Tibyan fi ma'rifat al-Adyan: tipologi aliran sesat menurut nur al-DIn al-Raniri

Main Author: HERMANSYAH
Format: Masters
Terbitan: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Subjects:
Daftar Isi:
  • Di Aceh, abad ke-17 merupakan masa yang paling dinamis sekaligus krusial. Disebut dinamis karena periode ini banyak melahirkan karya-karya ulama, puncak keemasan dan sentral keagamaan. Namun, sebaliknya dikatakan krusial disebabkan pertentangan dan perbedaan paham ulama hingga berakhir pada persekusi pengikut Wuj?d?yah dan Sh?m, serta pembakaran kitabkitab tokoh keduanya. Ide reformis yang diusung N?r al-D?n al-R?nir? tersebut, tak terlepas dari pengaruh keagaman dan sosio-politik yang terjadi di jazirah Arab dan India. Ideologi tersebut terbentuk dikarenakan sentral ulama-ulama Nusantara tertuju ke Haramayn. Politik religius di Aceh menjadi pelik saat reformasi dan mensentralisir kehidupan keagamaan dan kebudayaannya sesuai dengan historiografi sunnah Ras?lull?h dan para sahabat, spirit dimana Islam masih murni dan belum terkontaminasi dengan ide luar dan keyakinan heterikal. Sedangkan histiografi tradisional di Aceh, yang bersifat lokal, etnosentris, rajasentris dan setengah mitologis, walaupun ia menyimpan aspek-aspek kognitif dan normatif kehidupan masa lalu. Sebab itu, pemahaman tentang historiografi tradisional Aceh sangat membantu dalam memahami sejarah dan perkembangan tradisi, baik tradisi keilmuan, maupun tradisi sosial budaya, khususnya heresiologi karya N?r al-D?n al-R?nir?. D. H ubungan N?r al-D?n al-R?nir? dengan Kesultanan dan Ulama Setiap periode Kesultanan di Aceh memiliki orang kepercayaan sebagai penasehat, konsultan pengambil kebijakan dan keputusan di berbagai aspek. Biasanya terdiri dari beberapa bidang, keagamaan, adat budaya, ekonomi, keamanan dan pertahanan. 393 Struktur kabinet dan menteri Kesultanan yang mapan mulai terbentuk sejak Sultan Iskandar Muda (w. 1636).653 Berdasarkan sarakata susunan pemerintahan Kesultanan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda, menyebutkan bahwa pemerintahan terdiri dari 24 lembaga (jabatan),654 di antaranya yang terpenting adalah jabatan bidang keagamaan, Shaykh al-Isl?m (urutan 17) dan Q???i al-Malik al-�Adil (urutan 18), Imam Bandar D?r al-Ma�m?r D?r al-Sal?m (urutan 21) dan Imam Muluk (urutan 23). Pada masa Sultan Iskandar Th?n?, N?r al-D?n al-R?nir? memangku kedua jabatan strategis tersebut (Shaykh al-Isl?m dan Q???i al-Malik al-�Adil). Hubungan N?r al-D?n al-R?nir? dengan Sultan Iskandar Th?n? terjalin baik, selain menjadi penasehat di bidang keagamaan, ia juga dipercaya terlibat dalam berbagai hubungan diplomatik luar negeri, terutama penerimaan tamu-tamu Kerajaan. Laporan Pieter Sourij ke Kerajaan Hindia Belanda menjadi landasan dasar keterlibatan N?r al-D?n al-R?nir? di istana Kesultanan.655 Melaluinya, hubungan perdagangan keduanya terjalin, hingga sampai awal periode Sultanah ??afiyat al-D?n Sh?h yang masih menerima bingkisan (hadiah) dari Kerajaan Delhi (India). Sultan Iskandar Th?n? memberi kekuasaan penuh terhadap rangkap jabatan oleh N?r al-D?n al-R?nir?. Ada beberapa lembaga lainnya yang memiliki kapasitas serupa seperti Maharajalela adalah Majelis Permusyawaratan Kesultanan, wewenangnya melantik Sultan. Lembaga tinggi lainnya Balai Gadeng yang terdiri dari 7 ulama dan 8 Hulubalang. Pada mulanya, stratifikasi (lapisan) sosial masyarakat Aceh zaman Kesultanan dapat dibagi kepada empat lapisan, Sultan, ulama, uleebalang (Hulubalang) dan masyarakat biasa.656 Dalam konteks sosial-budaya, unsur yang sangat berpengaruh pada semua 653 Denys Lombard, Kerajaan Aceh, Zaman Sultan Iskandar Muda (1606- 1636) (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008), 114. 