APLIKASI LIMBAH CAIR TAPIOKA SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BERUPA BIOGAS
Main Author: | TITO NUR AFANDI dkk |
---|---|
Format: | PeerReviewed eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA UM
, 2009
|
Online Access: |
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/pkm/article/view/2149 |
Daftar Isi:
- RINGKASAN LAPORAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA APLIKASI LIMBAH CAIR TAPIOKA SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BERUPA BIOGAS Bidang Kegiatan PKMP Disusun oleh : TITO NUR AFANDI 904342473344/2004 MAGDALENA PUTRI N. 304342473338/2004 GRIENY NURADI ATMIDA 904342474612/2004 ADZIMATUR MUSLIHASARI 305342481439/2005 UNIVERSITAS NEGERI MALANG MALANG 2008 APLIKASI LIMBAH CAIR TAPIOKA SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BERUPA BIOGAS Tito Nur Afandi, Magdalena Putri Nugrahani, Grienny Nuradi Atmidha, Adzimatnur Muslihasari Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang, Malang ABSTRAK Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini menjadi masalah di Indonesia adalah semakin meningkatnya harga BBM. Di sisi lain, permintaan BBM dalam negeri terus meningkat karena usaha perbaikan ekonomi dan pertambahan penduduk, sehingga perlu diupayakan untuk memanfaatkan energi alternatif, salah satunya adalah biogas. Pesatnya industri tapioka di Indonesia menyebabkan banyaknya limbah cair yang dihasilkan yang apabila hanya dibuang ke sungai sehingga mencemari perairan sungai. Padahal kandungan bahan organik limbah yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan sebagai biogas. Biogas akan mudah terbakar apabila banyak mengandung metana. Metana mudah dihasilkan oleh bahan yang banyak mengandung organik dan bakteri pengurai sehingga terjadi fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh penambahan kotoran ternak sapi ke dalam limbah cair tapioka terhadap biogas yang dihasilkan, beserta efisiensinya. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah rancangan penelitian acak lengkap (RAL) anava tunggal, yaitu penelitian eksperimental dengan menggunakan variabel kontrol yaitu limbah cair tapioka murni, variabel bebasnya adalah jumlah kotoran sapi potong 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%, masing-masing sebanyak 4 ulangan, dan dengan variabel terikat yaitu, penambahan banyaknya gas (kg) dan lama menyala gas (detik). Data dianalisis dengan menggunakan analisis varian tunggal untuk mengetahui pengaruh penambahan kotoran sapi ke dalam limbah cair tapioka terhadappenghasilan biogas dan dilanjutkan dengan uji BNT 5% untuk mengetahui konsentrasi kotoran sapi yang paling efektif pada biogas yang dihasilkan. Berdasarkan data dan analisis data, pemberian kotoran sapi pada limbah cair tapioka dengan konsentrasi berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap biogas yang dihasilkan dari proses fermentasi limbah cair tapioka. Pada perlakuan konsentrasi 5% dan 10% merupakan perlakuan yang paling efisien, yaitu menghasilkan gas sebanyak 1,8 kg dan dapat menyala selama 5 detik. Penambahan kotoran sapi dalam penelitian ini adalah untuk menambah jumlah bakteri pengurai dalam limbah cair tapioka sehingga fermentasi penghasilan biogas dapat berjalan dengan lancar. Kata Kunci: Limbah cair Tapioka, Biogas PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan hasil bumi. Salah satu sumber daya alam yang akhir-akhir ini menjadi masalah adalah produksi bahan bakar minyak di Indonesia yang semakin menurun. Di sisi lain, permintaan bahan bakar minyak dalam negeri terus meningkat karena usaha perbaikan ekonomi dan pertambahan penduduk. Dibalik ancaman serius di atas ada peluang bagi energi-energi alternatif, khususnya energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) untuk dimanfaatkan secara optimal, seperti biogas. Salah satu contoh pemanfaatan hasil bumi adalah pengolahan singkong. Singkong banyak ditanam di berbagai daerah Indonesia karena perawatan yang mudah dan tidak memerlukan banyak air dan pupuk, sehingga produksinya sangat melimpah. Perkembangan industri tapioka yang berbahan baku singkong di Indonesia