Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Mengadili Perceraian Yang Disebabkan Perpindahan Agama (Murtad) Seorang Suami (Studi Putusan Nomor: 603/PdtG/2014/PA.Mdn)
Main Author: | Risky, Vita |
---|---|
Other Authors: | Sembiring, Idha Aprilyana, Barus, Utary Maharany, Devi A, T. Keizerina |
Format: | Masters application/pdf |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://202.0.107.133/handle/123456789/491 |
Daftar Isi:
- 147011137
- Religious Court is only allowed to process a divorce if one of the parties files an application or claim to divorce. If the marriage is conducted and registered in Islamic way, its break can be carried out by the Religious Court. The research problem is how the Judge in his power takes legal consideration to try a divorce caused by the murtad (religious conversion) of the husband and how the legal consequences are in announcing a divorce that is caused by the murtad of the husband. The research used normative judicial method with descriptive analysis which approaches the problems qualitatively, by reviewing the relevant laws and legal materials. The research studies the case that is related to a problem that is derived from a Ruling which is valid and legally binding. Therefore, a holistic description of the authority of Religious Court in trying a divorce that is caused by the murtad of a husband can be obtained. The result showed that the authority the Religious Court in trying a divorce that is caused by the murtad of the husband is based on the principle of Islamic personalization. The Religious Court is in the authority to try someone that has converted his religious because whether Religious Court has the authority or not is determined by the law that was applied at the time of the marriage and not based on the husband’s religion when the dispute occurs. The legal considerations of the Judge in announcing this case is that the religious conversion in a marriage will result in inharmonious household. The legal child from the marriage; they will not have heir inheritance relationship with the father who has converted his religion, which is in accordance with the stipulations in Article 173 of KHI (Compilation of Islamic Laws) about Inhertance Hindrance. It is suggested that the Religious Court in judging a case that has become a Ruling maintain to be in accordance with the authority that is stipulated in the Law that represents justice, legal certainty, and usefulness. The legal consideration of the Judge should be based on the Islamic Law resources and the prevailing court procedure, so that the Ruling will not bring harm to one of the parties. As to the non-Muslim who wants to convert into Islam, it is suggested that they enrich their knowledge about Islamic teachings.
- Pengadilan Agama hanya dapat memproses perceraian apabila salah satu pihak mengajukan permohonan ataupun gugatan cerai. Apabila perkawinan yang dilangsungkan dan dicatatkan secara agama Islam, maka putusnya perkawinan tersebut dapat dilaksanakan oleh Pengadilan Agama. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kewenangan Pengadilan Agama untuk mengadili gugatan perceraian yang disebabkan perpindahan agama (murtad) seorang suami, bagaimana pertimbangan hukum hakim mengadili perceraian yang disebabkan perpindahan agama (murtad) seorang suami, dan bagaimana akibat hukum dalam memutuskan perceraian yang disebabkan perpindahan agama (murtad) seorang suami. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan pendekatan secara kualitatif, yaitu dengan melakukan pendekatan terhadap perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Sehingga dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili perceraian yang disebabkan perpindahan agama (murtad) seorang suami. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kewenangan Peradilan Agama dalam mengadili perceraian yang disebabkan berpindah agama (murtad) seorang suami bertitik tolak pada asas personalitas keislaman, Pengadilan Agama berwenang mengadili seseorang yang sudah berpindah agama (murtad), karena yang menentukan berwenang atau tidaknya Pengadilan Agama adalah hukum yang berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan dan bukan berdasarkan agama yang dianut para pihak pada saat sengketa terjadi. Pertimbangan hukum hakim memutuskan perkara ini adalah dengan adanya perpindahan agama dalam suatu perkawinan akan menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Akibat hukum dari perceraian yang disebabkan perpindahan agama (murtad) seorang suami menyebabkan larangan untuk rujuk kembali dan terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut tidak memiliki hubungan waris mewaris sama sekali dengan ayah yang berpindah agama (murtad), hal ini sesuai ketentuan Pasal 173 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang Halangan Mewaris. Disarankan kepada Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara menjadi sebuah putusan harus sesuai dengan kewenangan yang telah diatur dalam Undang-Undang yang tetap mencerminkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Pertimbangan hukum hakim hendaknya harus tetap berpedoman kepada sumber hukum Islam dan hukum acara peradilan yang sudah ada, agar dalam memutuskan suatu perkara tidak merugikan salah satu pihak. Bagi Non muslim yang ingin masuk Islam, hendaknya dapat menambah pengetahuannya tentang ajaran agama Islam.