654 Sarakata koleksi University Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur. Susunan lengkap struktur pemerintahan Iskandar Muda. (Lihat Lampiran 6) 655 Takashi Ito, �Why did Nuruddin ar-Raniri Leave Aceh in 1054 A.H?� (Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV), 1978), 491. 656 James T. Siegel, The Rope of God (Los angeles: University of California Press, 1969), 11. Tipologi Aliran Sesat Menurut N?r al-D?n al-R?n?r? lapisan di atas adalah agama dan adat. Keduanya menjadi satu kesatuan yang utuh, saling melengkapi dan tak dapat dipisahkan. Secara politis, ketiga pilar itu (Sultan, Hulubalang dan Ulama), saling berkaitan atau mempengaruhi. Dalam pelaksanaan kekuasaannya, Sultan memerlukan kedua pilar lainnya sebagai penghubung antara dirinya dengan rakyat biasa. Di pihak lain, Hulubalang dan ulama pun memerlukan Sultan. Hulubalang sebagai penguasa wilayah (sekarang Bupati/Mukim) memerlukan Kesultanan untuk mendapat legitimasi kekuasaan di wilayahnya. Demikian juga ulama, ketergantungan mereka dalam hal ini terletak di dalam penegakan norma dan aturan keagamaan, serta menjamin kebebasan dalam proses Islamisasi tanpa dibatasi oleh wilayah-wilayah kekuasaan para Hulubalang. Saling ketergantungan di antara ketiga pilar tersebut sudah berlangsung sejak berdiri kedaulatan Kesultanan Aceh sampai dengan perang Aceh melawan Belanda. Meskipun memang ada semacam fluktuasi, bila kadang-kadang salah satu pilar tampil lebih dominan dari yang lainnya, namun saling ketergantungan itu boleh dikatakan berjalan dalam suatu hubungan yang cukup stabil pada abad ke-17. Realitas tersebut dapat terlihat jelas pada pembagian wilayah pemerintahan Panglima Sagi dan Hulubalang di masa pemerintahan Sultanah N?r al-�Alam Naqiyat al-D?n Sh?h (1675- 1678 M). Walaupun naskah Bust?n al-Sal????n dan Hikayat Meukuta Alam tidak menyebutkan secara spesifik struktural politik dan keagamaan Kesultanan Aceh. Para sarjana menemukan bentuk Kesultanan Aceh yang terdapat beberapa lembaga legislatif dan eksekutif seperti Maharajalela, Balai Majelis Mahkamah Rakyat, Balai Gadeng, Balai Laksamana, Balai Fur??ah, dan Qa??i Malik al-�Adil serta para menteri (lihat lamp. 6). Semua lembaga terintegrasi dan tak terpisahkan dengan Kesultanan, memiliki keterkaitan erat dan formal antara satu dengan lainnya dalam susunan pemerintahan.657 Posisi atau jabatan N?r al-D?n al-R?nir? menjadi kontroversi di kalangan Kesultanan, terutama bagi Uleebalang (Hulubalang) yang menjadi penguasa lokal dan tokoh berpengaruh di wilayahnya 657 A. Mukhti Ali, An Introduction to The Government of Acheh�s Sultanate (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970), 12. Lihat juga Zainuddin, Hasjmy. 