PENGARUH PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PADA NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA SUNGGUMINASA
Main Author: | MALIK, HERMAN |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unm.ac.id/2875/ |
Daftar Isi:
- RINGKASAN SKRIPSI PENGARUH PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PADA NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA SUNGGUMINASA HERMAN MALIK 1271041023 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR MAKASSAR 2017 PENGARUH PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PADA NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA SUNGGUMINASA Herman Malik (herman.malik77@gmail.com) Harlina Hamid (harlina_h@yahoo.co.id) Faradillah Firdaus (ilafirdaus@yahoo.com) Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Makassar Jl. AP Pettarani Makassar, 90222 ABSTRAK Penerimaan diri pada narapidana wanita merupakan salah satu faktor pendukung bagi narapidana wanita dalam menyesuaikan diri di Lembaga Pemasyarakatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerimaan diri terhadap penyesuaian diri pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Sungguminasa. Subjek penelitian (N=50, berusia 20-40 tahun) merupakan narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Sungguminasa. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan skala, yaitu skala penerimaan diri dan skala penyesuaian diri, dianalisis menggunakan teknik analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penerimaan diri terhadap penyesuaian diri pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Sungguminasa. Penelitian ini menggambarkan bahwa semakin positif penerimaan diri yang dialami maka semakin tinggi pula penyesuaian diri narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Sungguminasa (p=0,000, r=0,651). Penelitian ini bermanfaat agar narapidana wanita dapat menerima diri selama berada dalam lapas sehingga narapidana wanita mampu menyesuaiakan diri. Kata kunci: Narapidana Wanita, Penerimaan Diri, Penyesuaian Diri Amandari dan Sartika (2015) menujukkan bahwa berdasarkan data Kepolisian Negara Republik Indonesia tahun 2013 tindak kriminal yang dilakukan oleh wanita konsisten mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Ardilla dan Herdiana (2013) mengemukakan bahwa jenis tindak kriminalitas yang dilakukan oleh wanita sering kali merupakan tindak pidana yang ringan dan tidak memerlukan kekerasan dan kekuatan otot atau fisik. Kartono (2000) mengemukakan bahwa wanita kurang pantas melakukan tindak kriminal, karena secara jasmaniah wanita tidak kuat dan tidak cekatan sedangkan perbuatan kriminal membutuhkan kekerasan, kekuatan, dan kekejaman. Hal tersebut tidak sesuai dengan sifat-sifat kodrati wanita yang lemah lembut. Dalam kenyataannya, seiring dengan berkembangnya faktor-faktor kriminalitas yang terjadi di masyarakat, juga melibatkan wanita sebagai pelaku dalam tindak kriminalitas. Ardilla dan Herdiana (2013) menunjukkan bahwa tindak kriminalitas yang dilakukan oleh wanita yakni pencurian sebesar 27%, penipuan sebanyak 24%, dan penggelapan sebanyak 20,5%. Di sisi lain, terdapat tindak kriminalitas yang dilakukan oleh wanita yang tergolong berat seperti yang dilakukan oleh laki-laki, namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Masing-masing sebanyak 4% narapidana wanita melakukan tindak pembunuhan, penculikan, dan penganiayaan, sebanyak 4,5% melakukan tindak kejahatan terhadap anak, sebanyak 8% tindak pemalsuan, dan sebanyak 2% kasus perjudian. Konsekuensi bagi wanita yang melakukan tindak kriminal dapat menjadikannya sebagai penghuni Lembaga Pemasyarakatan dengan status narapidana. Narapidana harus melakukan penyesuaian diri dengan kehidupan Lapas dimulai pada saat pertama kali memasuki Lapas, seperti menyesuaikan diri dengan kondisi Lapas, individu lain di lingkungan Lapas, dan juga aturan-aturan yang berlaku dalam Lapas. Amandari dan Sartika (2015) mengemukakan bahwa narapidana selama menjalani kehidupan dalam Lapas juga akan dihadapkan pada berbagai masalah yang tidak hanya bersumber dari dalam Lapas tetapi juga bersumber dari luar Lapas, terlebih kepada narapidana wanita. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chanklin (2015) dengan metode wawancara pada 10 terpidana mati, hasil penelitian menunjukkan narapidana telah berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan dalam penjara dengan melakukan berbagai hal yang bermanfaat dan berharap menjadi lebih baik, serta mengoptimalkan hidupnya dalam penjara. Namun, tetap saja narapidana belum bisa menyesuaiakan diri dengan sempurna terhadap keadaan penjara, narapidana masih tetap merasakan kecemasan, ketakutan, dan juga masih merasa tertekan oleh keadaan dalam penjara. Ardilla dan Herdiana (2013) mengemukakan bahwa individu yang tidak berhasil dalam menyesuaikan diri dikarenakan belum bisa membangun sikap-sikap positif terhadap dirinya. Salah satu hal yang dapat membantu individu dalam penyesuaian diri adalah penerimaan diri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardilla dan Herdiana (2013) menunjukkan bahwa penerimaan diri pada narapidana wanita bergantung pada faktor yang menjadi pendukungnya seperti pandangan diri yang positif, dukungan keluarga terdekat yang diberikan secara konsisten, adanya sikap menyenangkan dalam lingkungan lapas, dan kemampuan soft skill yang baik. Penelitian tersebut juga menunjukkan faktor penghambat penerimaan diri pada narapidana wanita yaitu adanya pandangan negatif terhadap diri sendiri. Ekasari dan Susanti (2009) mengemukakan bahwa stressor yang muncul akan mengancam kesejahteraan individu dan menjadikan individu sedikit sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, baik secara fisik, psikologis dan sosialnya. Stressor yang dialami