Teori Keadilan Pengaruh Pemikiran Aristoteles Kepada Sistem Etika Ibn Miskawaih

Main Author: Zulkarnain, Iskandar
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://digilib.sadra.ac.id/15/1/Abstrak%20dan%20Daftar%20Isi.pdf
http://digilib.sadra.ac.id/15/2/Bab%201.pdf
http://digilib.sadra.ac.id/15/3/Daftar%20Referensi.pdf
http://digilib.sadra.ac.id/15/
Daftar Isi:
  • Tindakan adil adalah tindakan yang mengambil pertengahan antara kelebihan dan kekurangan, keterlalubanyakkan dan kesedikitan. Jalan tengah ini dapat kita temukan dengan keseluruhan hasrat kita seperti takut, percaya diri, marah, menderita, senang, dan lain-lain. Apabila kita gagal untuk mencapai pertengahan ini, maka diri kita akan menunjukkan sifat buruk dari yang terlalu berlebihan dan sifat buruk dari yang terlalu kekurangan. Adapun hasrat yang ada pada diri kita akan dikendalikan oleh kekuatan rasional dari jiwa, dan oleh karenanya kebiasaan yang membentuk kesempurnaanlah yang akan membimbing kita secara spontan kepada sebuah tindakan yang mengambil jalan tengah. Berhubungan dengan itu, Aristoteles mengatakan bahwa asal muasal dari keadilan adalah pilihan dan asal dari pilihan itu adalah hasrat dan akal. Akal berperan penting, karena tanpa akal, maka kita tidak memiliki kapasitas apapun. Itu karena berbuat baik itu tidak terjadi secara alamiah. Perbuatan baik akan terjadi apabila kita menggerakkan potensi kita agar menjadi aktual dengan mengetahui apa yang harus kita lakukan, mempertimbangkannya dengan hati-hati, kemudian memilihnya. Pemikiran keadilan Ibnu Miskawaih banyak mengutip dari pemikir-pemikir sebelumnya terutama Aristoteles. Dalam karya Aristoteles, “Nicomachean Ethics (Kitab Suci Etika)”, buku ini membahas tentang konsep etika manusia. Ibnu Miskawaih banyak mengutip karyanya dari buku etika tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya persamaan pemikiran keadilan Ibnu Miskawaih dengan pemikiran keadilan Aristoteles. Persamaannya adalah pada bagian prinsip-prinsip etika yang membawa manusia kepada jalan yang benar. Perbedaan pemikiran keadilan kedua filosof tersebut, yaitu upaya mencapai keutamaan moral tersebut. Aristoteles mencapainya dengan jalan akal, bahwa keutamaan moral dapat dicapai seseorang bisa melalui riyadoh atau latihan untuk merubahnya sekalipun ia dilahirkan dengan ketentuan memiliki moral yang tidak baik. Ibnu Miskawaih upaya mencapai kebajikan dengan jalan syariat Islam, bersumber kepada Al-Qur’an dan hadits. Dengan cara ini, akhlâq seseorang akan didik menjadi manusia yang baik dan sempurna. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pemikiran keadilan Ibnu Miskawaih banyak dipengaruhi oleh pemikiran keadilan Aristoteles.