Daftar Isi:
  • Masyarakat di Desa Ketanda Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas memiliki kebiasaan dan telah terjadi secara terus menerus selama ini yaitu melakukan praktek pengawinan kambing betina dengan kambing pejantan milik orang lain. Hal ini terjadi karena sebagian besar warga hanya memiliki kambing betina saja. Warga biasanya menyewa dan adapula yang meminjam kambing pejantan tersebut untuk mengawini kambing betinanya dengan memberi sejumlah upah terhadap pemilik kambing pejantan. Hal ini menjadi permasalahan pokok bagaimana praktek pelaksanaan akad upah hewan pejantan di Desa Ketanda Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas dan bagaimana status pengupahan hewan pejantan tersebut ditinjau dari Hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)yaitu riset yang didasarkan pada data maupun informasi yang bersumber dari lapangan, baik dari pemilik kambing pejantang maupun para pemilik kambing betina, dimulai dari observasi pengamatan langsung dan wawancara kepada para peternak kambing di desa Ketanda tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu menjelaskan pokok-pokok yang menjadi permasalahan kemudian dianalisis menggunakan pendekatan normatif sesuai dengan hukum Islam dengan teori yang ada. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ketanda Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas. Dalam hal pengawinan kambing pejantan , menurut mayoritas ulama mazhab tidak memperbolehkan adanya akad penyewaan dalam proses pengawinan kambing pejantan, karena hendaknya pengawinan ini diperoleh secara cuma-cuma, hal ini bisa memperbanyak keturunan kambing dan pembudidayaan yang memang dibutuhkan oleh para warga. Namun, jika dalam proses pengawinan kambing pejantan menggunakan akad meminjam, maka hal tersebut diperbolehkan. Dan apabila si pemilik pejantan diberi hadiah atau sesuatu pemberian sebagai imbal jasa tanpa adanya akad sewa, maka pemilik kambing pejantan diperbolehkan untuk menerimanya.