Penolakan permohonan dispensasi perkawinan dalam kasus hamil di luar nikah (analisis yuridis penetapan perkara Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor: 10/Pdt.P/2017/PA.Bjn)
Main Author: | Abdul Alim Mahmud |
---|---|
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- Studi ini bertujuan untuk meneliti penetapan perkara dispensasi perkawinan nomor: 10/Pdt.P/2017/PA.Bjn karena permohonan tersebut ditolak oleh Pengadilan Agama Bojonegoro. Pokok masalah dalam penelitian ini adalah apa saja yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menolak permohonan dispensasi perkawinan dalam kasus hamil di luar nikah pada Pengadilan Agama Bojonegoro tersebut, bagaimana tinjauan peraturan perundangan dan hukum Islam, serta bagaimana penggunaan dan penerapan kaidah fiqhiyyah dalam pertimbangan hakim sewaktu menetapkan perkara dispensasi perkawinan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu bertujuan untuk menemukan sebuah pemahaman dalam bentuk deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Bojonegoro. Sedangkan untuk data sekunder menggunakan penetapan Pengadilan Agama Bojonegoro nomor 10/Pdt.P/2017/PA.Bjn, peraturan perundang-undangan dan buku-buku yang terkait. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: a) Majelis hakim dalam menetapkan penolakan permohonan dispensasi perkawinan bagi pemohon yang telah menghamili calon isterinya sebelum menikah, dalam perkara nomor: 10/Pdt.P/2017/PA.Bjn. Menggunakan beberapa dasar pertimbangan, diantaranya adalah majelis hakim menilai secara fisik dan kematangan berfikir anak pemohon belum pantas untuk dinikahkan. b) ditinjau dari peraturan perundangan yang berlaku, pertimbangan hakim yang menolak perkara dispensasi perkawian akibat hamil diluar nikah itu kurang tepat, karena pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam yang mensyaratkan setiap laki-laki minimal berumur 19 Tahun dan perempuan 16 Tahun untuk bisa menikah. Seharusnya kedua aturan tersebut bisa memberikan peluang bagi siapa saja yang belum cukup umur untuk dicatatkannya perkawinannya sebagai hak dasar setiap pasangan yang ingin menikah. Dalam persidangan majelis hakim juga tida