Studi Tentang Kain Tenun Ikat Ulap Doyo Khas Kutai Kartanegara
Main Author: | MARIYATUL QIBTIYAH; Mahasiswa |
---|---|
Format: | PeerReviewed eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
SKRIPSI Jurusan Tata Busana - Fakultas Teknik UM
, 2015
|
Online Access: |
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/TIBusana/article/view/39622 |
Daftar Isi:
- ABSTRAK Qibtiyah, Mariyatul. 2015. Studi Tentang Kain Tenun Ikat Ulap Doyo Khas Kutai Kartanegara. Skripsi, Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Agus Sunandar, S. Pd., M. Sn, (II) Dra. Nurul Aini, M.Pd. Kata Kunci: Studi, Tenun Ikat, Ulap Doyo, Kutai Kartanegara. Salah satu kebudayaan yang dapat dilestarikan yaitu kain tenun ulap doyo yang berasal dari Kalimantan Timur. Kutai Kartanegara merupakan salah satu daerah di provinsi Kalimantan Timur yang memiliki kain tenun dengan potensi ragam hias dan ornamen yang eksotik yaitu “Tenun Ulap Doyo”. Suku dayak Benuaq merupakan salah satu suku asli Kalimantan yang memiliki warisan budaya berupa kerajinan tenun ikat. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan tentang asal muasal tenun ikat Ulap Doyo, proses pembuatan, serta ragam hias motif dan makna perlambang dari motif kain tenun ikat Ulap Doyo yang menjadi ciri khas Kutai Kartanegara. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Prosedur pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisi data dilakukan dengan tiga tahap yaitu mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data menggunakan perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, serta trianggulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Kerajinan tenun ikat Ulap Doyo telah ada sejak kerajaan Kutai ing Martadipura, kemudian pada tahun 1970-an seorang warga suku Benuaq berusaha membangkitkan lagi semangat para pengrajin tenun agar dapat tenun Ulap Doyo tersebut tidak hilang keberadaannya. Awalnya hanya berupa polosan berwarna putih atau kuning sewarna dengan daun doyo yang kering, saat ini telah berkembang dengan tambahan benang katun. Proses pembuatannya hampir sama dengan tenun ikat tradisional yang ada di Indonesia yang berbeda hanya pengolahan bahannya saja. Ragam hias yang digunakan saat ini sudah tidak lagi memiliki nilai saklar dan sudah tidak lagi digunakan untuk kegiatan sehari-hari, hanya digunakan bila ada penyambutan tamu-tamu dari luar saja. Karakteristiknya berbeda dari tenun lain di Indonesia seperti bahan baku dari serat alami tanaman Doyo (Curcoligo Latifolia Lend) yang hanya tumbuh didaerah pedalaman hutan Kalimantan, motifnya yang berbeda dari tenun ikat lainnya yang ada di Indonesia yaitu terdapat titik-titik hitam atau yang disebut dengan temanik yang dihasilkan karena proses ikatan yang memiliki celah (jarak antar ikatan) pada saat pencelupan, kemudian pada hasil tekstur tenunnya berbeda dengan tenun lainnya karena menggunakan bahan dari serat daun Doyo yang telah kering. Bagi pengusaha, pengrajin, serta dinas terkait dapat terus mengembangkan kerajinan ini dengan mendokumentasikan pengetahuan motif yang selama ini menjadi permasalahan agar memudahkan para wisatawan yang ingin mengetahuinya. Bagi pengusaha maupun pengrajin dapat terus meningkatkan produk sesuai dengan produk inovasi baru yang berkembang saat ini.