395 (mukim). Mengingat kiprah N?r al-D?n al-R?nir? sebelumnya tidak pernah tercatat dalam Kesultanan Aceh, juga ia dianggap orang luar yang belum banyak mengetahui adat budaya istana dan masyarakat Aceh atas reformasi yang dilakukannya. Walaupun Aceh pada masa tersebut menjadi center peradaban keilmuan Melayu dan Nusantara. Sebaliknya, posisinya dianggap kesempatan emas oleh Orang Kaya Maharajalela, sebagian Hulubalang lainnya, Sayyid dan Syarif sebagai keturunan kehormatan di Aceh. Pada awalnya mereka menjadi pendukung sepanjang perjalanan Kesultanan, namun beralih kepada tampuk kekuasaan sebelum periode Iskandar Muda. Realitas tersebut di atas secara implisit terdapat dalam syair ??amzah Fan???r? : �Ayo segala yang menjadi faq?r Jangan bersuhbat dengan raja dan am?r Karena Ras?l All?h bash?r dan nadh?r Melarangkan kita shag?r dan kab?r�658 Sebagai seorang sufi, ia sangat menentang hedonisme dan kemewahan yang berlebihan, terutama di lingkungan Raja, orang kaya, para jabatan menteri. Maka, kritik tajam syair tersebut ditujukan kepada Raja-raja kecil (uleebalang) dan para am?r (panglima) serta keluarga istana yang gemar bermewah-mewahan. Selain kritik terhadap istana Kesultanan, ??amzah Fan???r? juga mengkritik orang kaya dan para penguasa lokal (uleebalang) yang zalim dan melakukan money politic serta menghalalkan berbagai cara.659 Oleh karena lingkungan hedonisme material dan hegemoni kekuasaan yang melupakan norma-norma agama pada masa ??amzah Fan???r?, maka ia pun meninggalkan lingkungan Kesultanan hingga meninggal dunia. Kritik tajam seperti dilontarkan ??amzah Fan???r?, khususnya terhadap perilaku Sultan dan orang-orang di istana Kesultanan, tidak ditemui dalam tulisan-tulisan N?r al-D?n al- R?nir?. Sebaliknya, ia malah melukiskan dengan penuh pujian 658 ??amzah Fan???r?, Syair Ruba�i, (MS) (Jakarta: Perpusnas, Jak. Mal. No 83). Lihat Abdul Hadi WM, Tasawuf Yang Tertindas (Jakarta: Paramadina, 2001), 124. 659 ??amzah Fan???r?, Syair Ruba�i, (MS) (Jakarta: Perpusnas, Jak. Mal. No 83). Lihat Abdul Hadi WM, Tasawuf Yang Tertindas, 123-124. Tipologi Aliran Sesat Menurut N?r al-D?n al-R?n?r? upacara pula bate (peletakan batu nisan pada makam Sultan yang meninggal), kepercayaan mitos dan cerita-cerita mistis dalam Bust?n al-Sal????n. Hal ini bertentangan dengan sikap N?r al-D?n al-R?nir? yang memusuhi karya-karya sastra warisan zaman Hindu yang banyak disalin dan direkonstruksi lagi pada masa itu.660 Kemungkinan lain keakraban N?r al-D?n al-R?nir? dengan Kesultanan Aceh atas peranannya sebagaimana disebut Hasjmy, bahwa ia pernah mengajar Iskandar Th?n? semasa kecilnya, dan menjadi guru di perguruan tinggi Baiturrahman pada masa Sultan Iskandar Muda. Namun, karena selisih paham dengan ajaran Wuj?d?yah, ia kembali ke Pahang.661 N?r al-D?n al-R?nir? resmi di Kesultanan Aceh tahun 1637 M, setahun masa jabatan Iskandar Th?n? atau setelah wafat Iskandar Muda, N?r al-D?n al-R?nir? bukan hanya menunggu kesempatan terbaik ke Aceh, tapi ia juga dipilih oleh Sultan Iskandar Th?ni dari Pahang untuk menetap di Aceh, pada saat Laksamana, Hulubalang dan Laskar Angkatan Laut Kesultanan Aceh mengantarkan batu nisan dari Pasai ke Pahang.662 Posisi penting tersebut diperoleh karena hasil kontribusinya dalam Bust?n al-Sal????n, -walau masih tahap penulisan- namun perlu menjadi catatan, bahwa Bust?n al-Sal????n bab II mengurut Kerajaan-kerajaan Islam. Mulai sejarah Kerajaan �Umayyah, Abbasiyah, Islam Delhi, Malaka dan Pahang (saat ia di Pahang sebelum ke Aceh), dan terakhir sejarah raja-raja Aceh. Namun, ia tidak menyertakan Kerajaan Pasai dalam bab ini, -sengaja atau tidak- ia mengetahui pasti keberadaan dan kejayaan Kerajaan Islam Pasai di tanah Melayu-Nusantara, baik dari naskahnaskah seperti Hikayat Raja-raja Pasai,663 ataupun hubungan 660 Raden Hussein Djajadiningrat, Upacara Pula Batee Pada Makam Sultan Iskandar II (1636-1641), terj. Teuku Hamid (Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, 1980). 