Faktor Determinan dalam Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza

Main Author: Elly Kuntjorowati
Format: Journal
Terbitan: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta
Daftar Isi:
  • Banyaknya jumlah korban penyalah-gunaan Napza yang masih berusia remaja, yakni tiga juta orang dari seluruh penduduk Indonesia, menyebabkan perlunya pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa undang-undang. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Napza menyebutkan, bahwa korban Napza wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitiasi sosial. Kementrian sosial sebagai lembaga yang berkompeten melaksanakan rehabilitasi sosial juga mengeluarkan Permensos Nomor 26 Tahun 2012 tentang Standar Rehabilitasi Sosial korban penyalahgunaan Napza, serta untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan Napza. Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat sejumlah 83,33 persen responden mengatakan bahwa faktor determinan bagi rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan Napza adalah faktor tes urine, olahraga dan perawatan kesehatan, pendidikan budi pekerti, tidak melakukan tindakan kriminal, dan beribadah sesuai agamanya masing-masing, memahami teori dan praktik perbengkelan mobil,motor, dan komputer. Faktor pendukung adanya kebijakan pemerintah tentang IPWL bagi LSM yang bergerak di bidang rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan Napza. Adanya regulasi tentang kewajiban rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan Napza.Adanya tenaga-tenaga profesional seperti konselor dan pendamping. Faktor penghambat adalah sikap orangtua dan lingkungan korban penyalahgunaan Napza yang tidak mau menerima kelayakan kemabli pulang ke rumah, karena takut kambuh dan mempengaruhi lingkungan sekitar. Provinsi Bali belum mempunyai panti rehabilitasi sosial milik pemerintah, sehingga LSM yang ada perlu dimaksimalkan untuk melaksanakan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan Napza.