A Feminism Study on The Antagonistic Superheroine in Fairytale
Main Author: | Agatha Adventina Kanakamuni; Mahasiswa |
---|---|
Format: | PeerReviewed |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sastra-inggris/article/view/44562 |
Daftar Isi:
- ABSTRACT Kanakamuni, Agatha Adventina. 2015. A Feminism Study on The Antagonistic Superheroine in Fairytale. Thesis. English Department. Faculty of Letters. State University of Malang. Advisors: Inayatul Fariha, S.S., M.A and Mochamad Nasrul Chotib, S.S., M. Hum. Keywords: Female antagonist, deconstructing femininity, heroine, gender stereotypes Nowadays, a lot of issues emerge concerning stereotypes in media, most especially gender stereotypes. One media which has gender stereotypes as its issue is fairytale. Those stereotypes weaken women and strengthen men. Women were expected to be passive, weak, dependent and vulnerable. On the other hand, women who have the opposite qualities were considered as bad. For example, an evil step mother and a victimized Cinderella. Those stereotypes create a pattern of how to be a true woman. So, this study raises an issue about women stereotypes in a fairytale and appoints two well-known fairytale to be analyzed which are Cinderella and Rapunzel. This study aims to reveal the representations of the female antagonist in a fairytale and to explore the gender discourse represented through the role of female antagonist in the fairytale. Based on the analysis, there are three significations of female antagonists’ representation in fairytale. Firstly, being female is not merely meant by obeying the roles that have already been constructed in the society. Being feminine is only a matter of understanding. Women do not need to be passive and dependent. In fact, women can prove that they can be more active, independent, and strong like men. Even though they cannot possibly forget their nature which are nurturing and emotional. Secondly, by being active, independent, and strong, women will have a strong position in the society. Women, now, are able to project their own power. They can show their power without being passive. Since then, women have the equal rights as the men have like being a leader and working outside and as the results, female leaders are emerging and accepted by the society nowadays. Lastly, the most important thing is clearly this gives the women option to act. Since the society is becoming more open to the changes, both imageries of women are not wrong and have been validated by the society. Eventually, this becomes an alternative constructing live for women. Overall, the representation of female antagonist in fairytale successfully express feminism. They project the modern women and represent stronger and braver women in the society. ABSTRAK Kanakamuni, Agatha Adventina. 2015. A Feminism Study on The Antagonistic Superheroine in Fairytale Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Universitas Negeri Malang. Pembimbing: Inayatul Fariha, S.S., M.A and Mochamad Nasrul Chotib, S.S., M. Hum. Kata Kunci: peran antagonis perempuan, dekonstruksi feminitas, pahlawan perempuan, stereotip gender Saat ini, banyak masalah yang muncul terkait dengan stereotip di media, terutama stereotip gender. Salah satu media yang memiliki stereotip gender sebagai masalah adalah dongeng. Stereotip-stereotip tersebut melemahkan kaum wanita dan memperkuat kaum pria. Wanita diharapkan untuk menjadi pasif, lemah, tergantung pada pria dan rentan. Di sisi lain, perempuan yang memiliki kualitas yang berlawanan dianggap buruk. Misalnya, ibu tiri yang jahat dan Cinderella yang menjadi korban. Stereotip-stereotip tersebut membuat pola untuk menjadi wanita sejati. Sehingga, penelitian ini mengangkat isu tentang stereotip perempuan dalam dongeng dan menunjuk dua dongeng terkenal yang akan dianalisis yaitu Cinderella dan Rapunzel. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan representasi dari perempuan antagonis dalam dongeng dan untuk mengeksplorasi wacana gender yang tergambar di dalam peran antagonis perempuan di dongeng. Berdasarkan hasil analisis, ada tiga signifikasi representasi antagonis perempuan di dongeng. Pertama, menjadi perempuan tidak hanya berarti dengan mematuhi peran yang telah dibentuk di masyarakat. Menjadi feminin hanya sebuah masalah pemahaman. Perempuan tidak perlu pasif dan tergantung. Bahkan, wanita bisa membuktikan bahwa mereka dapat lebih aktif, mandiri, dan kuat seperti laki-laki. Meskipun mereka tidak mungkin melupakan sifatnya yang memelihara dan emosional. Kedua, dengan menjadi aktif, mandiri, dan kuat, wanita akan memiliki posisi yang kuat di masyarakat. Perempuan, sekarang, dapat memproyeksikan kekuatan mereka sendiri. Mereka dapat menunjukkan kekuatan mereka tanpa bersikap pasif. Sejak itu, perempuan memiliki hak yang sama sebagai laki-laki seperti menjadi pemimpin dan bekerja di luar dan sebagai hasilnya, pemimpin perempuan bermunculan dan dapat diterima oleh masyarakat saat ini. Terakhir, hal yang paling penting adalah hal ini memberikan pilihan bagi perempuan untuk bertindak. Karena masyarakat menjadi lebih terbuka dalam perubahan, kedua citra perempuan tidaklah salah dan telah divalidasi oleh masyarakat. Akhirnya, ini menjadi alternatif untuk membangun hidup bagi perempuan. Secara keseluruhan, representasi perempuan antagonis di dongeng berhasil menyuarakan feminisme. Mereka memproyeksikan wanita modern dan mewakili perempuan yang lebih kuat dan berani di dalam masyarakat.