Potensi Protein Hidrolisat Kacang Polong Hijau (Pisum sativum) untuk Terapi Penyakit Ginjal Kronik (Laporan Akhir Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi-Tahun ke 3 dari rencana 3 Tahun)
Main Authors: | Hidayat, Meilinah, Prahastuti, Sijani, Soemardji, Andreanus A. |
---|---|
Format: | Monograph NonPeerReviewed Book |
Terbitan: |
Universitas Kristen Maranatha
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.maranatha.edu/27473/1/1443%20Surat%20Tugas%20dr_%20Sijani%20%26%20dr_%20Meilina.pdf http://repository.maranatha.edu/27473/2/LAPORAN%20AKHIR%20PDUPT%202020.pdf http://repository.maranatha.edu/27473/ |
Daftar Isi:
- Peningkatan kualitas hidup masyarakat secara holistik dalam bidang Kesehatan dan Degeneratif berbasis Herbal dan Gizi merupakan salah satu tujuan dari Rencana Induk Penelitian Universitas Kristen Maranatha. Kasus penyakit degeneratif seperti penyakit ginjal kronis (PGK) di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Data RISKESDAS 2018 menunjukkan bahwa angka kejadian penderita PGK meningkat hampir dua kali lipat dibanding RISKESDAS 2013. Nutrisi yang tepat berperan penting dalam memperbaiki fungsi, memperlambat progresivitas penyakit ginjal serta meningkatkan kualitas hidup penderita PGK. Hasil penelitian Hidayat dkk sebelumnya, hidrolisat protein kacang polong hijau Indo yang dihidrolisis dengan enzim bromelain (HPPHB) mampu menurunkan kadar Ureum dan kreatinin, parameter kerusakan fungsi ginjal pada tikus Wistar betina yang ginjalnya dirusak dengan cara diinduksi Cisplatin (1). Pada penelitian PDUPT tahun pertama, sesuai dengan tujuannya, telah didapatkan dosis efektif HPPHB berdasarkan beberapa parameter dan mekanisme kerjanya. Pemberian HPPHB pada 8 kelompok perlakuan tikus Wistar jantan yang diinduksi Gentamicin menunjukkan, HPPHB menunjukkan efek perbaikan terhadap ginjal, berdasarkan parameter terhadap organ: Indeks Organ (IO) jantung dan ginjal, dan analisis sediaan histopatologis ginjal, parameter fungsi ginjal: Ureum, Kreatinin; Hematologi, Profil lipid: Kolesterol Total, LDL, Trigliserida; mekanisme yang diuji: SOD, Atrial Natriuretic Peptide (ANP), COX-1 dan Renin. Simpulan, HPPHB dosis 200 mg/kgBB menunjukkan efek paling baik berdasarkan parameter─parameter tersebut dan disimpulkan sebagai dosis efektif, dan semakin tinggi dosis, efek semakin baik. Untuk mengetahui seberapa besar dosis tertinggi yang masih aman perlu diketahui aspek toksik bahan obat melalui uji toksisitas akut, uji alergenisitas dan subkronis dalam penelitian tahun kedua dan ke tiga. Hipotesis mekanisme kerja HPPHB menurut hasil penelitian adalah melalui aktivitas antioksidan dan ANP (1). Penelitian tahun kedua sudah mencapai target yang direncanakan. Pemeriksaan karakteristik dan analisis HPPHB menggunakan LC- MS-MS, didapat sequence asam amino RGD dari protein Convicilin dalam HPPHB; uji efek antifibrosis membandingkan HPPHB dan standar RGD menunjukkan penurunan kadar TGF- β1 dan Fibronectin pada uji in vitro HPPHB terhadap sel kultur mesangial ginjal SV40 (Glomerular Mesangial Kidney, Mus musculus) yang diinduksi glukosa sehingga menjadi model sel ginjal PGK; hasil analisis bioinformatika dengan alat PROSPER didapat sekuens peptida LERGDT, hasil uji toksisitas akut menunjukkan HPPHB tidak menyebabkan gejala toksik pada perilaku dan berat badan mencit Swiss Webster dan didapat LD50 pada dosis >5000mg/kgBB sehingga HPPHB dikategorikan sebagai bahan tidak toksik. Hasil uji alergenisitas kulit dan oral pada hewan coba marmut menunjukkan bahwa HPPHB tergolong sebagai zat hipoalergenik.