narapidana dapat menimbulkan gangguan mental, dan salah satu faktor yang dapat mencegah hal tersebut adalah penerimaan diri. Dengan penerimaan diri seorang narapidana wanita dapat mencegah munculnya gangguan kejiwaan pada dirinya, karena dapat menerima dirinya dengan apa adanya. Narapidana wanita yang memiliki penerimaan diri yang baik akan membuka diri dan berusaha menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya, dengan penerimaan diri yang baik oleh narapidana wanita atas keadaan yang dialaminya dapat mendorong untuk bergaul dengan narapidana yang lain dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan Lapas. Penerimaan Diri Chaplin (2002) mengemukakan bahwa penerimaan diri adalah adanya sikap positif, pengakuan atau penghargaan terhadap nilai-nilai individual, tetapi menyertakan pengakuan terhadap tingkah lakunya. Hurlock (2002) mengemukakan bahwa terdapat delapan aspek-aspek pada penerimaan diri, yaitu: a. Sikap percaya diri dan menghargai diri sendiri. Individu yang memiliki kepercayaan diri dan menghargai diri sendiri akan selalu merasa mampu mengerjakan sesuatu hal. Individu yang memiliki kepercayaan diri akan menerima dirinya dan selalu senang melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya. b. Kesediaan menerima kritikan dari orang lain. Individu yang memiliki kematangan psikologis mampu menerima kritikan dan saran. Individu yang matang tidak akan marah dengan kritikan dan saran yang ditujukan kepadanya demi perubahan yang lebih baik. Indivdu yang bersedia dikritik adalah ciri individu yang mampu melihat diri secara objekf dan mampu menerima dirinya. c. Mampu menilai dan mengoreksi kelemahan. Individu yang mampu mengoreksi dan membuat penilaian yang diri yang kritis adalah indvidu yang memiliki penerimaan diri yang baik. d. Jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Individu yang bersikap jujur terhadap diri sendiri dan orang lain adalah individu yang berani melihat secara sadar kekurangan yang ada pada dirinya. e. Nyaman dengan diri sendiri. Individu yang nyaman dengan diri sendiri akan lebih mudah menerima dirinya dengan perubahan fisik maupun emosinya. Individu yang nyaman juga mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. f. Memanfaatkan kemampuan dengan efektif. Individu yang berani mengeksplorasi kemampuannya akan lebih mudah menetapkan tujuan hidupnya dan merasa tertantang dengan pencapaian yang baru sehingga akan memudahkan dalam penerimaan diri. g. Mandiri dan berpengalaman. Inidvidu yang mandiri dan berpengalaman akan mudah memutuskan sesuatu dalam dirinya dan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi dalam dirinya. h. Bangga menjadi diri sendiri. Individu yang bangga menjadi diri sendiri akan puas dengan segala kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya. Individu akan memiliki strategi penyesuaian terhadap kecemasan, konflik, dan frustasi, juga akan bebas dari mekanisme pertahanan diri seperti kompensasi, rasionalisasi, proyeksi, dan regresi. Penyesuaian Diri Gerungan (2004) mengemukakan bahwa penyesuaian diri adalah mengubah keadaan diri sesuai dengan lingkungan atau mengubah keadaan lingkungan sesuai dengan keinginan diri. Ningrum (2013) mengemukakan bahwa lima aspek penyesuaian diri, yaitu: a. Persepsi terhadap realistis. Individu mampu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup yang dialaminya dan mampu menginterpretasikannya, sehingga individu mampu menetapkan tujuan hidupnya yang realistik sesuai dengan kemampuannya, serta mampu mengetahui konsekuensi dari perbuatannya agar menuntunnya pada perilaku yang sesuai. b. Kemampuan megatasi stress dan kecemasan. Individu yang dapat mengatasi stress dan kecemasan berarti mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan mampu menerima kegagalan yang dialaminya. c. Gambaran diri yang positif. Individu dengan gambaran diri yang positif dapat merasakan kenyamanan psikologis dalam dirinya, baik itu gambaran diri melalui penialain pribadi ataupun penilaian individu. Gambaran diri yang positif berkaitan dengan penilaian inidividu tentang diri sendiri melalui penerimaan diri. d. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik. Individu yang mampu mengekspresikan emosi dengan baik akan memiliki ekspresi emosi dan kontrol emosi yang baik pada dirinya. e. Hubungan interpersonal yang baik. Individu dengan penyesuaian diri yang baik akan dapat membentuk hubungan interpersonal dengan cara yang berkualitas dan bermanfaat. Hubungan interpersonal yang baik erat kaitannya dengan hakikat individu sebagai makhluk sosial yang selalu bergantung pada individu yang lain. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah narapidana wanita dengan kasus pidana narkotika di Lapas Wanita Klas IIA Sungguminasa sebanyak 80 narapidana. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan skala penerimaan diri dan skala penyesuaian diri. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa tahap. Analisis deskriptif, uji asumsi yang melalui tahap yaitu uji normalitas dengan teknik perhitungan yang digunakan yaitu Kolmogrov Smirnov dan kemudian uji hipotesis dengan menggunakan teknik analisis regresi logistik dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Subjek dalam penelitian ini adalah narapidana wanita dengan kasus pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Sungguminasa. Subjek penelitian berjumlah 50 subjek dengan jumlah subjek terbanyak berusia 30 tahun dan 32 tahun masing-masing 8 subjek (16%). Jumlah subjek terbanyak kedua yakni pada usia 40 tahun sebanyak 7 subjek (14%), sedangkan selebihnya pada masing-masing rentang usia berjumlah 1 hingga 4 subjek. Pada penelitian ini karakteristik subjek yang digunakan adalah narapidana yang telah mejalani masa tahanan 3 bulan atau lebih dengan masa pidana