Gender dalam Perspektif Tafsir Lokal Sunda (Kajian Tafsir Ayat Suci Lenyepaneun Karya Moh. E. Hasim)
Daftar Isi:
- Problematika kesetaraan antara laki-laki dan perempuan telah mendapatkan penegasan dalam al-Qur’an (Q.S. al-Ḥujurat (49): 13). Akan tetapi, upaya pemahaman yang dilakukan para mufassir ikut andil dalam membentuk atau mengkonstruk budaya patriarki dalam penafsiran al-Qur’an. Hal ini tidak lepas dari keterpengaruhan kondisi sosio-kultural dimana mufassir hidup. Hal ini menjadi menarik ketika melihat bagaimana konstruksi gender dalam perspektif tafsir Sunda, dalam arti bagaimana mufassir yang berlatar belakang budaya Sunda merespon fenomena yang terjadi di sekitar suku dan budaya mereka. Tafsir Ayat Suci Lenyepaneun karya Moh. E. Hasim adalah salah satu tafsir Sunda yang digadang-gadang paling nyunda diantara karya tafsir lainnya. Oleh karena itu pantas rasanya jika tafsir Ayat Suci Lenyepaneun dijadikan objek kajian dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1). Bagaimana pandangan Moh. E Hasim dalam tafsirnya mengenai ayat-ayat yang menyangkut gender? 2). Apakah penafsirannya patriarkat atau tidak? 3). Bagaimana dialektika dan pola hubungan antara Moh. E Hasim, al-Qur’an dan lokalitas budaya Sunda? Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif. Sedangkan ditinjau dari objeknya, penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research). Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisa data dalam penelitian ini, menggunakan metode deskriptif-analisis Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan memakai analsis gender, dapat disimpulkan bahwa : Dalam tiga penafsiran Hasim berbeda-beda merespon ayat yang berkenaan dengan gender. Dalam masalah asal-usul penciptaan perempuan ia tidak memberikan opininya pribadi, dalam ayat poligami alasan-alasan pembolehannya tidak dapat diterima oleh kaum feminis, sedangkan dalam masalah kepemimpinan dalam rumah tangga ia masih terkukung budaya patriarki yang melingkupinya budayanya. Moh. E. Hasim berhasil mendialektikakan antara dirinya, al-Qur’an dan budaya Sunda. Budaya Sunda tercermin dalam tafsirnya, penggunaan unduk-usuk basa, ungkapan tradisional, juga gambaran alam keSundaan dengan indah tercermin dalam tafsirnya.