Daftar Isi:
  • Dewasa ini sering kita jumpai konflik didalam dunia bisnis maupun dalam hubungan keluarga, apalagi dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini. Konflik muncul karena adanya perbedaan kepentingan oleh para pihak, konflik tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasan tidak puas atau keprihatinan. Konflik yang tidak bisa diredam akan menimbulkan sengketa para pihak. Sengketa atau konflik hakikatnya merupakan bentuk aktualisasi dari suatu perbedaan dan/atau pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik dapat diartikan “pertentangan” di antara para pihak untuk menyelesaikan masalah yang kalau tidak diselesaikan dengan baik, dapat mengganggu hubungan di antara mereka. Sepanjang para pihak tersebut dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik, maka sengketa tidak akan terjadi. Akan tetapi, jika terjadi sebaliknya, para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai solusi pemecahan masalahnya. Dengan demikian, sengketalah yang timbul. Sengketa bisa diselesaikan melalui litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan). Salah satu cara penyelesaian sengketa bisa dilakukan dengan S}ulh} (perdamaian) dan penyelesaian melalui Tah}ki>m (arbitrase). Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research), yang mana objek dari penelitian ini merupakan pandangan ataupun pendapat dan metode istinbat yang digunakan oleh Wahbah az-Zuh } aili dalam merespon hukum tentang penyelesaian sengketa melalui Sulh dan Tahkim. Dalam penelitian ini penulis menggunakan kitab al Fiqh al - Islami wa Addillatuhu . Kemudian dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan kajian content analisis (kajian isi). Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwasanya menurut Wahbah az-Zuhaili sebagai ulama kontemporer menguraikan penyelesaian sengketa melalui Sulh sebagai bentuk sikap lunak demi bisa mendapatkan sebagian hak yang ada, sehingga walaupun tidak secara penuh penggugat bisa mendapatkan sebagian haknya dan Tahkim menyelesaiakan sengketa antara kedua belah pihak yang bersengketa harus berdasarkan petunjuk hukum syara‟, juga orang yang ditunjuk sebagai arbitrator disyaratkan haruslah orang yang memiliki kapasitas dan kompetensi dalam memberikan kesaksian, baik itu laki-laki maupun perempuan, jadi syarat ini harus terpenuhi ketika seseorang atau lebih ditunjuk sebagai arbitrator.