Legalitas Calon Tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Putusan MK No. 100/PUU-XIII/2015)
Daftar Isi:
- Calon Tunggal merupakan sebuah fenomena atau kondisi yang tidak terduga yang disebabkan oleh peraturan perundang-undangan tentang pilkada yang mensyaratkan minimal dua pasangan calon kepala daerah. Karena adanya fenomena calon tunggal, menyebabkan masalah baru warga negara tidak bebas untuk memilih calon karena hanya ada satu calon, walaupun Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan No.100/PUU-XIII/2015 tetap adanya pemilihan dengan cara setuju atau tidak setuju cara ini kurang demokratis karena terlihat disini Mahkamah Konstitusi hanya menetapkan, dan apakah referendum Mahkamah Konstitusi dalam hal memilih calon tunggal dengan cara setuju atau tidak setuju sudah memenuhi nilai demokrasi sesungguhnya. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimana Landasan Yuridis Normatif Hakim Konstitusi Terhadap Judical Review Uji Materi UU No.8 Tahun 2015 Tentang Calon Tunggal Kepala Daerah? Bagaimana Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.100/PUU-XIII/2015 Tentang Pasangan Calon Tunggal Terhadap Demokrasi Di Indonesia? Tujuan penelitian dari skripsi ini adalah: untuk mengetahui bagaimana Landasan Yuridis Normatif Hakim Konstitusi Terhadap Judical Review Uji Materi UU No.8 Tahun 2015 Tentang Calon Tunggal Kepala Daerah, serta untuk mengetahui bagaimana Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.100/PUU-XIII/2015 Tentang Pasangan Calon Tunggal Terhadap Demokrasi Di Indonesia Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif atau Kepustakaan, suatu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder. Kesimpulannya, pemberlakuan Calon Tunggal sebagaimana diatur dalam UU No.10 Tahun 2016, menyatakan bahwa calon tunggal kepala daerah akan tetap dilaksanakan pelaksanaan pemberlakuan calon tunggal di daerah yang hanya terdapat satu pasangan calon dengan syarat ketika awal pendaftaran sampai berakhirnya pendaftaran hanya terdapat satu pasangan calon yang terdaftar di komisi pemilihan umum dengan catatan calon tersebut telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam UU No.10 Tahun 2016 calon tersebut legal untuk dipilih dalam pemilihan umum kepala daerah serentak. Putusan Mahkamah tentang calon tunggal memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap pilkada serentak.