PENDIDIKAN AFEKTIF Membangun Karakter Anak Bangsa Berakhlak Mulia (Studi Kasus Pada Pendidikan Tingkat Dasar)
Main Author: | Lili Sholehuddin |
---|---|
Format: | Doctoral |
Terbitan: |
Transwacana Press
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- Kesimpulan besar penelitian ini adalah implementasi pendidikan afektif melalui pendekatan humanistis dapat berhasil membentuk akhlak mulia peserta didik tingkat dasar. Kesimpulan ini memperkuat penelitian Mc. Phail berjudul Cosideration model of Value Education yang berkesimpulan bahwa esensi pendidikan afektif/moral model konsiderasi adalah pertimbangan, perawatan dan saling menghormati yang difokuskan pada beberapa nilai prioritas yang menekankan harmonisasi dan kohesi kelompok dalam dan luar sekolah. Masih terkait dengan afektif adalah penelitian Wong Ping-ho Law Sin-yee, Angelina Yip Sin-ching berjudul Affective Education: The Value Development of Hong Kong Student- Teachersyang berkesimpulan bahwa pendidikan afektif merupakan dimensi penting dari pengajaran, yang berkaitan dengan nilai-nilai, perasaan, keyakinan, sikap dan kesejahteraan emosional peserta didik. Juga penelitian Chia-Fang Hsu berjudul A Comparative Research on Affective Education in Taiwan and China yang menyelidiki sifat dan pengembangan pendidikan afektif yang mengacu pada semua kurikulum, baik terencana atau tersembunyi (hidden) bahwa urgensi pendidikan afektif secara luas diakui oleh guru dan murid pada pendidikan tingkat dasar di Taiwan dan Cina. Penelitian ini membuktikan bahwa penerapan pendidikan afektif melalui pendekatan humanistis yang direpresentasikan pada sikap perhatian, sikap kasih sayang, dan sikap lemah lembut terdapat bukti yang meyakinkan dapat berimplikasi positif terhadap peningkatan kesadaran ibadah, prestasi akademik, dan perilaku terpuji peserta didik pada pendidikan tingkat dasar. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian bahwa sikap perhatian menciptakan suasana belajar terarah, terkontrol dan terukur. Aktivitas jiwa guru tertuju pada kondisi peserta didik untuk dimengerti, dipahami, dievaluasi dan diperbaiki serta dioptimalkan potensinya (surat al-Taubah/9:128 dan surat al-Māidah/5:117), dan ditunjang sikap kasih sayang yang menciptakan suasana belajar penuh kehangatan dan keharmonisan dalam berkomunikasi antar guru dan peserta didik. Aktivitas jiwa guru yang menghormati, menyenangi, mengakui dan menjunjung tinggi eksistensi peserta didik tercermin dalam sikapnya yang penyantun dan penyayang layaknya orang tua terhadap anaknya (surat al- ?An?ām/6:12 & 54) dan dilengkapi sikap lemah lembut dalam menciptakan suasana belajar nyaman (learning is fun), senang, gairah, dan segar. Aktivitas jiwa guru yang humanis, demokratis dan berintegritas tercermin dalam sikapnya yang lembut, menarik, hangat, empati, bersahaja, menghindari sikap egois, arogan, dan otoriter (surat Ali Imrān/3:159).