Pembaruan Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Studi Terhadap Konstruksi Ushul Fikih Dalam Khi)
Main Author: | Wardah Nuroniyah |
---|---|
Format: | Doctoral |
Terbitan: |
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- Penelitian ini menemukan bahwa KHI Bidang Perkawinan melakukan pembaruan pada 13 masalah, yang secara metodologis menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan pada 8 butir pembaruan yaitu pembatasan poligami, persetujuan rujuk istri, masa berkabung suami, batas minimal usia nikah, pengasuhan anak, perkawinan wanita hamil, perceraian diputus oleh pengadilan dan masalah perselisihan perkawinan harus melalui pengadilan, metode al-Qiya>s pada 3 butir pembaruan yaitu pada persetujuan kedua calon mempelai, hak gugat cerai oleh istri, dan hak terhadap harta bersama (gono gini), dan metode yang didasarkan pada mas}lah}ah} sebagai landasan pertimbangan, yaitu pada 2 butir pembaruan yang digunakan pada masalah pencatatan perkawinan, cerai dan rujuk dengan menggunakan metode Istis}la>h}, dan masalah pengertian anak sah dengan menggunakan metode Istih}sa>n , namun penggunaan kerangka metodologi tersebut belum dilakukan secara konsisten terhadap seluruh pasal-pasalnya. Pembaruan yang dilakukan oleh KHI di samping menggunakan takhayyur, sebagaimana banyak dilakukan di Negara-negara muslim, juga menggunakan metode interpretasi kebahasaan. Disertasi ini mendukung pendapat yang disampaikan oleh Wael B. Hallaq (1997) bahwa pembaruan bidang hukum keluarga yang dilakukan oleh Negara-negara Muslim, termasuk Indonesia dengan KHI-nya, memiliki kelemahan dan inkonsistensi metodologi. Walaupun berbeda dengan umumnya Negara-negara muslim yang banyak menggunakan takhayyur, interpretasi kebahasaan yang digunakan oleh KHI masih dilakukan hanya pada masalah-masalah tertentu secara parsial. Dengan demikian, KHI Bidang Perkawinan ini masih perlu direvisi terutama dalam masalah hak-hak perempuan dan anak, sebagaimana dinyatakan oleh Euis Nurlaelawati (2010). Penelitian ini membantah pendapat M.B. Hooker (2008) bahwa KHI merupakan fikih baru (the new fiqh) sebagai hasil formulasi ijtihad dengan metodologi yang konsisten yang dilakukan oleh ulama dan pemerintah Indonesia. Sejalan dengan itu, Ahmad Rofiq (2001), berbeda dengan hasil penelitian ini, menyatakan bahwa KHI Bidang Perkawinan belum perlu direvisi, karena masih sesuai dengan konteks Indonesia dan merupakan ijmak ulama Indonesia. Penelitian ini juga menolak pendapat Tahir Mahmood (1995) bahwa pembaruan di negara-negara muslim, termasuk di Indonesia, lebih banyak menggunakan takhayyur, padahal KHI sendiri lebih banyak menggunakan metode interpretasi kebahasaan terhadap ayat-ayat secara langsung. Sumber primer penelitian ini adalah dokumen KHI Bidang Perkawinan beserta berita acara dan laporan proses penyusunannya saat itu, di samping juga kitab-kitab Ushul Fikih yang digunakan untuk memotret bangunan metodologi KHI Bidang Perkawinan tersebut. Sementara sumber sekundernya adalah buku-buku dan pemikiran tokoh tentang pembaruan perkawinan, baik di dunia Muslim maupun di Indonesia. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan ushul fikih, khususnya teori Ijtihad, baik ijtiha>d istinba>t}i> yang menggunakan kaidah kebahasaan dan kaidah makna rasional (maqa>s}id al-shari>?ah) dalam mendekati nas}s}, maupun ijtiha>d tat}biqi> yang merupakan penerapan hasil ijtiha>d istinba>t}i> tersebut dalam konteks masyarakat.