Perlakuan dan Pemberian Fasilitas Kepada Penanam Modal Menurut Prespektif UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Main Author: | Manihuruk, Bonatua Edynana |
---|---|
Other Authors: | Ginting, Budiman, Siregar, Mahmul |
Format: | Student Papers |
Bahasa: | ind |
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33645 |
Daftar Isi:
- Indonesia telah meratifikasi Agreement on TRIM’s (Agrement on Trade Related Investment Measures) melalui pemberlakuan UU No. 7 Tahun 1994 tentang Penanaman Modal Asing, yang tentu berpengaruh terhadap bagaimana perlakuan pemerintah kepada investor baik asing dan domestik, bagaimana pemberian fasilitas oleh pemerintah kepada investor, dan bagaimana pengawasan pemerintah terhadap kegiatan penanaman modal tersebut. Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library research) yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti perundang-undangan, buku-buku, artikel dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang dibahas penulis dalam skripsi ini. Dalam kegiatan penanaman modal, Pemerintah Indonesia menerapkan prinsip perlakuan sama kepada investor asing dan domestik, bahkan berlaku juga kepada seluruh investor tanpa membedakan negara asal investor. Namun, Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memungkinkan pemerintah memberikan persyaratan khusus yang berbeda kepada investor tertentu yang mempunyai hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia dengan negara tertentu. Contohnya, perjanjian bersifat regional yaitu AFTA, ACFTA. Fasilitas/kemudahan yang diberikan pemerintah kepada investorasing maupun domestik dalamUU No. 25 Tahun 2007, Pasal 18 ada sepuluh fasilitas yaitu pajak penghasilan (PPh), pembebasan atau keringanan bea impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi, pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor barang modal atau mesin, yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB), pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan, fasilitas hak atas tanah, fasilitas keimigrasian, perizinan impor yang ditawarkan secara terbuka kepada setiap penanam modal, tetapi tiap fasilitas harus disesuaikan menurut efektifitas dan kebutuhan dari penanam modal dalam usaha yang dirintisnya. Kegiatan penanaman modal tersebut menciptakan tanggungjawab besar bagi pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan penanaman modal, baik oleh pemerintah pusat,daerah provinsi, dan kabupaten/kota. Pembentukan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) oleh pemerintah,yang diberi kewenangan persetujuan penanaman modal yang jelas disebutkan dalam Pasal 27, 28 dan 29 * Mahasiswa ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II Universitas Sumatera Utara 9 UU No. 25 Tahun 2007, dan instrumen pelaksanaannya dilakukan melalui laporan kegiatan penanaman modal (LKPM) yaitu laporan secara berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan kendala yang dihadapi penanam modal (Pasal 1 angka 16, Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman modal), pemantauan melalui kompilasi, verifikasi serta evaluasi LKPM, dan dari sumber informasi lainnya (Pasal 6). Badan koordinasi penanaman modal (BKPM) juga berperan menjalankan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTPS) seperti yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal.
- 080200118