ini sebagai alat komunikasi. Ilmu-ilmu yang didapatkannya tidak mengendap dalam dirinya saja, tetapi disebarluaskan kepada siapa saja yang mau menggali ilmu dari beliau, karena itulah beliau dikenal sebagai seorang muballig/dai yang setiap saat diminta kesediaannya untuk menyampaikan pengajian majelis taklim, ceramah agama, nasehat perkawinan sampai masalah upacara kematian menurut Islam. Karena ilmunya yang mendalam beliau menjadi rujukan bagi segenap masyarakat. K.H. Muhammad Zuhri ibarat buku yang berjalan ke mana-mana dan setiap orang dapat dengan leluasa membuka dan mempelajari isinya. Karena ketenangan jiwa dan kedalaman ilmunya, kehadiran beliau sebagai ulama tidak saja dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya untuk dimintai nasehat atau petuahnya, tetapi juga oleh beberapa pejabat pemerintah, seperti gubernur, bupati, walikota, camat dan lain-lain sebagainya. Saya sering merasa takjub dan berfikir di benak saya “Kok, K.H. Muhammad Zuhri yang tinggal di pelosok desa, ilmu dan keulamaannya sanggup menembus batas-batas ruang bahkan dikenal di beberapa tingkat pemerintah”. Untuk menyampaikan gagasannya, kadang-kadang beliau pergi ke daerah seperti diundang berceramah, pengajian dan lain-lain, tetapi tidak sedikit pula orang yang datang secara langsung ke rumah beliau untuk mendapatkan ilmu agama, nasehat, petunjuk, arahan, bimbingan, dari kalangan bawah hingga menengah ke atas. Terkadang saya saksikan, ada orang yang datang memang mau mendapatkan bimbingan keagamaan dan nasehat kehidupan, juga terkadang mereka datang untuk berobat kepada Bapak Kyai, baik pengobatan masalah fisik maupun rohani. K.H. Muhammad Zuhri tentulah bukan seorang dokter, tetapi mungkin berkat kedekatannya kepada Allah, terapi psikologis yang diberikan kepada mereka yang datang sedikit banyak memberikan dampak medis untuk penyembuhan di sakit. Suatu hari saya bertanya kepada K.H. Muhammad Zuhri, apakah tidak rugi dengan banyaknya orang datang setiap hari yang tentu dilayani secara materiil seperti tenaga, waktu, fikiran, penyediaan air the/gula, kadang susu. Beliau menyatakan bahwa kita harus menyantuni orang lain, kita harus ramah dan hormat kepada orang lain, sebab Allah pun akan memberikan kasih sayang-Nya kepada orang yang memberikan kasih sayang kepada sesama manusia, tamu datang membawa rezkinya sendiri ..... demikian ungkapan beliau. Pemahamannya yang begitu mendalam terhadap nilai dan ajaran agama, membuat beliau menyadari pula arti pentingnya pendidikan. K.H. Muhammad Zuhri sadar betul bahwa hanya dengan pendidikan yang baik manusia dapat memanusiakan dirinya. Rendahnya kualitas sumber daya manusia terletak pada tinggi dan rendahnya pendidikan yang dicapai seseorang. Keadaan lingkungan di sekitar beliau yang buta terhadap pendidikan membuat beliau berfikir bagaimana memajukan dunia pendidikan di sebuah lingkungan yang jelas-jelas jauh dari jangkauan dunia modern. Pada saat itu, hanya sebagian masyarakat yang memiliki pendidikan yang memadai, dan hanya sebagian kecil pula masyarakat yang menyadari perlunya mendidik anak-anak mereka di sekolah. Menyadari akan hal tersebut, K.H. Muhammad Zuhri mempelopori dunia pendidikan. Beliau bukan saja sebagai pendidik dalam keluarganya, tetapi pendidik bagi masyarakatnya. Di samping membangun pesantren sebagai lembaga pendidikan, juga beliau memberikan contoh teladan kepada masyarakat betapa beliau sangat memperhatikan pendidikan bagi anak-anaknya. Dari 8 orang anaknya, 3 orang perempuan dimasukkan di pesantren, dan 5 orang laki-laki bergelar sarjana, 3 di antaranya meraih strata 3 (S.3). dari kelima anak beliau tersebut, 4 orang menjadi dosen di tiga perguruan tinggi (2 orang di IAIN Antasari Banjarmasin, 1 orang di UIN Alauddin Makassar dan 1 orang di STAIN Palangkaraya) sedangkan 1 orang lagi PNS (Kepala Dinas) di Departemen Pendidikan Nasional Pelaihari. Pemikiran K.H. Muhammad Zuhri tentang dunia pendidikan memang harus diakui. Betapa tidak, di tengah masyarakat yang begitu tradisional dan terpencil, beliau justru memiliki pikiran pendidikan melebihi orang-orang yang tinggal di tengah masyarakat modern yang di sekelilingnya sudah tersedia fasilitas pendidikan. Beliau menganggap kesempurnaan seorang manusia itu terletak kepada tiga hal, yaitu keimanan yang melahirkan ibadah/amal shaleh, akhlak yang mulia dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Pemikirannya tentang dunia pendidikan memberikan corak tersendiri dalam kehidupannya, sehingga beliau dikenal luas di masyarakat sebagai tokoh pendidik. Siapapun pasti mengakui dan angkat topi kepada beliau atas kegigihan dan usaha-usaha