IMPLIKASI HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN BUPATI YANG BERSTATUS TERSANGKA DALAM MENJALANKAN PEMERINTAHAN DAERAH

Main Author: INTAN PUSPITASARI
Format: Lainnya
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/59607
Daftar Isi:
  • Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: untuk memenuhi syarat yang diperlukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui dan mengkaji permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum serta analisa bahan hukum. Pada bab pembahasan, akan membahas mengenai 2 (dua) hal yang terdapat dalam rumusan masalah. suatu pemerintahan daerah mengalami kevakuman pemerintahan akibat bupati terpilih menjadi tersangka dan terdakwa, hal ini tidak boleh terjadi. Oleh karena itu setelah status bupati terpilih statusnya menjadi terdakwa, maka yang bersangkutan melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) harus di berhentikan sementara dan kemudian Menteri Dalam Negeri menetapkan pelaksana Tugas (Plt) penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Gunung Mas. Dalam birokrasi pemerintahan, pelaksana tugas (Plt) baru dapat digunakan dalam suatu jabatan apabila di dalam organisasi pemerintah tersebut tidak terdapat Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan untuk mengisi jabatan itu. Untuk memudahkan memahami kondisi ini, Kekuatan Hukum dari Keputusan Tata Usaha Negara tersebut apabila pihak yang terkena tidak melaporkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara maka Kekuatan Hukum dari Keputusan Tata Usaha Negara itu tetap dan kuat selama belum dicabut oleh Pejabat yang membuat dalam hal ini adalah Bupati yang bersangkutan. Akan tetapi jika yang terkena dari Keputusan Tata Usaha Negara tersebut mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan ternyata gugatan itu menang maka serta merta gugurlah kekuatan hukum tersebut dan oleh pihak tergugat (bupati) dalam hal ini harus merehabilitasi atau mengembalikan si penggugat tersebut ke posisi semula dan membersihkan juga nama baiknya, selama keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut tidak di mintakan upaya banding ke Mahkamah Agung sebagai payung hukum terakhir peradilan di Indonesia ini. Adapun seorang bupati yang menjadi tersangka akan tetapi masih dapat menjalankan roda pemerintahannya dengan kata lain belum di non-aktifkan dan masih bisa membuat kebijakan maka kebijakan tersebut masih sah dan masih mempunyai kekuatan hukum tetap.