Tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial ditinjau dalam hukum pidana positif dan hukum pidana Islam (analisis Putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw)
Main Author: | M. Fawwazul Haqie |
---|---|
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syariah Hidayatullah
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- Penodaan agama melalui jejaring sosial merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh individu menggunakan media jejaring sosial berupa postingan yang bermuatan konten pelecehan, penistaan, atau penghinaa di muka publik terhadap suatu agama tertentu yang menimbulkan kebencian. Tindak pidana penodaan agama diatur dalam UU No 1/PNPS/1965 tentang pencegahan serta pelecehan terhadap agama, kemudian dimuat juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 156 dan 156a. Namun kedua pasal tersebut belum mengakomodir apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui jejaring sosial. Maka untuk menjerat perbuatannya, pasal yang dikenakan bagi pelaku tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial adalah Undang-undang No 11 tahun 2008 Pasal 28 (e) ayat 2 tentang tindakan atau perbuatan yang dilarang berkaitan dengan informasi teknologi dan internet. Sedangkan menurut hukum pidana Islam, pelaku tindak pidana penodaan agama dikenakan jarimah ta?zir yang jenis hukumannya sepenuhnya diberikan oleh hakim/penguasa. Karena tidak ada satupun nash yang membahas terkait perbuatan tersebut dan pada masa Rasululullah SAW masih hidup, dapat dipastikan tidak adanya informasi teknologi dan elektronik yang berkembang seperti saat ini. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, dengan pendekatan normatif empiris dan library research dengan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan kitab fikih yang berkaitan dengan judul skripsi, serta pelaksanaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara hukum pidana positif dengan hukum pidana Islam dalam penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana penodaan agama, ini dapat dilihat dari analisis kasus penodaan agama melalui jejaring sosial dalam putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw. Atas perbuatannya, pelaku divonis hukuman 4 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp. 10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan