Implementasi pemberian nafkah iddah bagi istri nusyuz: Analisis Putusan Perkara Nomor: 1223/Pdt.G/2011/PA Depok
Main Author: | Ahmad Faisal |
---|---|
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
Fakultas Syariah dan Hukum
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- Perceraian adalah pemutusan ikatan perkawinan. Putusnya perkawinan secara yuridis merupakan suatu peristiwa hukum yang akan membawa akibatakibat hukum, baik hukum kekeluargaan maupun hukum kebendaan. Bila suatu ikatan perkawinan putus, maka ada hukum yang berlaku sesudahnya, diantaranya adalah adanya suatu keharusan bagi suami memberi mut�ah kepada isteri yang diceraikannya sebagai suatu konpensasi; adanya iddah yang berlaku atas isteri yang diceraikan yang menjalani masa iddah itu adalah perempuan yang bercerai dari suaminya, baik cerai hidup ataupun cerai akibat ditinggalkan mati oleh suaminya, sedang dalam keadaan mengandung (hamil) ataupun tidak wajib menjalani masa iddah; adanya akibat hukum bagi pemeliharaan anak atau hadlanah. Proses pemberian nafkah pasca perceraian dapat dilihat dari hak suami untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang akan menjadi sebab putusnya ikatan yang sah. Perbuatan hukum itu adalah talak, maka bila suami menjatuhkan talak kepada istrinya, maka suami mempunyai kewajiban yang harus diberikan kepada mantan istrinya, yaitu berupa nafkah iddah dan mut�ah. Suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya sebelum dicamputi dan belum ditentukan maharnya, maka ia wajib memberikan mut�ah kepada istrinya tersebut; memberi nafkah, pakian dan tempat tiggal bagi istri yang ditalak selama masa iddah raj�i, iddah bagi wanita adalah tiga kali haid yang diselingi masa suci. Tetapi dalam putusan Nomor 763/Pdt. G/2011/PA Depok, yang dalam peristiwa hukumnya seorang istri telah melakukan nusyuz terhadap suami yaitu Termohon tidak menghargai Pemohon; Termohon berkata-kata kasar kepada Pemohon dan anak-anak; Termohon kurang perhatian terhadap Pemohon; Termohon tidak mau melayani Pemohon sebagai suami. Padahal perbuatan tersebut menurut hukum Islam merupakan bentuk nusyuz istri terhadap suami, terutama ketika seorang istri tidak mau melayani suaminya. Tetapi dalam putusan tersebut, Pemohon masih mendapatkan haknya yaitu berupa hak nafkah. Sedangkan dalam KHI dijelaskan apabila seorang istri melakukan nusyuz kemudian suami menceraikannya maka hak nafkah iddahnya gugur. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 80 ayat (7) yaitu: �kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz