PENJUALAN BARANG WAKAF STUDI ANALISIS HUKUM PENJUALAN BENDA WAKAF (BONGKARAN BANGUNAN ,PENGERUKAN TANAH,GENTENG DAN KAYU) MASJID BAITUL ADHIM NGARINGAN KLUMPIT GEBOG KUDUS
Main Author: | KOLIS, NUR |
---|---|
Format: | Lainnya NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Unisnu
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unisnu.ac.id/755/1/SKRIPSI_NUR%20KOLIS_NIM%20%201211075.pdf http://eprints.unisnu.ac.id/755/ http://unisnu.ac.id |
Daftar Isi:
- Di perbolehkannya atau tidak dalam penjualan Barang wakaf para ulama masih ada perbedaan pendapat akan tetapi dalam alasan barang wakaf yang sudah rusak para ulama sepakat untuk ditukarkan dengan barang yang manfaatnya sama dengan barang yang menjadi pengantinya dengan cara dialihkan maupun di jual digantikan dengan barang yang manfaatnya sama dengan barang yang di jual.melihat Kompilasi Hukum Islam No.1 tahun 1991 pasal 225 tentang wakaf sebagai rujukan orang Islam yang ada di Indonesia. Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 215 juga pasal 1 ayat (1) PP. No. 28 / 1977 disebutkan secara rinci bahwa : “wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagai harta benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan lainnya sesuai dengan ajaran Islam”.4Secara historis, wakaf disyari’atkan oleh Allah SWT melalui Rasulullah, kepada sahabat Umar bin Khattab. Umarlah yang pertama kali mewakafkan tanah di Khaibar ysng kemudian tercatat sebagai tindakan wakaf dalam sejarah Islam. Pada dasarnya wakaf merupakan sukarela (tabarru’) untuk mendermakan sebagian kekayaan yang dimiliki. Karena sifat harta yang diwakafkan tersebut bernilai kekal, maka wakaf ini bernilai jariyah (continue). Artinya pahala akan selalu diterima secara berkesinambungan selama harta benda tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan umum sesuai dengan tuntutan Islam. Jika dilihat dari segi pendapat para Ulama yang tidak memperbolehkan barang wakaf dijual ,maka secara otomatis pengurus masjid Baitul Adhim Ngaringan Klumpit Gebog Kudus akan memutus amal ibadahnya orang yang memberikan wakaf tersebut dan itu tidak di perbolehkan menurut Islam, sehingga di sepakati para pengurus masjid mengunakan para ulama yang memperbolehkan barang wakaf boleh dijual dengan dasar salah satunya adalah, Imam Ibn Qudawah bahwa sesungguhnya wakaf itu jika telah rusak dan sudah tidak ada manfaatnya, seperti tanah wakaf yang telah roboh atau lahan tanah yang sudah rusak dan kembali gersang, keadaannya tidak mungkin lagi memakmurkannya. Atau wakaf berupa masjid, yang penduduk desa telah memindahkannya, keadaan masjid itu berada di tempat yang tidak dapat melakukan shalat didalamnya atau kapasitas masjid sudah tidak mampu menampung aslinya atau jama’ahannya, sementara lahan sudah tidak bisa diperluas atau keseluruhan masjid sudah sudah bercerai berai maka tidak mungkin lagi memakmurkan masjid itu dan kemakmuran sebagian dari masjid itu dapat diatasi kecuali dengan menjual dari sebagian yang lain dengan tujuan untuk kemakmurannya, jika sudah tidak bisa diambil manfaatnya sama sekali dari masjid itu maka boleh dijual seluruhnya.5