beliau di dunia pendidikan. Beliau bukanlah orang yang bertipologi fanatis dalam pendidikan, tetapi seorang demokrat sejati. Dalam hal demokrasi pendidikan beliau tidak membedakan dunia pendidikan di NU dan Muhammadiyah. Selama pendidikan itu baik, berkualitas dan bertanggung jawab, maka beliau akan menyetujuinya. Karena itu, meskipun beliau adalah seorang tokoh/ulama dari Nahdhatul Ulama (NU), namun anak-anak beliau banyak dididik dan dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah. Sebuah tradisi yang sebenarnya jarang dilakukan oleh tokoh-tokoh NU tradisional. Perhatiannya terhadap dunia pendidikan yang begitu besar paling tidak disebabkan oleh dua hal, pertama, karena latar belakang orang tua beliau H. Abdullah yang juga adalah tokoh masyarakat. Kedua, karena kondisi masyarakat yang pada waktu itu hampir-hampir tidak tersentuh oleh dunia pendidikan. Dengan perlahan namun pasti beliau merintis dunia pendidikan dengan membuka lembaga pendidikan pesantren yang bernama Abnaul Amin terletak di desa Rumpiang. Lembaga inilah yang memelopori pencerahan pikiran dan intelektual masyarakat di sekitarnya. Sehingga sampai sekarang, pondok ini telah menelorkan banyak alumni yang menjadi sarjana dan ulama di berbagai tempat. Gagasan-gagasan atau ide-ide brilian dan modern mewarnai corak pikiran beliau yang sebenarnya bukanlah seorang sarjana/lulusan perguruan tinggi. Meski tidak memiliki gelar akademis, namun pemikiran beliau tentang dunia pendidikan banyak dipengaruhi oleh buku-buku yang beliau baca, juga oleh lembaga pendidikan di mana beliau pernah belajar seperti Pondok Pesantren Darussalam Martapura dan Pondok Modern Gontor Ponorogo. Beliau pernah berkata “Meski kita tidak kuliah, bukan berarti pikiran kita tidak kuliah. Banyak orang tidak sekolah karena persoalan ekonomi, akhirnya otaknyapun tidak sekolah. ..... sekolah ada di mana-mana ..... ujarnya”. Perhatian terhadap pendidikan di dalam keluarga tidak kalah besarnya. Di saat kondisi ekonomi tidak begitu baik, ditambah kondisi lingkungan yang sebenarnya jauh dari dunia modern, beliau tetap berjuang agar anak-anaknya menjadi orang terdidik. Menurut beliau harta yang terbesar yang beliau miliki bukanlah sawah berjenjang, emas berlian bak di tambang dan permata bak gunung menjulang, tetapi anak yang shaleh yang bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara. Karena itulah usaha beliau merintis pendidikan di dalam keluarga begitu besar. Anak-anak K.H. Muhammad Zuhri tidak saja mengecap pendidikan di lembaga yang ada di tempat tinggalnya, tetapi mereka jauh dikirim ke seberang pulau yaitu pulau Jawa untuk mengecap pendidikan yang beliau anggap lebih maju. Untuk itu, K.H. Muhammad Zuhri merelakan tenaga dan fikirannya untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Kadang harus banting tulang pergi ke sawah untuk menambah penghasilan. Ibarat pepatah siang berpanas malam berembun membanting tulang untuk mewujudkan cita-citanya mendidik anak supaya berhasil. Alhamdulillah berkat usaha gigih dan doa kepada Allah, apa yang beliau cita-citakan menjadi kenyataan. Keringat beliau membanting tulang tidak disia-siakan oleh anaknya. Bagi K.H. Muhammad Zuhri hitam kulit karena sengatan matahari, kerutan kulit karena dinginnya air dan angin bukanlah sebuah kendala untuk mewujudkan cita-cita pendidikan bagi anak-anaknya. Sikap disiplin dalam dunia pendidikan yang dia terapkan kemungkinan besar tidak terlepas dari latar belakang beliau sebagai seorang pejuang kemerdekaan. Dengan menyandang pangkat terakhir sebagai Pembantu Letnan Satu di kesatuan tentara, beliau mengalami penempaan jati diri sebagai sosok prajurit. Perjuangan beliau dalam menegakkan kemerdekaan Indonesia juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Meski tidak tercatat sebagai seorang pahlawan nasional, namun seperti halnya kebanyakan pembela tanah air lainnya, beliau pernah juga mengorbankan tenaga dan pikiran demi memperjuangkan cita-cita kemerdekaan. Beserta rekan-rekannya di kesatuan, K.H. Muhammad Zuhri juga ikut bergerilya membasmi para pemberontak negara di wilayah Kalimantan Selatan dan Timur. Setelah lama mengabdi di kesatuan prajurit, beliau tidak meneruskan karirnya lagi, tetapi hati nurani sebagai pendidik lebih memanggil beliau untuk terjun di dalam masyarakat sebagai pengayom dan pendidik di dalam keluarga dan masyarakat. Demikianlah sekedar pengantar awal mengenai sosok K.H. Muhammad Zuhri sebagai seorang ulama, pejuang dan pendidik. Di bagian lain dari buku ini akan didapatkan penjelasan lebih rinci tentang kiprah beliau sebagai seorang ulama, pendidik dan pejuang, pikiran serta sikapnya.