Tinjauan Hukum Humaniter Internasional Terhadap Perlindungan Penduduk Sebagai Korban Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Aceh

Main Author: Al Maysita Dalimunthe
Other Authors: H. Sutiarnoto, SH.M.Hum.; Chairul Bariah, SH.MH
Format: Student Papers
Bahasa: ind
Subjects:
Online Access: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/12789
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/36025
Daftar Isi:
  • Indonesia sedang mengalami berbagai krisis, mulai dari krisis ekonomi, politik, budaya sampai krisis integrasi di wilayah Indonesia. Krisis integrasi khususnya ditandai dengan banyaknya wilayah Indonesia yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Kemudian gerakan-gerakan yang sama juga timbul di berbagai wilayah Indonesia yang lain, seperti Aceh yang terkendal dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sebagainya. Dari kenyataan di atas, maka perlu dipertanyakan bagaimana perlindungan terhadap penduduk sipil yang dapat diberikan oleh hukum internasional, khususnya hukum humaniter, karena berdasarkan kenyataan yang ada korban-korban yang jatuh justru banyak di kalangan penduduk sipil yang sebenarnya tidak terlibat dalam pertikaian senjata antara GAM dan pemerintah. Pembahasan skripsi ini penulis mengangkat permasalahan tentang bagaimana perlindungan terhadap penduduk sipil yang dapat diberikan oleh hukum humaniter internasional terhadap konflik masa damai yang situasinya belum dapat dikategorikan sebagai situasi perang, bagaimana kemungkinan penerapan hukum humaniter internasional untuk kasus Aceh yang juga merupakan konflik masa damai serta apakah ada alternatif hukum lain selain humaniter internasional yang dapat diterapkan untuk penyelesaian kasus Aceh, misalnya penerapan hukum asas manusia. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode telaah pustaka (library research) untuk mentelaah data-data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka ditarik kesimpulan bahwa perlindungan terhadap penduduk sipil sebagai korban kejahatan kemanusiaan dalam konflik Aceh belum dapat diterapkan, karena status konflik Aceh yang belum mencapai tahap perang dan belum memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan di dalam Konvensi Jenewa untuk hal tersebut. Konflik Aceh yang belum dapat ditentukan peraturannya dalam hukum humaniter internasional khususnya perlindungan terhadap penduduk sipil yang menjadi korban kejahatan kemanusiaan, mulai dari pembunuhan, penyiksaan fisik, sampai kepada pemerkosaan, menyebabkan para ahli berfikir untuk mengisi kekosongan hukum tersebut dengan membentuk deklarasi yang disebut dengan “Declaration Humanitarian Minimum Standart” yang dapat digunakan dalam segala situasi. Di mana deklarasi ini juga sejalan dengan “Kalusula Martens” yang menyatakan apabila sesuatu blujm diatur di dalam hukum humaniter internasional, maka harus dilihat dari kebiasaan internasional, hukum kemanusiaan dan pendapat umum. perlindungan terhadap penduduk sipil dalam kasus Aceh pada akhirnya dapat diselesaikan dengan menggunkan hukum HAM yang merupakan bagian dari hukum internasional dalam arti luas (yang meliputi hukum perang dan hukum HAM). Di samping itu juga karena antara hukum humaniter dan hukum HAM terdapat hubungan yang sangat erat dan saling mendukung. Di mana hukum humaniter dilandasi oleh nilai-nilai hak asasi manusia yang menggabungkan unsur hukum dn moral yang pada dasarnya memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Pemberlakuan hukum HAM untuk kasus Aceh mengacu kepada ketentuan “Declaration of Human Right” yang merupakan peraturan dasar HAM, sehingga pelaku kejahatan HAM di Aceh dapat digiring ke pengadilan internasional sesuai dengan Statuta Roma 1998 tentang ICC (International Criminal Court), yang sebelumnya diberikan kesempatan kepada pengadilan nasional untuk mengadili terlebih dahulu.
  • 10E00119