Kontroversi Aurat Wanita dalam Hukum Hijab Perspektif Fukaha
Main Author: | Mulyanti, Mulyanti |
---|---|
Format: | Report NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/2050/1/MULYANTI.pdf http://repositori.uin-alauddin.ac.id/2050/ |
Daftar Isi:
- Hasil penelitian ini adalah para fukaha empat sepakat bahwa wanita wajib membuka wajah dan telapak tangan dalam shalat karena keduanya bukan aurat, Abu Hanifah menambahkan kaki, sementara Syafi’i menambahkan telapak kaki. Selanjutnya keempat fukaha berbeda pendapat tentang aurat pandangan di luar shalat. Bagi Abu Hanifah, aurat wanita dalam shalat dan luar shalat tidak berbeda, wajah, telapak tangan, dan kaki ketiganya menjadi anggota tubuh darurat yang tidak boleh ditutup. Menurutnya wajah adalah indentitas setiap wanita, tangan berfungsi menerima dan memberi, sementara kaki untuk berjalan. Namun ia menegaskan bahwa wajah dan telapak tangan dapat ditutup jika dikwatirkan dapat menimbulkan rangsangan bagi orang lain. Sementara imam Malik berpendapat wajah dan telapak tangan boleh dilihat karena ia bukan aurat, namun ia mengharamkan untuk tujuan “berlezat-lezatan”. Untuk menghindari tujuan memandang untuk “berlezat-lezatan” maka wanita yang cantik wajib menutup wajahnya, namun jika tidak cukup menjadi sunnah saja. Imam Syafi’i berpendapat bersebrangan dengan pendahulunya, ia malah mengharamkan menutup wajah dan telapak tangan, kerena keduanya tidak boleh ditutup karena bukan aurat. Syafi’i tidak membedakan jika keduanya mengundang rangsangan xviii