diatas 1 tahun 6 bulan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa terdapat 26 narapidana dengan penerimaan diri yang negatif dan 24 narapidana dengan penerimaan diri positif. Jumlah Kategori Penerimaan diri 26 Negatif 24 Positif Total 50 Hasil kategorisasi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Sungguminasa memiliki tingkat penerimaan diri yang negatif. Ridha (2012) mengemukakan bahwa penerimaan diri adalah penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, dan tidak berfikiran negatif atau tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Subjek dengan penerimaan diri negatif menganggap dirinya negatif dan merasa risih terhadap dirinya sendiri, sedangkan subjek dengan penerimaan diri positif menganggap dirinya berharga dan mampu menjalani kenyataan yang dialaminya. Hurlock (2002) mengemukakan bahwa penerimaan diri merupakan keadaan dimana individu memiliki keyakinan pada karakteristik dirinya, serta mampu hidup dengan keadaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dari 50 subjek terdapat 26 subjek dengan kategori penerimaan diri yang negatif dan 24 subjek dengan kategori penerimaan diri yang positif. Sebagian besar dari subjek penelitian masih ragu akan karakteristik yang ada dalam dirinya, subjek penelitian secara maksimal belum mampu bertahan hidup dengan menggunakan karateristik dalam dirinya. Adanya pemahaman dalam diri subjek tentang diri sendiri merupakan hal yang baik untuk subjek dalam memahami karakteristik dirinya. Semakin subjek memahami dirinya, semakin dapat menerima dirinya. Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa terdapat 26 narapidana dengan penerimaan diri yang negatif dan 24 narapidana dengan penerimaan diri positif. Jumlah Kategori Penyesuaian diri 25 Rendah 25 Tinggi Total 50 Hasil kategorisasi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Sungguminasa memiliki tingkat penyesuaian diri yang sama. Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu dalam menjalin hubungan yang baik antar sesama individu dan lingkungan. Penyesuaian diri merupakan respon yang subjek keluarkan sebagai usaha untuk menekan permasalahan psikologi yang dihadapi narapidana dalam lapas. Subjek dengan penyesuaian diri yang rendah menunjukkan bahwa subjek belum mampu menjalin hubungan yang baik antar sesama penghuni lapas dan lingkungan lapas, sedangkan subjek dengan penyesuaian diri yang tinggi menunjukkan bahwa subjek dalam menjalani masa tahanan di lapas mampu menjalin hubungan yang baik antar sesama penghuni lapas dan lingkungan lapas. Sundari (2005) mengemukakan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam bereaksi karena tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai ketentraman batin dalam hubungannya dengan sekitar. Berdasarkan hasil penelitian dari 50 subjek terdapat 25 subjek dengan kategori penyesuaian diri yang rendah dan 25 subjek dengan kategori penyesuaian diri yang tinggi. Hasil tersebut menunjukkan kesamaan antara kategori rendah dan tinggi pada subjek penelitian, karena subjek pada penelitian ada yang sudah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan lapas dan masih ada yang belum mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan lapas. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Hasil analisis uji hipotesis dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Variabel Negelkerke R Square p Penerimaan Diri & Penyesuaian Diri 0,561 0,000 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai p dalam penelitian ini adalah 0,000. Berdasarkan kaidah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu apabila nilai signifikansi p dibawah 0,05 (p < 0,05), maka Ha diterima dan Ho ditolak, maka hipotesis (Ha) dalam penelitian ini diterima, yaitu Ada Pengaruh Penerimaan Diri terhadap Penyesuaian Diri pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemsayarakatan Klas IIA Sungguminasa. Pengaruh antar variabel dapat ditunjukkan dari nilai koefisien regresi. Nilai koefisien regresi yang diperoleh positif. Semakin positif penerimaan diri pada narapidana wanita, maka semakin tinggi penyesuaian diri pada narapidana wanita. Nilai R square menunjukkan tingkat pengaruh penerimaan diri terhadap penyesuaian diri narapidana wanita. Nilai R square yang diperoleh adalah 0,651, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri memberikan pengaruh terhadap penyesuaian diri sebesar 65,1%, selebihnya masih terdapat variabel lain yang memengaruhi dan tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa semakin positif penerimaan diri narapidana wanita semakin tinggi juga penyesuaian diri narapidana wanita. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Paramita dan Margaretha (2013) yang membuktikan bahwa salah satu yang memberikan pengaruh munculnya penyesuaian diri adalah penerimaan diri. Ardilla dan Herdiana (2013) mengemukakan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang baik adalah individu yang dapat membangun sikap-sikap positif dan melakukan penyesuaian diri. Individu yang mampu menerima dirinya dan mengelola setiap kritikan yang ditujukan pada dirinya akan memiliki penyesuaian diri positif dan memiliki keyakinan pada dirinya. Paramita dan Margaretha (2013) mengemukakan bahwa individu yang yang berada dalam keadaan tertekan seringkali merasa bahwa dirinya diasingkan, merasa dirinya tidak berharga, merasa tidak diterima oleh lingkungan sekitarnya, merasa rendah diri, kecewa, malu, emosi, lebih sensitif, dan perasaan negatif lainnya. Berbagai macam tekanan baik fisik maupun psikologis seringkali mengakibatkan timbulnya penolakan pada diri narapidana, karena tidak dapat menerima kenyataan yang sedang dialaminya sehingga tidak jarang narapidana mengalami stres atau depresi. Paramita dan Margaretha (2013) mengemukakan bahwa penerimaan