Al-Quran Dan Konservasi Lingkungan (Suatu Pendekatan Maqâsid al-Syarî?ah)

Main Author: Mamluatun Nafisah
Format: Masters
Terbitan: Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Subjects:
Online Access: http://tulis.uinjkt.ac.id/file?file=digital/2017-8/81317-MAMLUATUN NAFISAH-PPS.pdf
Daftar Isi:
  • Al-Quran Dan Konservasi Lingkungan (Suatu Pendekatan Maqâsid al-Syarî?ah) Al-Quran Dan Konservasi Lingkungan (Suatu Pendekatan Maqâsid al-Syarî?ah) Al-Quran Dan Konservasi Lingkungan (Suatu Pendekatan Maqâsid al-Syarî?ah) kehidupan manusia. Larangan ini menjadi jelas, jika dianalisis melalui pendekatan maqâsid al-syarî?ah; pertama, hifz al-dîn (menjaga agama), artinya perilaku perusakan lingkungan sangat mengancam keagamaan seseorang, baik dari segi akidah maupun dalam pelaksanaan yang menjadi kewajibannya. Kedua, hifz alnafs (menjaga jiwa), artinya perilaku perusakan lingkungan akan mengancam jiwa, terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, seperti terpenuhinya kebutuhan air, udara, dan pangan. Apabila kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi, baik secara kualitas maupun kuantitas, maka kehidupan itu sendiri akan terancam eksistensinya dan terganggu kesehatannya. Ketiga, hifz al-nasl (melindungi keturunan), artinya perilaku perusakan lingkungan mengancam keberlangsungan hidup generasi manusia, Keempat, hifz al-?aql (menjaga akal), artinya perilaku perusakan lingkungan akan mengancam akal seseorang. Banyak orang kehilangan kesadarannya setelah dilanda bencana. Kelima, hifz al-mâl (menjaga harta), artinya perilaku perusakan lingkungan akan mengancam harta seseorang. Singkatnya, segala prilaku yang mengarah kepada perusakan lingkungan, semakna dengan perbuatan mengancam agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. Sebagai mandataris Tuhan di bumi (innî jâ?il fî al-ard khalîfah), amanat pengelolaan lingkungan hendaknya dibaca dalam kerangka istikhlâf (tugas kekhalifahan), yaitu mengantarkan alam memenuhi tujuan penciptaannya. Sehingga, pengelolaan lingkungan yang dapat mendatangkan maslahah (kebaikan), maka hal itu dibolehkan, bahkan diwajibkan. Sementara pengelolaan yang dapat menghilangkan fungsi penciptaannya yaitu menimbulkan mafsadah (kerusakan), maka hal itu dilarang, bahkan diharamkan. Pelakunya berhak mendapat hukuman dan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan. Karena pada prinsipnya, lingkungan menjadi kata kunci dalam membangun tatanan masyarakat yang religius. Begitupun tentang hak dan kewajiban selalu terkait dengan lingkungan alam sekitar. Kewajiban memeliharanya berbanding lurus dengan pemeliharaan tujuan pokok syariat Islam (memelihara agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta). Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan pemeliharaan lingkungan menjadi doktrin utama (usûl) syariat Islam. Hasil penelitian ini menguatkan kesimpulan yang diberikan oleh beberapa pengkaji sebelumnya, seperti Yusuf al-Qardawi yang berusaha membangun sebuah paradigma fikih berbasis lingkungan yang sarat dengan akhlak. Hal senada juga dilakukan oleh Ali Yafi dan Mudhofir Abdullah yang dengan argumennya ingin menjadikan pemeliharaan lingkungan sebagai bagian dari maqâsid alsyarî?ah dengan menambahkannya menjadi enam. Namun, yang perlu digarisbawahi di sini, dalam penelitian sebelumnya tidak dijelaskan bagaimana teknis operasional pemanfaatan potensi bumi dan sejauh mana kadar dikatakan berlebih-lebihan dalam eksplorasinya