Menakar Argumentasi Tilawah Alquran Dengan Langgam Nusantara
Main Author: | Khamidi, Jazim |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
LP3M STAI Madinatul Ilmi
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://journal.staimi-depok.ac.id/index.php/safina/article/view/10 http://journal.staimi-depok.ac.id/index.php/safina/article/view/10/10 |
Daftar Isi:
- Ketika Alquran dibacakan dengan lagu yang merdu dan indah maka itu bisa memberikan pengaruh positif yang sangat kuat terhadap pembaca dan pendengarnya, untuk men-tadabburi pesan-pesan yang hendak disampaikan oleh ayat-ayat Alquran. Bahkan pengaruh tersebut bisa terjadi pada orang yang tidak mengerti makna dan kandungannya, karena kemukjizatan Alquran bersifat hissiyah (inderawi) dan ghair hissiyyah (non-inderawi).Nagham-nagham yang lazim dibawakan dalam melantunkan ayat suci Alquran adalah nada-nada seperti Shaba, Hijaz, Bayati, Jiharkah, Nahawand, Sikah, dan Rast ( maqamat ). Nada-nada tersebut bukanlah bersifat tauqify (taken for granted) dalam arti bahwa nada-nada tersebut tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw karena ketika Alquran diturunkan belum ditemukan alat perekam suara. Lagu-lagu tersebut adalah ijtihad para ulama Qira’at jauh setelah Rasulullah saw wafat. Lagu-lagu tersebut dibawakan untuk mengekpresikan pesan-pesan Alquran lewat lantunan lagu yang teratur dan indah (nagham).Namun bagaimana kalau ayat-ayat Alquran dilantunkan dengan lagu yang bernuansa langgam lokal (Nusantara) seperti langgam Jawa? Populer di masyarakat Jawa beberapa lagu seperti Asmarandana yang menggambarkan tresna (cinta) dan kesengsem (kasmaran), dandhang gulo berwatak luwes, gembira dan indah (biasanya untuk pembuka lagu), Kinanti bersifat senang, gembira dan mituturi (nasehat). Ada juga yang lain seperti Pucung, Megatruh, Pangkurdan lain-lain.Tulisan ini akan mengetengahkan argumentasi-argumentasi tentang boleh tidaknya langgam Nusantara digunakan sebagai lagu dalam melantunkan ayat-ayat Alquran al- Karim.