Kedudukan Lembaga Amnesti Bagi Pelaksanaan Kewenangan Internastional Criminal Court (ICC) Di Dalam Mengadili Kejahatan Internasional Yang Paling Serius
Main Author: | Obed Milton Simamora |
---|---|
Other Authors: | Prof. Sanwani Nasution, SH., Bachtiar Hamzah, SH. |
Format: | Student Papers |
Bahasa: | ind |
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/12902 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/36832 |
Daftar Isi:
- Sebagaimana terlihat di bagian sampul maupun Kata Pengantar, skripsi ini mengambil judul : “Kedudukan Lembaga Amnesti Bagi Pelaksanaan Kewenangan International Criminal Court (ICC) Di Dalam Mengadili Kejahatan Internasional Yang Paling Serius”. ICC merupakan institusi internasional terbesar yang terakhir di abad kedua puluh satu ini. Dibentuknya ICC adalah berdasarkan Rome Statute 1998 (Statuta Roma), suatu perjanjian internasional di antara negara-negara pesertanya yang bertujuan untuk membentuk suatu mahkamah internasional bidang pidana internasional, dengan subjek hukumnya adalah individu-individu. Ini pula yang membuatnya berbeda dengan institusi litigasi internasional yang telah ada, yaitu International Court of Justice Hadirnya mahkamah pidana internasional seperti ICC bukanlah tanpa latar belakang historis. Dunia internasional telah pemah memiliki mahkamah pidana yang berkompetensi untuk mengadili kejahatan-kejahatan internasional yang paling serius, yang melanggar hak-hak asasi manusia, yang merupakan perbuatan yang dikutuk oleh semua negara-negara di dunia. Kita telah melihat kesuksesan pada Nuremberg Tribunal dan Tokyo Tribunal, juga atas Resolusi Dewan Kemanan PBB (United Nations Security Council Resolution atau UNSCR), telah pemah dibentuk International Court Tribunal for the former of Yugoslavia (ICTY) dan International Court Tribunal of Rwanda (ICTR). Kesemua pengadilan ini memiliki visi dan misi yang hampir sama dengan ICC, hanya saja ICC bukanlah suatu institusi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi adalah bentuk-bentuk kejahatan yang merupakan bagian dari yurisdiksi ICC. Masuknya kejahatan genosida dan kejahatan perang ke dalam yurisdiksi ICC merupakan gejala yang wajar, mengingat sejarah tersebut di atas. Yang unik adalah dengan dimasukkannya kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan agresi, yang masih harus dicarikan formulasinya. Mengingat Statuta Roma merupakan bentuk perjanjian internasional semata, maka berdasarkan asas Pacta sunt servanda dan asas Pacta tertiis nee nocent nee prosunt, maka praktisnya Statuta Roma dan ICC hanya berlaku terhadap negara-negara pesertanya saja, sama sekali tidak berpengaruh apa-apa terhadap negara-negara pihak keriga atau negara bukan peserta (nonstate party). Salah satu perkembangan di tengah-tengah masyarakat internasional saat ini adalah mengarah kepada kondisi dimana adanva tendensi untuk memberikan pengampunan atau amnesti semata kepada para pelaku kejahatan internasional yang paling serius sedemikian. Hal ini dapat terlihat dengan jelas pada apa yang telah dilakukan oleh negara Afrika Selatan dengan institusi Truth and Reconciliation Comission (TRC) dan lembaga amnesti yang menyertainya. Duduk persoalannya adalah ketika terjadi kejahatan internasional yang paling serius yang di teritorial negara peserta Statuta Roma oleh individu berkewarganegaraan negara bukan peserta Statuta Roma, yang belakangan tertangkap di wilayah negara yang lain. Sebagai negara yang mengalami kerugian langsung, negara teritorial akan sangat berkeinginan untuk membawa pelaku kejahatan sedemikian ke hadapan ICC. Tetapi, negara dari kewarganegaraan si pelaku (nationality state) akan merasa kedaulatannya dilanggar. Terlebih lagi dengan adanya contoh pengalaman kesuksesan di Afrika Selatan dengan TRC mereka, kecenderungan untuk memperlakukan pelaku kejahatan internasional dengan memberi amnesti, semakin membesar. Dari sini kita dapat melihat adanya pertentangan kepentingan (conflict of interest), antara lembaga amnesti dan institusi ICC dalam memperlakukan ataupun menjalankan wewenangnya terhadap kejahatan internasional yang paling serius. Masing-masing mengusung nama keadilan dan ingin menuntut pertanggungjawaban pidana dari kejahatan itu, tetapi dengan hasil akhir (output) yang sangat jauh berbeda, di satu sisi ingin mengampuni dan di sisi lain ingin menghukum (condemn). Untuk dapat menyatukan gagasan ini, maka di dalam skripsi ini ditelaah lebih lanjut mengenai kedudukan lembaga amnesti itu sendiri di dalam menuntut pertanggungjawaban pidana terhadap kejahatan internasional yang paling serius dan bagaimana peluang kemungkinannya untuk ditempatkan bersama-sama dengan kepentingan serta kompetensi ICC dalam menuntut pertanggungjawaban pidana yang serupa. Artinya, dilakukan penelitian terhadap lembaga amnesti dan institusi ICC tentang klausula-klausula yang pada masing-masing, sehingga keduanya dapat dijaiankan secara simultan ataupun dengan solusi Jainnya, tanpa mengurangi esensi dari tujuan keduanya, yaitu menegakkan keadilan. Artinya, prinsip-prinsip dan pelaksanaannya disinkronisasikan di antara lembaga amnesti dan institusi ICC. Karena bagaimanapun juga, kedua bidang ini mempunyai beberapa persamaan. Dan dengan beranjak dari persamaan kepentingan ini, sebaliknya dari pada berkiblat pada perbedaan prinsipnya, dapatlah ditemukan formila tentang bagaimana kedudukan lembaga amnesti bagi pelaksanaan kewenangan ICC di dalam menuntut dan mengadili kejahatan internasional yang paling serius.
- 000200135