diri pada individu diartikan sebagai sikap untuk menilai diri dan keadaannya secara objektif, menerima segala yang ada pada dirinya termasuk kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahannya. Ardilla dan Herdiana (2013) mengemukakan bahwa individu yang mampu menerima dirinya dan mengelola setiap kritikan yang ditujukan pada dirinya akan memiliki penyesuaian diri positif dan memiliki keyakinan pada dirinya. Salah satu faktor keberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian diri ditentukan oleh kesanggupan individu dalam menerima dirinya sendiri, dengan penerimaan diri individu mampu mengelola emosi yang muncul dan dapat menerima dirinya dengan apa adanya. Narapidana wanita pada penelitian ini mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan lapas sehingga bisa mecegah munculnya tekanan berupa hambatan, rintangan, konflik, dan rasa frustasi. Positifnya penerimaan diri pada narapidana wanita membuatnya mampu menyesuaikan diri dengan keadaan dan lingkungan lapas. Narapidana wanita yang mampu menyesuaikan diri memunculkan suatu kepuasan tersendiri pada dirinya dan tercapainya keseimbangan dalam diri narapidana serta lingkungan lapas. Hal tersebut dapat terjadi karena narapidana wanita mampu menerima keadaan dirinya, narapidana wanita merasa puas dengan keadaan dirinya serta tetap berfikir secara realistis tentang keberadaan dan keadaan dirinya. Selain faktor penerimaan diri, berdasarkan observasi dilapangan terdapat faktor karakter yang dimiliki oleh narapidana yang menjadi faktor narapidana wanita dapat menyesuaiakan. Penerimaan diri memberikan kontribusi 65,1% sedangkan selebihnya 34,9% faktor karakter yang dimiliki oleh narapidana wanita juga memberikan kontribusi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Amandari dan Sartika (2015) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara karakter yang baik terhadap penyesuaian diri narapidana wanita di Lapas. Karakter baik yang dimiliki oleh narapidana wanita selama berada dalam lingkungan lapas akan medorong narapidana wanita menyikapi secara positif masa hukumannya, meskipun dihadapkan pada situasi kesulitan dan tantangan. Kemampuan narapidana wanita dalam menyikapi masa hukumannya secara positif membuat narapidana mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan lapas dan menampilkan perilaku yang baik selama berada dalam lapas. Narapidana wanita mengisi kesehariannya dengan mengikuti program-program pembinaan yang telah dirancang oleh lapas, menaati aturan lapas, membangun hubungan yang baik dengan penghuni lapas lainnya, dan kelakuan-kelakuan baik dari narapidana yang diharapkan oleh pihak lapas. Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh narapidana wanita adalah melaksanakan program pembinaan yang dirancang oleh lapas. Asis (2011) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa program pembinaan pada narapidana wanita di lapas dibagi menjadi dua pendekatan yakni dari atas dan dari bawah. Pendekatan dari atas memberikan pembinaan tentang keagamaan, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektual dan kesadaran tentang hukum. Sedangkan pendekatan dari bawah memberikan keterampilan kepada narapidana agar dapat menjadi mandiri setelah keluar dari lingkungan lapas. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Penerimaan diri pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanitas Klas IIA Sungguminasa bernilai negatif. 2. Tingkat penyesuaian diri pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanitas Klas IIA Sungguminasa sama antara tinggi dan rendah. 3. Terdapat hubungan positif antara penerimaan diri terhadap penyesuaian diri pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Sungguminasa. Semakin positif penerimaan diri narapidana wanita, maka semakin tinggi penyesuaian diri pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Sungguminasa. 4. Bagi peneliti selanjutnya, jika tertarik ingin meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh penerimaan diri dengan penyesuaian diri pada narapidana wanita di lapas agar lebih spesifik dengan metode wawancara dan observasi secara berkelanjutan agar mendapatkan hasil yang lebih lengkap. 5. Bagi narapidana wanita di lapas, agar lebih memahami arti penting penerimaan diri dengan memahami karakteristik dalam dirinya secara positif, bertanggung jawab dengan dirinya dan menempatkan dirinya sebagaimana mestinya agar muda melakukan penyesuaian diri selama berada dalam lingkungan lapas. Narapidana wanita juga diharapkan mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri secara optimal dan diterapkan melalui hubungan personal dalam kehidupan sehari-hari. 6. Bagi lembaga pemasyarakatan, agar memberikan pelatihan penerimaan diri kepada narapidana wanita. Pihak lembaga pemasyarakatan dapat memberikan konsultasi spritual kepada narapidana wanita agar mampu memahami dirinya dengan mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri narapidana wanita. Kemudian kelebihan dan kelemahan tersebut digunakan untuk menjalani masa tahanan di lapas agar mampu menyesuaikan diri dengan narapidana lain serta lingkungan lapas. DAFTAR PUSTAKA Amandari, S. L., & Sartika, D. (2015). Hubungan antara character strength dengan penyesuaian diri yang efektif pada narapidana di lapas sukamiskin kelas IIA Bandung. Jurnal Prosiding Psikologi, 519-525. Asis, A. (2011). Pembinaan Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Wanita Makassar. Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar: Universitas Hasanuddin. Ardilla, F., & Herdiana, I. (2013). Penerimaan diri pada narapidana wanita. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 2(1), 1-7. Chanklin, P. (2015). Life spent, adjustment, and rehabilitation of death-row inmates in bangkwang central prison. Thammasat Review, 18(2), 138-163. Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ekasari, A., & Susanti, N. D. (2009). Hubungan antara optimisme dan penyesuaian diri dengan stress pada narapidana kasus napza di lapas kelas IIA bulak kapal Bekasi. Jurnal Soul, 2(2), 1-32. Gerungan, W. A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan: Suatu Pengantar Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. Islam-Zwart, K. A., & Vik, P. W. (2004). Female adjustment to incarceration as influenced by sexual assault history. Criminal Justice and Behavior, 31(5), 521-541. Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju. Ningrum, P. R. (2013). Perceraian orangtua dan penyesuaian diri remaja (Studi pada remaja Sekolah Menengah Atas/Kejuruan di Kota Samarinda). eJournal Psikologi, 1(1), 115-122. Paramita, R., & Margaretha. (2013). Pengaruh penerimaan diri terhadap penyesuaian diri penderita lupus. Jurnal Psikologi, 12(1), 92-99. Ridha, M. (2012). Hubungan antara body image dengan penerimaan diri pada mahasiswa Aceh di Yogyakarta. Jurnal Emphaty, 1(1), 111-121. Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental dalam Psikologi. Jakarta: PT. Rineke Cipta. THE INFLUENCE OF SELF ACCEPTANCE THE SELF ADJUSTMENT OF WOMEN PRISONERS IN KLAS IIA WOMEN PANITENTIARY OF SUNGGUMINASA Herman Malik (herman.malik77@gmail.com) Harlina Hamid (harlina_h@yahoo.co.id) Faradillah Firdaus (ilafirdaus@yahoo.com) Faculty of Psychology, University of Makassar Jl. AP Pettarani Makassar, 90222 ABSTRACT Self Acceptance of women prisoner one of supporting factor for women prisoners of self adjustment in panitentary . The purpose of this study is the self acceptance the self adjustment of women prisoners in Klas IIA Penitentiary of Sungguminasa. The total number of subjects in this research are (N= 50, ages of 20 to 40) women prisoners in Klas IIA Penitentiary of Sungguminasa. This research uses quantitative methods. The research data were obtained using a scale, more specifically, the scale of self acceptance and the scale of self adjustment, analyzed by using the logistic linear regression technique. The result of the research shows that there is a significant influence of self acceptance towards the self adjustment to women prisoners in Klas IIA Penitentiary of Sungguminasa. This study illustrates that the positive self acceptance, the higher the level of self adjustment of women prisoners in Klas IIA Penitentiary of Sungguminasa (p=0,000, r=0,651). This research is useful especially for women prisoners to be able to accept themselves while in panitentiary so that women prisoners are able to self adjustment. Keywords: Women Prisoners, Self Acceptance, Self Adjustment. Amandari and Sartika (2015) showed that based on data from the Indonesian National Police in 2013 crimes committed by women consistently increased in the last three years. Ardilla and Herdiana (2013) suggested that the type of crime committed by women is often a criminal offense that is lightweight and does not require violence or physical and muscle strength. Kartono (2000) suggests that women are less worthy of committing a crime, because women physically not strong and nimble while need criminal act of violence, force, and violence. It is not in accordance with the properties of natural gentle woman. In fact, with the growth factors of criminality in society, also involving women as perpetrators in the crime. Ardilla and Herdiana (2013) showed that the crime committed by women ie theft by 27%, 24% fraud and evasion as much as 20.5%. On the other hand, there is a crime committed by women were classified as heavy as that of men, but not too many. Each as much as 4% of women prisoners to commit murder, kidnapping, and torture, as much as 4.5% commit crimes against children, as much as 8% of counterfeiting, and as much as 2% of cases of gambling. The consequences for women who commit crimes can make it as occupant status Penitentiary inmates. Inmates have to make adjustments with prison life begins when first entering the prison, such as adjusting to the prison conditions, other individuals in the prison environment, and also the rules that apply in prisons. Amandari and Sartika (2015) suggests that the inmates for life in prison will also be faced with various problems not only from within the prison but also sourced from outside the prison, especially to women prisoners. Results of research conducted by Chanklin (2015) with interview on death row 10, the results showed the inmates are trying to adjust to the situation in the prison by doing things that are useful and hope for the better, and optimize his life in prison. Still, the prisoners have not been able menyesuaiakan themselves perfectly to the state prison, inmates still feel anxiety, fear, and still feel pressured by the situation in the prison. Ardilla dan Herdiana (2013) suggests that individuals who do not succeed in adjusting due have not been able to build positive attitudes towards him. One thing that can help individuals in the adjustment is self-acceptance. Results of research conducted by Ardilla and Herdiana (2013) shows that the self-acceptance on female inmates depend on factors that are supporting such a view positive self, family support nearby given consistently, their pleasant demeanor within the prison, and the ability of soft skills good. The study also showed an inhibiting factor in the acceptance of women prisoners that their negative views of themselves. Ekasari and Susanti (2009) suggests that the stressors that appear to threaten the welfare of the individual and makes people a bit difficult to adjust to the new environment, whether physical, psychological and social development. Stressors experienced by inmates can cause mental disorders, and