IDEOLOGI BERKABUT:GELAR ADAT DAN MITOS MASYARAKAT MINANGKABAU
Main Author: | Rosa, Silvia |
---|---|
Format: | Book PeerReviewed |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
SURI (Surau Institut for Conservation)
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repo.unand.ac.id/32006/1/Ideologi%20Bewrkabut%202015.pdf http://repo.unand.ac.id/32006/ http://repo.unand.ac.id |
Daftar Isi:
- Barthes memahami mitos dengan kerangka semiologi Saussurean. Ia memandang mitos dalam tiga term yang saling terkait, yaitu tanda, penanda dan petanda. Ketiga term tersebut bersifat formal dan dapat berisi macam-macam, sebagaimana juga halnya bahasa. Akan tetapi, lebih lanjut Barthes menerangkan, meskipun demikian mitos tidak sama dengan bahasa. Mitos bagi Barthes merupakan sistem penandaan kedua karena bahannya dibangun dari sistem penandaan sebelumnya, antara lain tanda-tanda bahasa. Penanda mitos hadir dengan cara ambigu: sebagai makna dan bentuk; disatu sisi penuh, di lain sisi kosong. Dikatakan penuh karena telah mengandung makna bawaan dari sistem penandaan pertama yang menjadi asalnya. Dikatakan kosong karena makna bawaan itu kemudian dikosongkan oleh sistem penandaan kedua, untuk seterusnya diisi oleh makna mitos itu sendiri. Sebagai bentuk, makna kehilangan kekayaan historis, dimensi geografis dan moralitasnya. Bentuk menjauhkan semua makna itu dengan tujuan untuk memberi tempat bagi bangunan makna yang baru yang berasal dari sistem penandaan kedua. Tapi, bentuk tidak menghapus makna, melainkan hanya memiskinkannya. Makna bersembunyi di balik bentuk. Pada kondisi demikian, konsep dalam mitos selalu berkabut. Dalam kaitan inilah, tradisi pemberian gelar adat untuk laki-laki di Minangkabau diasumsikan sebagai mitos masyarakat Minangkabau yang bernuansa ideologis.