STUDY OF POLICY IMPLEMENTATION OF FOREST MANAGEMENT UNIT (FMU) ORGANIZATION IN REGENCY LEVEL (CASE STUDY AT BANJAR FMU, SOUTH KALIMANTAN AND LALAN MANGSANG MENDIS FMU, SOUTH SUMATERA)
Main Authors: | Suryandari, Elvida Yosefi, Sylviani, Sylviani |
---|---|
Format: | Article info eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Centre for Research and Development on Social, Economy, Policy and Climate Change
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JAKK/article/view/307 http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JAKK/article/view/307/294 |
Daftar Isi:
- Forest Management Units (FMUs) establishment has been laid as a strategic objective to better management of forests. However, problems are still encountered in the development of FMUs, such as institutional framework of its funding and human resources avaibility. This study aims to: (1) analyze the policy implementation of FMU organization; and (2) analyze the availability of human resources in FMU development. The study was conducted in Lalan Mangsang Mendis FMU, South Sumatra Province and Banjar FMU, South Kalimantan Province. The data were collected using purposive sampling and analyzed using human resource planning analysis and policy analysis. The results showed that the current form of FMU organization is a technical implementation unit of "Regional Working Unit" (RWU) of Forestry Office. There is an incompatibility of the structure with the organizational structure of the existing regulation. The organization model has some weaknesses, such as limitations of budget and authority, and lack of human resources (quantity and quality). Regional Working Unit (RWU) form could consist of a secretariat, a service unit, technical unit (TU), or other working unit as part of the regency organizations. Regional Working Unit (RWU) form that is compatible for FMU should be TU or other working unit. According to article 45 on PP 41/2007, FMU organizations should not be inform of ”TU” but may bean" other working unit", because the existing organization components already reached a maximum score. The current priority should be how to strengthen the FMU institution as "Regional Working Unit" (RWU) with a good planning. Important steps are still needed before the operation of FMU, such as how to determine the role and function of FMU and working relationships with relevant stakeholders including forest license holders, which then should be arranged in the form of regulations. Further, the commitment of local government is needed to support the formation of a FMU as RWU.
- Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) telah ditetapkan sebagai tujuan strategis untuk mengelola hutan yang lebih baik. Walaupun demikian masih banyak kendala dijumpai dalam pembangunan KPH, diantaranya masalah kelembagaan dalam pendanaan dan pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengkaji implementasi kebijakan terkait organisasi KPH dan (2) Mengkaji ketersediaan SDM pendukung dalam pembangunan KPH. Penelitian dilakukan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Lalan Mangsang Mendis, Provinsi Sumatera Selatan dan KPHP Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Pengumpulan data dilakukan dengan purposive sampling. Data dianalisis dengan analisis perencanaan SDM dan analisis kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk organisasi KPH saat ini adalah UPTD dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kehutanan. Penelitian menunjukkan adanya ketidaksesuaian organisasi UPTD dengan peraturan yang ada. Bentuk organisasi tersebut mempunyai keterbatasan dalam anggaran dan kewenangan pelaksanaan kegiatan, Sumberdaya Manusia (SDM) baik kuantitas dan kualitas. Bentuk SKPD dapat berupa sekretariat, Dinas, Lembaga Teknis Daerah (LTD), atau lembaga lain sebagai bagian dari perangkat daerah. Bentuk KPH yang tepat adalah LTD atau lembaga lain. Sesuai pasal 45 pada PP41/2007 maka organisasi KPH tidak bisa berbentuk “Lembaga Teknis Daerah”, tapi dalam bentuk “ karena skor organisasi di kabupaten sudah menunjukkan nilai yang maksimal. Kebutuhan saat ini adalah bagaimana memperkuat kelembagaan KPH sebagai SKPD dengan perencanaan yang baik. Langkah-langkah penting masih diperlukan sebelum KPH operasional adalah penentuan peran dan fungsi KPH secara jelas dan tata hubungan kerja dengan stakeholder terkait termasuk pemegang ijin yang dapat dituangkan melalui peraturan. Lebih lanjut, komitmen daerah diperlukan untuk mendukung pembentukan KPH menjadi SKPD.