semakin meningkat, baik industri besar maupun skala rumah tangga. Proses pembuatan tepung tapioka menghasilkan limbah, yaitu limbah padat yang berupa onggok dan limbah cair. Limbah cair seringkali merisaukan masyarakat karena limbah tersebut menghasilkan bau yang tidak sedap dan jumlahnya dapat mencapai 8000 liter untuk satu ton pengolahan singkong. Seringkali limbah cair ini hanya dibuang ke sungai sehingga mencemari perairan sungai. Padahal kandungan bahan organik yang cukup tinggi pada limbah agroindustri seperti industri tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan energi alternatif berupa biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Bahan yang sudah umum digunakan sebagai bahan baku bahan baku biogas adalah kotoran ternak hewan memamah biak seperti sapi. Dapat dipastikan bahwa kotoran hewan memamah biak banyak mengandung senyawa penghasil biogas. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida (Wikipedia, 2006). Biogas akan mudah terbakar apabila banyak mengandung metana. Metana mudah dihasilkan oleh bahan yang mengandung rasio C/N kurang dari 30 dengan syarat bahan baku tersebut mengandung bakteri pengurai sehingga terjadi fermentasi. Semakin rendah rasio C/N, maka akan semakin besar metana yang dihasilkan. Limbah cair tapioka berasal dari industri yang bahan bakunya banyak mengandung karbohidrat, sehingga jumlah rasio C/N dapat diperkirakan jumlahnya lebih dari 30. Keadaan tersebut tidak menghambat limbah cair tapioka untuk menghasilkan biogas karena dalam limbah cair tersebut banyak mengandung bakteri pengurai. Hanya saja gas metana yang dihasilkan jumlahnya sedikit. Limbah cair industri tapioka dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif berupa biogas dengan cara fermentasi apabila ditambahkan dengan kotoran sapi. Pemanfaatan biogas oleh masyarakat masih sangat kurang. Biogas dari limbah cair tapioka sangat berpotensi untuk dikembangkan pada skala rumah tangga. Kecukupan energi pada masyarakat, terutama yang berada di sekitar Industri tapioka dan daerah terpencil (misalnya daerah transmigrasi) dapat diatasi dengan menggunakan biogas dari limbah cair industri tapioka yang murah, ramah lingkungan, mudah diperoleh dan dapat diperbaharui. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian yang berjudul " Aplikasi Limbah Cair Tapioka Sebagai Sumber Energi Alternatif Berupa Biogas". Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pengaruh penambahan kotoran ternak sapi ke dalam limbah cair tapioka terhadap biogas yang dihasilkan? 2. Bagaimana efisiensi biogas yang dihasilkan dari limbah cair tapioka dengan penambahan kotoran ternak sapi? Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi pengaruh penambahan kotoran ternak sapi ke dalam limbah cair tapioka terhadap biogas yang dihasilkan. 2. Mengidentifikasi efisiensi biogas yang dihasilkan dari limbah cair tapioka dengan penambahan kotoran ternak sapi. Manfaat dari penelitian pengembangan biogas limbah cair tapioka ini untuk waktu yang akan datang, antara lain: 1. Memberikan inspirasi serta solusi hemat kepada masyarakat tentang manfaat limbah industri tapioka sebagai bahan alternatif pembuatan biogas pengganti elpiji. 2. Memberikan inspirasi kepada industri tapioka untuk memanfaatkan limbah industri tapioka sebagai bahan alternatif pembuatan biogas pengganti elpiji. 3. Mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah cair industri tapioka serta limbah peternakan sapi perah. METODE PENDEKATAN Penelitian yang akan dilakukan merupakan salah satu jenis penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan percobaan acak lengkap (RAL). Variabel kontrol yang digunakan yaitu limbah cair tapioka murni, variabel bebas yaitu jumlah kotoran sapi potong 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%, masing-masing sebanyak 4 ulangan, dan dengan variabel terikat yaitu, jumlah gas (kg) dan lama menyala gas (detik) yang dihasilkan dari gas tersebut yang dianalisis dengan anava tunggal yang dilanjutkan dengan uji BNT 5%. Waktu pelaksaan program dimulai pada bulan Februari - Mei 2008. Tempat pelaksaan program di Ruang Kandang