Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Hak Merek Terkenal Terhadap Peniruan Merek: Analisis Putusan MA Nomor 127 PK/Pdt.Sus-HKI/2013
Main Author: | Moh. Rifki Alpiandi |
---|---|
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syariah Hidayatullah Jakarta
|
Online Access: |
http://tulis.uinjkt.ac.id/file?file=digital/2018-8/86719-MOH. RIFKI ALPIANDI-PDF.pdf |
Daftar Isi:
- Penjelasaan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek menjelaskan persamaan pada pokoknya sebagai kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam Kasasi yang menentukan Merek BIORF memiliki persamaan pada pokoknya terhadap Merek BIORE, pertimbangan hakim dalam Peninjauan Kembali (PK) yang menentukan Merek BIORF memiliki perbedaan pada pokoknya terhadap Merek BIORE dan dampak hukum pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung Nomor 127 PK/Pdt.Sus-HKI/2013 terhadap pemilik hak Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundangundangan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Sedangkan Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor MA No. 127 PK/Pdt.Sus-HKI/2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 590 K/Pdt.Sus/2012 yang menentukan Merek BIORF memiliki persamaan pada pokoknya terhadap Merek BIORE sudah tepat. Karena dasar dari pertimbangannya yaitu pada Pasal 6 ayat (1) butir (a) dan (b), Pasal 4 dan Pasal 5 butir (a) dan (b) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Persamaan pada pokoknya antara Merek BIORF dengan Merek BIORE sangat jelas terlihat, yaitu dari segi persamaan bentuk, cara penempatan, cara penulisan, kombinasi huruf dan persamaan bunyi ucapan atau lafal antara Merek BIORF dan Merek BIORE persis sama sehingga tidak memiliki daya pembeda antara satu dengan yang lain. Pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 127 PK/Pdt.Sus-HKI/2013 yang menentukan Merek BIORF memiliki perbedaan pada pokoknya terhadap Merek BIORE kurang tepat dan mengenai alasanalasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terlalu tendensius dan subjektif yang hanya mengacu pada kekeliruan nyata hakim serta menyampingkan fakta-fakta. Perbedaan pada pokoknya antara Merek BIORF dan Merek BIORE tidak telihat jelas. Hakim dalam pertimbangannya hanya melihat dari segi persamaan bunyi saja dan tidak dari unsur-unsur yang lain seperti persamaan bentuk, cara penempatan, kombinasi antara unsur-unsur serta merek yang digunakan untuk barang/jasa sejenis. Kemudian terhadap penggunaan kata BIO yang merupakan sebagai kata milik umum menjadi dasar dikabulkannya permohonan Peninjauan Kembali (PK) oleh hakim sebagai bentuk pertimbangan yang prematur dan terlalu dini dalam pengambilan kesimpulan. Jadi meskipun Merek BIORF tidak sama secara keseluruhan dengan Merek BIORE, pemilik Merek BIORF telah menumpangkan popularitas mereknya terhadap merek lain yang sudah terkenal dalam hal ini Merek BIORE. Dampak dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 127 PK/Pdt.Sus-HKI/2013 yaitu bagi pemilik hak merek BIORE yang telah terdaftar dan terkenal agar selalu melindungi mereknya yaitu dengan memperhatikan adanya itikad tidak baik dari pemilik merek lain. Apabila terdapat merek lain yang telah terdaftar di Dirjen HKI dan diumumkan dalam Berita Umum Merek, maka pemilik hak merek BIORE yang telah terdaftar terlebih dahulu segera mengajukan keberatan dan pembatalan merek tersebut. Gugatan pembatalan merek hendaknya tidak melebihi 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek tersebut. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 69 UU Merek No. 15 Tahun 2001.