661 A. Hasjmy, Syiah Dan Ahlussunnah Saling Rebut Pengaruh Dan Kekuasaan Sejak Awal Sejarah Islam Di Kepulauan Nusantara. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983), 96. 662 N?r al-D?n al-R?nir?, Bust?n al-Sal?t?n, Bab II Pasal 13 (MS) 663 A.H. Hill, �Hikayat Raja-raja Pasai, A Revised Romanize version of Raffles MS. 67. Together with an English Translation, (JMBRAS, 33), 6-215. Menurutnya penulisan Hikayat Raja-raja Pasai di Kerajaan Pasai. Sebab setelah jatuh Kerajaan Sriwijaya pertengahan abad-14, Pasai menjadi pusat perdagangan Internasional yang penting di selat Malaka, dan pusat penyebaran Islam pertama 397 perdagangan Pasai, India dan Eropa, atau hubungan keagamaan antara Pasai dan Haramayn. Jika ditinjau lebih lanjut, struktur penulisan Hikayat Aceh664 dan Undang-undang Malaka pada masa Sultan Mu??affar Sh?h (w. 1459 M)665 sebagian besar dipengaruhi Hikayat Raja-raja Pasai. Kehidupan dan keberadaan N?r al-D?n al-R?nir? di istana Kesultanan menjadikannya seorang ulama aristotrat, sehingga kurang bersentuhan langsung dengan masyarakat bawah. Sehingga, sulit menemukan rujukan perkembangan tarekat yang kembangkan N?r al-D?n al-R?nir? di Aceh, baik zawiyah maupun jaringan murid-muridnya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan ia mengembangkan tarekat yang dianutnya, seperti Rif?�?yah, Aydaruss?yah dan Q?dir?yah. Di antara salah satu contoh adalah muridnya yang menyelesaikan penulisan naskah Jaw?hir al-�Ul?m f? Kashf al- Ma�l?m (1644 M). Selain itu, Muhammad Y?suf al-Makassar? (1626-1699 M) menyebut silsilah tarekat dalam naskah Safinat al- Naj???, walau kemungkinan besar pertemuannya di India, karena pada tahun 1054 H(1644 M) Y?suf al-Makassar? meninggalkan Makasar, dan pada awal tahun yang sama N?r al-D?n al-R?nir? kembali ke India dari Aceh.666 Unsur-unsur lainnya yang menunjukkan interaksi antara N?r al-D?n al-R?nir? dengan ulamaulama sezaman atau setelahnya adalah hasil karyanya masih banyak disalin ulang, terutama naskah fiqh dan tasawuf. E. Polemik Fatwa Sesat N?r al-D?n al-Ran?r? dan Respon Ulama Setelahnya Kelompok �Sh?m� adalah label yang diberikan N?r al-D?n al-R?nir? kepada penerus ajaran Shams al-D?n al-Sumatr?�? (w. 1630) atau murid-muridnya pada masa Sultan Iskandar Th?n? di Nusantara. Malaka menerima agama Islam dari Kerajaan Pasai, dan ketika Malaka berdiri sekitar tahun 1400, Islam sudah seratus tahun di lamanya berkembang di Kerajaan Pasai. Arun Kumar Dasgupta, Acheh in Indonesia Trade and Politics: 1600-1641 (Thesis Cornel University, 1962) 664 T. Iskandar, ed. Hikayat Aceh, (Leiden: t.p. 1959), 79-85 665 R.O. Winstedt, �The Date of the Malacca Legal Digest�, (JRAS, pt 1 & 2, 1952), 31-33. Barbara Watson Andaya, & L.Y. Andaya. A History of Malaysia. (Honolulu: Univeristy of Hawai Press), 50. 666 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Prenada Media, 2005), 263.