one of the factors that can prevent this is self-acceptance. With the acceptance of a woman prisoner can prevent the emergence of psychiatric disorder in itself, since it can accept himself with what it is. Women prisoners who have good self-acceptance will open up and try to establish a relationship with the social environment, with good self-acceptance by women prisoners on circumstances that happened to push to mix with other prisoners and adapt itself to the prison environment. Self Acceptance Chaplin (2002) suggested that self-acceptance is their positive attitude, recognition or respect for the individual values, but also includes the recognition of his behavior. Hurlock (2002) argues that there are eight aspects on self-acceptance, namely: a. A confident attitude and respect ourselves. Individuals who have the confidence and self respect will always be able to do something. Individuals who have the confidence will accept him and is always happy to do things according to his ability. b. Willingness to accept criticism from others. Individuals who have the psychological maturity is able to accept criticism and suggestions. Mature individuals would not be upset by criticism and suggestions addressed to him for the sake of change for the better. Indivdu who are willing to be criticized is the hallmark of individuals who were able to see themselves objekf and able to accept themselves. c. Being able to assess and correct the weaknesses. Individuals capable of correcting and making critical self-assessment is indvidu who have a good self-acceptance. d. Be honest with yourself and others. Individuals who are being honest with ourselves and others are individuals who dared to look consciously shortcomings in him. e. Comfortable with yourself. Individuals who are comfortable with themselves will more readily accept him with physical and emotional changes. Individuals who are comfortable also able to adapt to the surrounding environment. f. Utilizing the capabilities effectively. Individuals who dare to explore its ability to be more easily set the goal of his life and was challenged by a new achievement that will facilitate the acceptance of self. g. Independent and experienced. Inidvidu independent and experienced will be easy to decide something about him and were able to resolve the conflict within him. h. Proud to be yourself. Individuals who are proud to be yourself to be satisfied with all of its weaknesses and shortcomings. Individuals will have an adjustment strategy to anxiety, conflict and frustration, also will be free of self-defense mechanisms such as compensation, rationalization, projection, and regression. Self Adjustment Gerungan (2004) argued that the adjustment is to change the state of being in accordance with the environment or change the state of the environment in accordance with the wishes themselves. Ningrum (2013) suggests that five aspects of adjustment, namely: a. Perception of realistic Individuals able to change the perception of the reality of life that is experienced and able to interpret them, so that the individual is able to set a life goal that is realistic according to his ability, and be able to know the consequences of actions that led to the behavior accordingly. b. The ability of stress and anxiety megatasi Individuals who can cope with stress and anxiety means being able to overcome the problems it faces and is able to accept failure they experienced. c. positive self-image Individualswith a positive self-image can feel the psychological comfort in him, whether it's self-image through Penialain personal or individual assessment. Positive self-image associated with the assessment of inidividu about yourself through self-acceptance. d. Ability to express emotions well Individuals who are able to express emotions well will have the expression of emotions and emotional control either on themselves. e. Good interpersonal relationships Individuals with a good adjustment would be able to establish interpersonal relationships with quality and useful manner. Good interpersonal relations is closely related to the nature of individuals as social beings who always rely on other individuals. METHODS This study used quantitative research methods. The population in this study were women prisoners with criminal cases of narcotics in prisons Women Klas IIA Sungguminasa as many as 80 inmates. The sample in this study using purposive samplingtechnique. The data collected in this study using self-acceptance scale and scale adjustment. Data analysis techniques used in this research through several stages. Descriptive analysis, test assumptions through a phase that normality test calculation technique used is the Kolmogorov-Smirnov and then test the hypothesis by using logistic regression analysis with SPSS 16.0 forWindows. RESULTS AND DISCUSSION Subjects in this study were women prisoners with criminal cases of narcotics in Penitentiary Women Sungguminasa Klas IIA. Subjects numbered 50 subjects with the highest number of subjects aged 30 years and 32 years respectively 8 subjects (16%). The second highest number of subjects that at the age of 40 years were 7 subjects (14%), with the remainder in each age range to be 1 to 4 subjects. In this study the characteristics of the subjects used were prisoners who had mejalani detention period of 3 months or more with a criminal past 6 months over 1 year. Based on the results of the descriptive analysis showed that there were 26 inmates with self-acceptance that is negative and 24 positive inmates with self-acceptance. Total Categories Self Acceptance 26 Negative 24 Positive Total 50 The categorization results showed that most of the research subjects who are in the Women's Correctional Institution