Pemaafan oleh Korban dan/atau Keluarga Korban Terhadap Pelaku Tindak Pidana Ditinjau dari Hukum Pidana Islam dan RUU KUHP Sebagai Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Main Author: Ginting, Suplinta
Other Authors: Syahrin, Alvi, Ablisar, Madiasa, Ekaputra, M.
Format: Masters application/pdf
Bahasa: ind
Terbitan: Universitas Sumatera Utara , 2018
Subjects:
Online Access: http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5091
Daftar Isi:
  • 157005066
  • The role of a victim and/ or victim’s family in a penal court is merely a witness, they are never involved to determine how long a charge or sentence is handed down to the Perpetrator. A victim and/ or victim’s family often feel unjust that creates disbelief in the law. Therefore, a breakthrough in the law such as the forgiveness by the victim and/ or the victim’s family is required. The research problems are (1) How forgiveness is regulated in Islamic Penal Law and Bill of the Penal Law; (2) What the forgiveness is given for; (3) How forgiveness is formulated in the perspective of the Islamic Law and Bill of Penal Law. This is a legal normative research, done by studying literature. The legal materials are analyzed by applying the theory of advice and theory of restitution. The results of the research show that forgiveness is recognized in Islamic Law as it is regulated in the Koran and Hadiths of The Prophet Mohammed; while in Indonesian Law, forgiveness is a part of the customary law and is stipulated in the Bill of the Penal Law Article 55 paragraph (1) letter j. Forgiveness is given in order to insure justice, legal certainty, to uphold the dignity and pride of the victim and/ or the victim’s family, to liberated the Perpetrator from guilt and to settle the conflict between the Perpetrator and the victim and/ or victim’s family. The formulation of forgiveness in the Islamic Penal Law can reduce and even can discharge the Perpetrator from the sentence, except in hudud crime (offenses against God); while in the Bill of the Penal Law, formulation of forgiveness is merely something to be considered by the judge in handing down a verdict. It is suggested that forgiveness by the victim and/ or victim’s family to the perpetrator be regulated normatively, that forgiveness be made as one of the ways to solve problems, that forgiveness be able to influence and revoke the judge’s verdict.
  • Dalam peradilan pidana peran korban dan/atau keluarga korban hanya sebatas saksi, korban dan/atau keluarga korban tidak pernah dilibatkan untuk menentukan berapa lama tuntutan maupun hukuman dijatuhkan kepada Pelaku tindak pidana. Korban dan/atau keluarga korban sering kali merasa tidak adil yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan kepada hukum. Sehingga perlu terobosan hukum melalui pemaafan oleh korban dan/atau keluarga korban terhadap Pelaku tindak pidana. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah (1) Bagaimanakah pengaturan pemaafan dalam hukum pidana Islam dan RUU KUHP; (2) Apa yang menjadi tujuan diberikannya hak pemaafan; (3) Bagaimakah formulasi pemaafan ditinjau dari hukum pidana Islam dan RUU KUHP. Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif, dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Bahan hukum dianalisis dengan mengggunakan teori maslahat dan teori pembaruan hukum. Hasil penelitian menunjukkan pemaafan dikenal dalam hukum Islam yang diatur di dalam Al – Qur’an dan Hadist Rasullullah sedangkan pemaafan dalam hukum Indonesia adalah bagian dari hukum adat dan telah diatur di dalam RUU KUHP pasal 55 ayat (1) huruf j. Tujuan diberikannya pemaafan adalah untuk menjamin keadilan, memberikan kepastian hukum, dapat mengangkat harkat dan martabat korban dan/atau keluarga korban, membebaskan rasa bersalah Pelaku tindak pidana dan menghilangkan konflik antara Pelaku tindak pidana dengan korban dan/atau keluarga korban. Formulasi pemafan dalam hukum pidana Islam dapat mengurangi putusan bahkan dapat menghilangkan hukuman kecuali dalam kejahatan hudud sedangan dalam RUU KUHP pemaafan hanya sebatas pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Saran dalam penulisan ini adalah pemaafan oleh korban dan/atau keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana harus diatur secara normatif, pemaafan harus dijadikan sebagai salah satu penyelesaian permasalahan dan pemaafan harus mampu mempengaruhi putusan hakim bahkan dapat membatalkan putusan hakim.