PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF ULAMA (Studi terhadap Peran Agamawan Muslim dalam Membina Kerukunan Antar-umat Beragama di Kota Palangka Raya dan Kabupaten Gunung Mas)
Main Author: | Rahman, Fadli; Dosen STAIN Palangka Raya |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
LP2M IAIN Palangka Raya
|
Online Access: |
http://e-journal.iain-palangkaraya.ac.id/index.php/jsam/article/view/154 http://e-journal.iain-palangkaraya.ac.id/index.php/jsam/article/view/154/126 |
Daftar Isi:
- Konsep pluralisme tentu sangat terkait dengan makna multikulturalisme, sementara multikulturalisme itu sendiri dimaknai sebagai sebuah ideologi yang menekankan kesederajatan dalam perbedaan kebudayaan. Pada tataran ini, multikulturalisme menjamin pentingnya sikap saling menghormati antar-kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan berbeda. Suatu sikap (penghormatan) dari suatu kelompok yang memungkinkan bagi setiap kelompok lain, termasuk kelompok minoritas, untuk mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa mengalami prasangka buruk dan permusuhan.Multikulturalisme adalah realitas yang bersifat sunnatullah, dan mengingkari sunnatullah sama dengan pengingkaran atas Penciptanya, tetapi dalam kenyataan empiris tampaknya memang tidak mudah untuk mengembangkan sikap inklusivitas dan penghargaan yang tulus atas perbedaan dan keragaman (plural) dalam masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural pada umumnya menghadapi problem integrasi dalam magnitude yang tidak pernah dihadapi oleh masyarakat lain. Di antara problem dalam mewujudkan masyarakat multikultural ialah berkembangnya sikap keagamaan eksklusif yang hanya memandang agamanya sendiri yang paling benar, dan yang lain salah. Kondisi ini kemudian diperparah lagi dengan digunakannya truth claim Kitab Suci oleh masing-masing umat dalam rangka justifikasi keabsahan teologis atas yang lain, maka kran multikulturalisme pun semakin tertutup dengan sendirinya.Dalam kerangka antisipasi atas problem sosio-religius di atas, maka dikembangkanlah paham "Pluralisme Agama". Paham ini, walau kemunculannya terasa tiba-tiba dan sempat mencengangkan beberapa pihak, ternyata masih mempunyai banyak makna, dan karena itulah kemudian paham ini dipandang pro dan kontra oleh banyak pihak. Sebenarnya, paham ini bukanlah sesuatu yang baru. Akar-akarnya seumur dengan akar modernisme di Barat dan gagasannya pun timbul dari perspektif dan pengalaman manusia Barat. Bahkan MUI (Majelis Ulama Indonesia), melalui Musyawarah Nasional-nya tanggal 26-29 Juli 2005, sempat mengeluarkan fatwa tentang masalah ini, yang intinya menyatakan bahwa "Pluralisme" dalam pemikiran keagamaan adalah haram.Majelis ini (baca: MUI) telah mengambil langkah jelas dalam menanggapi "Pluralisme Agama" dimaksud, lantas bagaimana Islamic world view dalam skala lokal membicarakan masalah ini? Sementara pada tataran yang lain, kelompok otoritas keislaman (Ulama Muslim) lokal pun harus dihadapkan pada realitas sosial yang sangat jelas multikulturalnya! Suatu hal yang menuntut kearifan untuk menjawabnya, tidak terkecuali oleh para otoritas Islam di Kota Palangka Raya dan Kabupaten Gunung Mas. Maka, dari sini lah pemaknaan, yang berupa hasil riset, tentang topik ini kemudian di mulai