Pengaruh Jenis dan Lama Perendaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (schult.D Backer ex Heyne) Rerhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curviguathus Holmgren)

Main Author: Sitohang, Erdiana
Format: Thesis
Terbitan: IPB (Bogor Agricultural University) , 2010
Online Access: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/13812
Daftar Isi:
  • Bambu memiliki manfaat yang luas untuk berbagai tujuan antara lain sebagai bahan pangan, bahan konstruksi bangunan, furniture dan bahan perabot rumah tangga. Dipihak lain masalah yang sering dihadapi dalam pemanfaatan bambu adalah kerentanannya terhadap serangan organisme perusak seperti jamur, bubuk kayu kering dan rayap. Perendaman bambll dalam air tergenang dan lumpur merupakan cara yang paling umum dilakukan karena biaya yang dikeluarkan untuk pengawetan hampir tidakada. Soedarmadi dan Karim (1959) menyatakan keawetan alami (natural durability) dari bambu yang dipakai sebagai konstruksi bangunan kurang dari 10 tahun, tetapi setelah diawetkan umur pakainya dapat jauh lebih meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis dan lama perendaman bambu betung terhadap serangan rayap tanah. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB lIntuk uji secara Laboratorium selama 21 hari, sedangkan uji secara lapangan dilaksanakan di samping Laboratorium Kimia Hasil Hutan selama 100 hari. Bahan yang digunakan selama penelitian adalah bambu betung yang berumur kira-kira 6 tahun yang diambil dari kebun rakyat Cibeureum, rayap tanah, aquades dan pasir. Alat yang digunakan adalah botol gelas, aluminium foil, gergaji tangan, golok, oven, autoclave, gelas ukur, timbangan elektrik dan eksikator. Tahapan kegiatan penelitian dimulai dengan persiapan contoh uji yaitu dengan mengambil bambu betung dari ruas ya~g sama. Bambu betung direndam dalam air tergenang, lumpur dan tanpa perendaman sebagai kontrol. Lama perendaman dibedakan atas 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan. Setelah direndam bambu betung dipotong-potong dengan ukuran (2x2x2) em untuk uji secara laboratorium yang kemudian dimasukkan kedalam botol yang telah diisi dengan 110 ekor rayap tanah, 30 gram pasir dan 6 ml aquades dan (2x2xI5) em untuk uji secara lapangan yang salah satu ujungnya diberi nomor untuk memudahkan dalam pengamatan, kemudian dikubur dalam tanah dengan jarak masing-masing 60 em. Pengambilan data dilakukan berdasarkan jumlah persentase kehilangan berat contoh uji, persentase mortalitas rayap tanah dan derajat proteksi contoh uji terhadap serangan rayap tanah. Rancangan yang digunakan dalam mengolah data adalah Rancangan Acak Lengkap Fakktorial 2x3 untuk persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap tanah dan Uji Kruskal-Wallis untuk derajat Proteksi. Persentase kehilangan berat tertinggi dialami oleh kontrol yaitu 11,78 % disusul oleh rendaman 2 bulan yaitu 5,84 % dan contoh uji dengan perendaman 4 bulan yaitu 4,49 % sedangkan persentase terendah kehilangan berat terendah dialami oleh perendaman 6 bulan yaitu 3,83 %. Jenis perendaman juga juga memperlihatkan perbeda.n persentase kehilangan bera!. Jenis perendaman dalam lumpur menunjukkan persentase kehilangan berat yang lebih tinggi yaitu 4,51% daripada jenis perendaman dalam air tergenang yaitu 4,93 %. Mortalitas rayap terendah dialami oleh dialami oleh kontrol yaitu 29,09 %. Kematian rayap tanah lebih disebabkan oleh perilaku rayap yang beradaptasi terhadap lingkungan tanpa pilihan makanan (no choice) sehingga yang terjadi adalah sifat kanibalistik (rayap sehat memakan rayap yang lemah dalam proses adaptasi). Lama perendaman tidak berpengamh nyata terhadap mortalitas rayap tanah walaupun ada kecenderungan peningkatan mortalitas dengan meningkatnya lama perendaman. Perendaman 2 bulan menghasilkan persentase mortalitas 37,67 %, perendaman 4 bulan 42,16 % dan perendaman 6 bulan 44,89 %. Jenis perendaman berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas rayap tanah. Jenis perendaman dalam lumpur menghasilkan persentase mortalitas yang lebih tinggi yaitu 49,32 % daripadajonis perendaman dalam air tergenang yaitu 40,45 %. Tingkat kerusakan contoh uji menurun dengan adanya perendaman dalam lumpur dan air tergenang. Tingkat kerusakan yang tertinggi dialami oleh kontrol dengan nilai 44,33 kemudian disusul oleh perendaman dalam air tergenang yaitu 34,28 dan kerusakan terkecil dialami oleh perendaman dalam lumpur dengan nilai 20,33. Nilai derajat proteksi tertinggi dialami oleh perendaman 6 bulan yaitu 16,33 kemudian disusul oleh perendaman 4 bulan yaitu 27,75 sedangkan nilai terendah dialami oleh perendaman 2 bulan yaitu 37,83. Jenis dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan contoh uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan ketahanan bambu dengan adanya perendaman dalam lumpur dan air tergenang yaitu terjadi peningkatan kelas ketahanan dari kelas ketahanan rentan menjadi cukup tahan. Derajat proteksi bambu betung meningkat dengan meningkatnya lama perendaman yaitu terjadi kenaikan derajat proteksi dari tingkat 0 menjadi tingkat C pada perendaman 4 bulan dan naik ketingkat B pada perendaman 6 bulan.