Peranan Pengadilan Hubungan Industrial dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Perkara Pemutusan Hubungan Kerja (Studi Terhadap Putusan Pemutusan Hubungan Kerja-Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan)

Main Author: Annisa Sativa
Other Authors: Dr. Sunarmi, SH, M.Hum ; Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum
Format: Masters
Bahasa: ind
Subjects:
Online Access: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/4833
Daftar Isi:
  • Pemutusan Hubungan Kerja yang lebih dikenal dengan istilah PHK merupakan awal dari hilangnya mata pencaharian bagi pekerja/buruh karena kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Para pekerja/buruh beserta keluarganya akan merasakan derita akibat PHK tersebut. Dampak PHK ini, sangat kompleks dan cenderung menimbulkan perselisihan. Oleh karena itu, mekanisme dan prosedur PHK telah diatur sedemikian rupa, agar pekerja/buruh yang di PHK tetap mendapatkan perlindungan yang layak dan memperoleh hak-hak normatifnya sesuai dengan ketentuan. Selama ini (dari tahun 1957), penanganan perselisihan PHK ditangani oleh Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah/Pusat (P4D/P4P) dibawah naungan Departemen Ketenagakerjaan. Akan tetapi, sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, penanganannya dialihkan ke Pengadilan Negeri, dimana Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) tersebut berada. Sebelum permasalahan perselisihan hubungan industrial ini dibawa ke PHI, terlebih dahulu telah dilakukan perundingan secara bipartit atau tripartit. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini meliputi faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya PHK, kompensasi yang diberikan kepada pekerja/buruh yang di PHK berdasarkan putusan hakim PHI dan peranan hakim PHI dalam memberikan kepastian hukum terhadap kasus-kasus PHK. Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif analisis dengan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif. Tesis ini menggunakan metode pendekatan kasus, yang kajian pokoknya adalah pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu keputusan. Sumber-sumber penelitian hukum yang digunakan, terdiri dari: bahan hukum primer berupa aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, bahan sekunder berupa buku-buku teks, hasil-hasil penelitian, majalah, jurnal-jurnal ilmiah dan pendapat sarjana, serta bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, yang dalam hal ini peneliti menetapkan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagai tempat melakukan penelitian lapangan tersebut. Keseluruhan data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan akan ditelaah dan dianalisi secara kualitatif dan diolah menggunakan metode induktif dan deduktif sehingga pada akhirnya diperoleh solusi dari permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan putusan-putusan hakim PHI mengenai PHK yang diteliti dalam tesis ini, ada beberapa faktor penyebab terjadinya PHK tersebut, antara lain: 1. Adanya kinerja yang tidak baik; 2. Adanya penolakkan dari pekerja/buruh untuk menandatangani surat kontrak; 3. Karena kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja/buruh; 4. Adanya tuntutan dari pekerja/buruh untuk diangkat menjadi pegawai tetap; 5. Adanya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan yang menyebabkan terjadinya PHK. PHK selalu memiliki akibat hukum, baik terhadap pengusaha maupun terhadap pekerja/buruh itu sendiri. Akibat hukum dimaksud adalah bentuk pemberian kompensasi upah kepada pekerja/buruh yang hubungan kerjanya terputus dengan pengusaha. Berdasarkan putusan-putusan yang dianalisis dalam tesis ini, dasar pertimbangan hakim PHI dalam pemberian kompensasi upah kepada pekerja/buruh yang di PHK adalah adanya perbuatan melawan hukum, maka hakim memutuskan pembayaran upah yang wajib dipenuhi oleh pihak pengusaha harus sesuai dengan ketentuan UMP/UMK di Sumatera Utara, kemudian dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dan kekurangan-kekurangan upah pekerja/buruh, pengusaha juga berkewajiban untuk membayarkannya. Peranan hakim PHI dalam memberikan kepastian hukum terhadap kasus-kasus PHK terlihat dalam setiap putusannya. Kepastian hukum dapat berarti keharusan adanya suatu peraturan. Walaupun peraturan-peraturan mengenai hukum ketenagakerjaan tidak terhimpun dalam suatu kodifikasi, peraturan tersebut tetap dapat memberikan suatu kepastian hukum. Terkecuali Undang-Undang tidak ada mengaturnya, maka hakim harus menemukan hukumnya (sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004). Kepastian hukum dapat juga berarti memberikan perlindungan terhadap individu yang disewenang-wenangkan oleh individu lain. Pelaksanaan PHK ini seharusnya mengikuti prosedur hukum sesuai ketentuan perundang-undangan sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan perselisihan yang berakhir sampai ke pengadilan.
  • 08E00292