Daftar Isi:
  • Undang-undang Nomor No. 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian diterbitkan sebagai representasi konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menjamin kegiatan di bidang perindustrian terkait Standarisasi barang dan jasa. Pengaturan mengenai Standar Nasional Indonesia (selanjutnya disebut SNI) secara khusus diatur juga di dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 102 Tahun 2002 tentang Standarisasi Nasional. Penerapan sanksi pidana tanpa didahului sanksi-sanksi sebelumnya tanpa menerapkan fungsi dari hukum pidana sebagai Ultimum Remedium dianggap telah terjadi inkonsistensi antara undang-undang yang pengaturan dan derajatnya sama maupun terhadap peraturan di bawah undang-undang, sehingga perlu dikaji mengenai penerapan prinsip ultimatum remedium dalam penjatuhan sanksi pidana atas kasus pelanggaran Standar Nasional Indonesia dalam produksi barang elektronik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu mengkaji dan menganalisis bahan-bahan hukum dan isu-isu hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode Yuridis Normatif ini dimulai dengan analisa terhadap konsep dan asas-asas hukum yang digunakan untuk mengatur pelaksanaan SNI, khususnya terkait penerapan sanksi yang berbeda terhadap pelaku usaha yang tidak memberikan label terhadap objek dagangnya. Pelanggaran atas kewajiban SNI tidak harus dikenakan sanksi pidana, karena pada dasarnya sanksi yang harus ditegakkan terlebih dahulu adalah sanksi perdata dan sanksi administratif, jika kedua sanksi tersebut tidak dapat ditegakkan, maka disitulah fungsi hukum pidana sebagai ultimum remedium. Dalam hukum bisnis juga dikenal adanya administrative penal law. Jika penjatuhan sanksi pidana terlebih dahulu tanpa didahului sanksi-sanksi lain, maka dianggap telah terjadi inkonsistensi terhadap peraturan perundang-undangan.