Penetapan isbat nikah perkawinan campuran (analisis penetapan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor: 0044/Pdt.P/2014/PA.Tgrs.)
Main Author: | M. Zaky Ahla Firdausi |
---|---|
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://tulis.uinjkt.ac.id/file?file=digital/2017-12/83808-M. ZAKY AHLA FIRDAUSI-FSH.pdf |
Daftar Isi:
- Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui proses pengajuan Isbat Nikah bagi Perkawinan Campuran di Pengadilan Agama Tigaraksa, pertimbangan Hakim pada Penetapan Nomor 0044/Pdt.P/2014/PA.Tgrs., dan pandangan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa dalam perkara isbat nikah perkawinan campuran setelah terbitnya UU No.1 Tahun 1974. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Normatif. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah dokumen penetapan isbat nikah nomor 0044/Pdt.P/2014/PA.Tgrs. dan wawancara dengan hakim yang menetapkan permohonan tersebut. Sedangkan sumber data sekundernya adalah peraturan perundang-undangan perkawinan. Sedangkan teknik penulisannya berdasarkan Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari?ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa proses pengajuan isbat nikah bagi perkawinan campuran di Pengadilan Agama Tigaraksa sama dengan proses pengajuan isbat nikah perkawinan biasa (perkawinan antara sesama WNI yang beragama Islam). Pandangan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa dalam perkara isbat nikah perkawinan campuran setelah terbitnya UU No.1 Tahun 1974 adalah bahwa permohonan isbat nikah dikabulkan demi melindungi dan menjamin terpenuhinya hak-hak sosial setiap warga negara, khususnya pasangan suami istri, serta anak-anak yang lahir dari perkawinan itu. Adapun alasan permohonan isbat nikah untuk perkawinan yang dilakukan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah karena tidak ada halangan perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 Ayat (3) huruf e KHI.