Daftar Isi:
  • Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Fakta di masyarakat memperlihatkan adanya kawin siri atau perkawinan yang dilakukan secara dibawah tangan, dimana perkawinan tersebut tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama (KUA) ataupun Kantor Catatan Sipil. Persoalan yang muncul kemudian adalah apabila kemudian pasangan dari perkawinan siri tersebut mempunyai anak. Kedudukan anak dari hasil perkawinan siri kemudian menimbulkan polemik di masyarakat terkait dengan pengakuan statusnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode penelitian Yuridis Normatif. Metode pendekatan yang bersifat Yuridis Normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga dengan penelitian hukum kepustakaan, yaitu melalui penelitian melalui berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan ini diantaranya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan serta melalui berbagai literatur dan artikel ilmiah lainnya. Hasil penelitian menunjukan perubahan Pasal 43 UU Perkawinan berdampak terhadap urgensi perubahan peraturan mengenai sahnya suatu pranata perkawinan dalam kaitannya dengan hubungan perdata antara anak luar kawin dengan ayahnya serta keluarga ayahnya. Pengadilan Agama sesungguhnya tidak memiliki kewenangan dalam hal untuk mengadili perkara sah atau tidaknya seorang anak akibat suatu perkawinan, termasuk terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Hal ini dikarenakan Pengadilan Agama memiliki kewenangan yang berlandaskan terhadap fiqh agama, bahwa anak luar kawin harus terlebih dahulu mendapatkan penetapan sebagai anak sah melalui suatu proses yang dilakukan secara sukarela oleh ayah biologisnya.