URBAN FOREST POLICY ANALYSES: CASE STUDY IN DKI JAKARTA

Main Authors: Subarudi, Subarudi, Samsoedin, Ismayadi
Format: Article info eJournal
Bahasa: eng
Terbitan: Centre for Research and Development on Social, Economy, Policy and Climate Change , 2012
Subjects:
Online Access: http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JAKK/article/view/309
http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JAKK/article/view/309/296
Daftar Isi:
  • Special Capital Territory (DKI) of Jakarta is known as one of the flood-prone area along with the rise of sea level due to global warming. This condition is worsening with the significant reduction of open green area or known as Ruang Terbuka Hijau (RTH) from 35% in 1965 to 9,3% in 2009. This study on policy development of urban forest in DKI Jakarta is really needed as a learning process for urban developers in Indonesia. This study aims to evaluate the implementation of urban forest policy which has been managed and operated by provincial government (Pemda) of DKI Jakarta. The results showed that development on urban forest is undoubtedly able to decrease the level of vulnerability from flood and at the same time beautify and sustain the green environment. After the release of PP no. 63 in 2002 about Urban Forest and UU No. 26 in 2007about National Land Use, the provincial government of DKI Jakarta has not developed any local regulations related to the regulations above. However, a lot of efforts have been done in the ground to support the development of urban forest through the increase of RTH. The government of DKI Jakarta is still trying to increase the area of RTH consistently by demolishing 93 buildings in the river side of Kalibaru and closing 27 gasoline pump stations for public (SPBU) which are located in the green area and stipulating their function as RTH. Funding can be collected by the Government of DKI Jakarta from various sources such as APBD, APBN, Public Tax and CSR incentives from national and multinational large companies which located in Jakarta, as well as international donors who pay attention to environment conservation.
  • Wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan salah satu daerah rawan bencana banjir dengan naiknya tinggi permukaan air laut akibat pemanasan global. Kondisi ini bertambah buruk dengan semakin menyusutnya ruang terbuka hijau (RTH) dari sekitar 35 persen (1965) menjadi sekitar 9,3 persen (2009). Oleh karena itu kajian kebijakan pembangunan hutan kota di DKI Jakarta sanagt diperlukan sebagai proses pembelajaran bagi para pengelola perkotaan di Indonesia. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pembangunan hutan kota yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Pemda) provinsi DKI Jakarta. Hasil kajian menunjukkan bahwa pembangunan hutan kota merupakan suatu keniscayaan bagi pemda DKI Jakarta untuk mengurangi tingkat kerentanan terhadap bencana banjir dan sekaligus memperindah dan menjaga keasrian lingkungan perkotaan. Sejak keluarnya PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota dan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, pemda DKI Jakarta belum membuat peraturan-peraturan daerah terkait, tetapi sudah banyak upaya-upaya yang direalisasikan untuk mendukung pembangunan hutan kota melalui peningkatan luas RTH. Pemda DKI Jakarta terus berupaya meningkatkan luasan RTH secara konsisten dengan membongkar 93 bangunan di tepi sungai Kalibaru dan menutup 27 stasiun pengisian bahan bakar untuk umum(SPBU) yang berlokasi di jalur hijau dan mengalihfungsikannya sebagai RTH. Sumber-sumber pendanaan yang yang dapat dikumpulkan oleh Pemda DKI Jakarta untuk membiayai perluasan RTH adalah APBD, APBN, Pajak dan dana CSR dari perusahan besar nasional dan multi nasional yang berkantor pusat di Jakarta serta lembaga donor internasional yang peduli lingkungan