Class IIA Sungguminasa have a negative self-acceptance rate. Ridha (2012) suggested that self-acceptance is high appreciation of yourself, and not a negative minded or not cynical about yourself. Subjects with negative self-acceptance considers itself a negative and feel uncomfortable with himself, whereas subjects with a positive self-acceptance considers himself worthy and able to live a reality that happened. Hurlock (2002) suggested that self-acceptance is a condition in which individuals have confidence in her characteristics, and be able to live with the situation. Based on the results of 50 subjects there were 26 subjects with negative self-acceptance categories and 24 subjects with a positive self-acceptance category. Most of the research subjects still unsure about the characteristics present in him, the research subjects full potential yet able to survive by using characteristics in him. A lack of understanding in the subject about yourself is a good thing for the subject in understanding the characteristics themselves. The more a subject to understand him, the more able to accept himself. Based on the results of the descriptive analysis showed that there were 26 inmates with self-acceptance that is negative and 24 positive inmates with self-acceptance. Total Category Adjustment 25 Low 25 High Total 50 The categorization results showed that most of the research subjects who are in the Women's Correctional Institution Class IIA Sungguminasa have the same level of self-adjustment. Adjustment is the ability of individuals to establish good relations between the members of the individual and the environment. Adjustment is a response to the subjects spend an attempt to suppress the psychological problems faced by inmates in prisons. Subject to adjustment low indicates that the subject has not been able to establish good relationships between fellow residents of prisons and the environment of prisons, while subject to adjustment high indicate that the subject is in a period of detention in prisons are able to establish good relationships between fellow residents of prisons and the environment prisons. Sundari (2005) argued that the adjustment is the ability of individuals to react because of the demand to meet the needs and achieve inner peace in relation to the surrounding. Based on the results of 50 subjects there are 25 subjects with low self adjustment categories and 25 subjects with high self-adjustment category. These results indicate a similarity between high and low categories of research on the subject, because the subject of the research there are already able to adapt to the environment of prisons and they were not able to adjust to the prison environment. Testing the hypothesis in this study using logistic regression analysis with SPSS16.0 forWindows.The results of the analysis of hypothesis testing can be seen in the table below: Variable Negelkerke RSquare p & Self AcceptanceAdjustment 0.561 0.000 Based on the above table shows that the value of p in this study was 0.000. Based on the rules that are used in this research that if a significance p value below 0.05 (p <0.05), the Ha Ho accepted and rejected, the hypothesis (Ha) in this study received, ie There Influence of Self-Acceptance of the Adjustment on Women inmates at the Institution of Class IIA Pemsayarakatan Sungguminasa. The influence between variables can be shown from the regression coefficient. Values obtained regression coefficient is positive. The more positive self-acceptance on women prisoners, the higher the adjustment to female inmates. Rated R square shows the effect of self-acceptance level to the adjustment of women prisoners. R square value obtained was 0.651, so it can be concluded that the acceptance of self-giving effect to the adjustment amounted to 65.1%, remaining there are still other variables that affect and are not included in this study. Hypothesis test results showed that the positive acceptance of women prisoners adjustment higher the female prisoners. This is according to research conducted by Paramita and Margaretha (2013), which prove that the one that gives the effect of the adjustment is the emergence of self-acceptance. Ardilla and Herdiana (2013) suggests that individuals with good self-acceptance is the individual who can build positive attitudes and make adjustments. Individuals who are able to accept themselves and manage any criticism directed at him would have a positive adjustment and have confidence in him. Paramita and Margaretha (2013) suggests that individuals who are in a state of distress often feel that they are alienated, feeling worthless, feeling not accepted by the surrounding environment, low self-esteem, disappointment, embarrassment, emotional, more sensitive, and feelings other negative. A wide variety of both physical and psychological stress often leads to the emergence of self-denial on inmates, because it can not accept the fact that she was going through so that it is not uncommon inmates experiencing stress or depression. Paramita and Margaretha (2013) suggested that self-acceptance in individuals interpreted as a gesture to rate themselves and the situation objectively, accept all that is on him, including strengths and weaknesses. Ardilla and Herdiana (2013) suggested that individuals who are able to accept himself and manage any criticism directed at him would have a positive adjustment and have confidence in him. One of the success factors in individuals undergoing adjustment is determined by the ability of individuals to accept himself, with the acceptance of the individual is able to manage the emotions that arise and can accept himself with what it is. Women prisoners in this study were able to adjust to the prison