Persepsi Komunitas Sayyid tentang Gender di Desa Parak Kecamatan Bontomanai Kabupaten Kepulauan Selayar
Main Author: | Efriani, Henni |
---|---|
Format: | Report NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/14400/1/Henni%20Arfiani_30200114029.pdf http://repositori.uin-alauddin.ac.id/14400/ |
Daftar Isi:
- Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komunitas sayyid di Desa Parak tidak lepas dari komunitas sayyid yang ada di Desa Cikoang Kabupaten Takalar. Awal mula kedatangannya dibawa oleh Sayyid Pare-pare pada tahun 1660 M, dengan tujuan berdagang pada saat itu masih dikenal yang namanya sistem barter dan juga memperkenalkan tentang agama Islam. Seorang laki-laki sayyid wilayah cakupannya dalam melaksanakan aktivitasnya lebih luas jika dibandingkan dengan seorang syarifah. Hal dapat dilihat dalam tradisi pernikahan sekufu yang memberikan kriteria-kriteria tertentu dalam memilih jodoh baik bagi laki-laki sayyid dan syarifah, yaitu syarifah dilarang menikah dengan laki-laki non-sayyid, sedangkan laki-laki sayyid bebas memilih pasangan baik itu syarifah atau bukan. Tradisi pernikahan sekufu ini juga merupakan pemicu seorang syarifah memiliki keterbatasan dalam bersosialisasi, berbeda dengan sayyid. Golongan ekstrim ini membatasi kebebasan seorang syarifah yang diakibatkan karena keterikatan dengan tradisi pernikahan sekufu yang dianutnya melarang seorang syarifah untuk menikah dengan laik-laki non-sayyid. Golongan moderat beranggapan bahwa syarifah tidak perlu dibatasi dalam hal bersosialisasi dan sebagainya, sebab meraka yakin bahwa syarifah tersebut akan merasa berat hati untuk melakukan pelanggaran aturanaturan yang dibuat oleh komunitasnya. Pengajaran atas jati diri dan aturan serta bentuk pelanggaran yang harus dihindari telah mendarah daging dalam dirinya.