Dialektika hukum poligami dalam perspektif ulama Madura (studi di Kecamatan Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep Madura)

Main Author: Purnawan Eka Kurnia Hadi Prabawa
Format: Bachelors
Terbitan: Fakultas Syariah dan Hukum
Subjects:
Daftar Isi:
  • Pola budaya dan keberagamaan Masyarakat Guluk-guluk terhadap poligami itu terpaksa, bisa dikatakan bahwa seorang ulama atau masyarakat yang berpoligami termasuk penyelewengan, karena tidak mendapatkan izin dari istri pertama. Sulit sekali untuk mendapatkan izin dari istri pertama, kecuali dari kalangan ulama yang istri pertamanya takut kepada kiyai atau suaminya, maka dia akan pasrah dan rela suaminya berpoligami, Karena banyak dari kalangan ulama atau kiyai yang memandang bahwa poligami sangat bagus, demi memperbanyak umat Nabi. Selain dari itu, pandangan para ulama adalah menolong kaum perempuan yang tertindas. Selama ini, prosedur yang dilakukan oleh para ulama tentang poligami, ada yang mengikuti aturan ada yang tidak. Karena tidak semua aturan pemerintah itu wajib diikuti, yang penting sah secara agama Metode yang penulis pakai yaitu metode penelitia kualitatif, penelitian skripsi ini termasuk jenis penelitian hukum normatif, Sumber data primer, yakni Al-Quran, Hadis dan ijtihad ulama�, Sekunder, yakni buku-buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi, Tersier, yakni berupa artikel, koran, jurnal, kamus dan ensiklopedia yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini, teknik pengumpumpulan data menggunakan studi documenter, teknis analisa data adalah analisis komperatif. Poligami adalah suatu perkawinan yang banyak atau perkawinan yang lebih dari satu orang wanita. Sudah ada pada al-Qur�an Juz 4 Surat an-Nisa� ayat 3, Fakta yang terjadi di masyarakat lama sebelum diutus Nabi Muhmmad SAW. Seperti sudah diketahui bahwa Nabi Ibrahim a.s beristrikan Siti Hajar di samping siti Sarah dengan alasan karena istri pertama belum memberikan keturunan kepada Nabi Ibrahim a.s. Juga berdasarkan ijma� yaitu kesepakatan umat Islam. Umat Islam telah bersepakat tentang kebolehan poligami sampai empat istri, baik umat yang terdahulu maupun yang belakangan