environment so that it can be a pressure prevents the emergence of barriers, obstacles, conflicts and frustration. The positive acceptance on female prisoners makes it able to adapt to the circumstances and environment of prisons. Women prisoners are able to adjust to bring a certain satisfaction in themselves and achieve a sense of inner prison inmates and the environment. This can occur because female inmates were able to accept his situation, women prisoners were satisfied with the situation himself and still think realistically about the existence and the situation himself. In addition to self-acceptance factor, based on field observations are factors of character possessed by inmates that factor into female inmates can menyesuaiakan. Acceptance contributed 65.1% while the remaining 34.9% owned by the character factor of women prisoners also contributed. In a study conducted by Amandari and Sartika (2015) indicates that there is a positive correlation between a good character to the adjustment of women prisoners in prisons. Characters are either owned by women prisoners while in the prison environment encourages women prisoners will respond positively sentence, although faced with difficulties and challenges. The ability of women prisoners in responding positively sentence makes inmates were able to adapt to the environment of prisons and displays good behavior while in prison. Female prisoners are filled daily by following coaching programs that have been designed by the prison, obeying the rules of the prison, build a good relationship with the occupants of the other prisons, and behavior-good conduct of inmates expected by the prisons. One of the routine activities performed by women prisoners is implementing a development program designed by the prison. Asis (2011) argues in his research that the coaching program on female inmates in prisons are divided into two approaches namely from above and from below. The approach of the above provide guidance on religious, national and state consciousness, intellectual and awareness about the law. While the bottom-up approach provides the skills to inmates in order to become independent after leaving the prison environment. CONCLUSIONS AND RECOMMENDATIONS Based on hypothesis testing and discussion of the research, the conclusions of this study are: 1. Self-acceptance on the inmates at the Klas IIA Women Panitentiary of Sungguminasa is negative. 2. The level of adjustment to inmates at the Klas IIA Women Panitentiary of Sungguminasa equally between high and low. 3. There is a positive relationship between self-acceptance to the adjustment on women prisoners at the Klas IIA Women Panitentiary of Sungguminasa. The more positive acceptance of women prisoners, the higher the adjustment to female inmates at the Klas IIA Women Panitentiary of Sungguminasa. 4. For further research, if interested to further investigate the effect of self-acceptance with adjustment on female inmates in prisons to be more specific with interviews and observation methods on an ongoing basis in order to obtain more complete results. 5. For women prisoners in panitentiary, in order to better understand the importance of self-acceptance to understand the characteristics within themselves in a positive, responsible to himself and put himself properly so that the young make adjustments while in a prison environment. Female prisoners are also expected to develop the potential that is in an optimal and applied through personal relationships in everyday life. 6. For penitentiary, in order to provide training to women prisoners of self-acceptance. Party correctional institution can provide spiritual consulting for female inmates to be able to understand himself by knowing the strengths and weaknesses that exist in female inmates. Then the pros and cons are used to serving prison time in prison to be able to adjust to other inmates and the prison environment. REFERENCES Amandari, S. L., & Sartika, D. (2015). Hubungan antara character strength dengan penyesuaian diri yang efektif pada narapidana di lapas sukamiskin kelas IIA Bandung. Jurnal Prosiding Psikologi, 519-525. Asis, A. (2011). Pembinaan Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Wanita Makassar. Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar: Universitas Hasanuddin. Ardilla, F., & Herdiana, I. (2013). Penerimaan diri pada narapidana wanita. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 2(1), 1-7. Chanklin, P. (2015). Life spent, adjustment, and rehabilitation of death-row inmates in bangkwang central prison. Thammasat Review, 18(2), 138-163. Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ekasari, A., & Susanti, N. D. (2009). Hubungan antara optimisme dan penyesuaian diri dengan stress pada narapidana kasus napza di lapas kelas IIA bulak kapal Bekasi. Jurnal Soul, 2(2), 1-32. Gerungan, W. A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan: Suatu Pengantar Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. Islam-Zwart, K. A., & Vik, P. W. (2004). Female adjustment to incarceration as influenced by sexual assault history. Criminal Justice and Behavior, 31(5), 521-541. Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju. Ningrum, P. R. (2013). Perceraian orangtua dan penyesuaian diri remaja (Studi pada remaja Sekolah Menengah Atas/Kejuruan di Kota Samarinda). eJournal Psikologi, 1(1), 115-122. Paramita, R., & Margaretha. (2013). Pengaruh penerimaan diri terhadap penyesuaian diri penderita lupus. Jurnal Psikologi, 12(1), 92-99. Ridha, M. (2012). Hubungan antara body image dengan penerimaan diri pada mahasiswa Aceh di Yogyakarta. Jurnal Emphaty, 1(1), 111-121. Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental dalam Psikologi. Jakarta: PT. Rineke Cipta.