Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menguji Undang-Undang Ratifikasi Perjanjian ASEAN Charter (Analisis Putusan Nomor 33/PUU-IX/2011)

Main Author: Afidatussolihat
Format: Bachelors
Terbitan: Fakultas Syariah dan Hukum
Subjects:
Daftar Isi:
  • Penelitian ini dilakukan karena tidak semua undang-undang serta merta memberikan keleluasaan penuh maksudnya hukum internasional, artinya dalam terciptanya hak dan kewajiban pemerintah Indonesia terhadap perjanjian internasional juga harus ada langkah-langkah yang harus ditempuh seperti hal.nya pengesahan terhadap perjanjian internasional. Selain itu juga dalam pembuatan perjanjian internasional. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan empat pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan historis (historical approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Dari ketiga bahan hukum tersebut diolah sedemikian rupa dan dilanjutkan dengan analisis digunakan untuk meneliti aturanaturan yang penormaannya justru kondusif bagi tata urutan peraturan perundangundangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang dalam menguji undang-undang tentang ratifikasi perjanjian internasional yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011 kewenangan Mahkamah Konstitusi dengan bukti bahwa Mahkamah Konstitusi telah menguji Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008. Keterikatan pemerintah terhadap perjanjian internasional dilakukan atas dasar ratifikasi yang dilakukan atas dasar ratifikasi yang dilakukan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) dan Presiden dalam bentuk undang-undang. hal. ini dikarenakan Indonesia baru mengakui hukum internasional setelah adanya adopsi khusus terhadap perjanjian internasional. Jika undang-undang ratifikasi dapat dikategotikan ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan maka undang-undang ratifikasi tersebut harus disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, sehingga berimplikasi pada dilakukannya judicial review oleh Mahkamah Konstitusi