Hewan Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. Limbah cair tapioka yang digunakan berasal dari industri tapioka di Gunung Kawi, Kepanjen, Kabupaten Malang. Kotoran sapi yang digunakan berasal dari Rumah Pemotongan Hewan Malang. Pada penelitian ini digunakan beberapa instrumen, antara lain: a. Alat: Tong digester, slang penampung gas, termometer, pHmeter, bak besar, timba kecil, timbangan, tali kawat, klep/kran, korek api, kompor gas. b. Bahan: Limbah cair tapioka dan kotoran sapi potong. Untuk melaksanakan penelitian pengembangan biogas limbah cair tapioka, perlu dilakukan beberapa tahapan, yakni pembuatan tong digester, pencampuran limbah cair tapioka dengan kotoran ternak sapi potong, pengukuran rasio C/N, proses menghasilkan biogas, pengujian biogas dengan nyala api hingga analisis data. a. Pembuatan Tong Digester Digester merupakan alat penghasil biogas yang dibuat dari bahan tong besi. Secara lengkap gambar instalasi pembuatan biogas yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1. A G F E D C B Gambar 1 Instalasi Pembuatan Biogas Keterangan A. Digester /tangki pencerna, dengan diameter 30 cm dan tinggi 50 cm B. Lubang masuknya slurry C. Slang sebagai penampung dan penyalur gas, berwarna transparan dengan diameter 0,7cm dan panjang 150 cm D. Air berwarna merah sebagai indikator dihasilkannya gas E. Klep penutup gas F. Kompor gas G. Pipa untuk mengukur suhu dan pH. Setelah perangkat digester siap, maka akan dilanjutkan perlakuan berupa: b. Pencampuran Limbah Cair Tapioka dengan Kotoran Sapi (Perlakuan) 1) Mencampurkan 28,5 kg limbah cair tapioka dengan 1,5 kg kotoran sapi (5%) 2) Mencampurkan 27 kg limbah cair tapioka dengan 3 kg kotoran sapi (10%) 3) Mencampurkan 25,5 kg limbah cair tapioka dengan 4,5 kg kotoran sapi (15%) 4) Mencampurkan 24 kg limbah cair tapioka dengan 6 kg kotoran sapi (20%) 5) Mencampurkan 22,5 kg limbah cair tapioka dengan 7,5 kg kotoran sapi (25%) 6) Mencampurkan 21 kg limbah cair tapioka dengan 9 kg kotoran sapi (30%) c. Pengujian Rasio C/N dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Brawijaya dan PERUM Jasa Tirta Malang. d. Penghasilan Biogas 1) Memasukkan slurry masing-masing perlakuan ke dalam digester dan menutup dengan rapat sampai kedap udara. 2) Memasang slang sebagai penghubung dengan kompor sekaligus sebagai penampung gas pada lubang yang sudah dipasang pada bagian atas tong. 3) Merangkai slang seperti huruf U yang ditempelkan pada dinding dan mengisinya dengan sedikit air berwarna sebagai indikator terbentuknya gas (lihat gambar 1). Apabila air tertekan, maka menunjukkan bahwa terdapat tekanan gas yang dihasilkan selama fermentasi. 4) Menutup ujung slang dengan klep (tali kawat) sehingga gas tidak bisa mengalir ke kompor. 5) Membiarkan sampai 2-3 minggu (hingga indikator penghasil gas tidak bergerak lagi). 6) Membuka klep, menyalakan kompor dan pengujian biogas e. Pengujian Biogas Biogas yang dihasilkan diuji mengetahui jumlah dan lama menyala gas. Jumlah gas diukur dengan cara menimbang pertambahan jumlah penampung gas, sedangkan lama menyala gas adalah dengan membuka klep slang penyalur gas sehingga gas dapat mengalir ke kompor yang selanjutnya menyalakan kompor. f. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui pengukuran jumlah gas (kg) dan lama menyala gas (detik) yang telah dihasilkan. Data hasil pengamatan tersebut dimasukkan ke dalam tabel sebagai berikut. Tabel 1 Model tabel rekaman data jumlah dan lama menyala gas. Perlakuan Ulangan Jumlah Gas (kg) Lama Menyala Gas (menit) 7. Analisis Data Data berupa lama jumlah gas (kg) dan lama menyala gas (detik) yang telah dihasilkan diuji dengan menggunakan Anava Tunggal dan dilanjutkan dengan Uji BNT 5% agar kedua data tersebut dapat dikombinasikan secara efektif dan efisien. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan dan pengukuran jumlah gas dan lama menyala gas dengan jumlah ulangan sebanyak empat kali disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 2 Tabel rekaman data jumlah dan lama menyala gas. Perlakuan Ulangan Jumlah Gas (kg) Lama menyala gas (detik) Kontrol 1 0,7 2 2 0,9 2 3 0,7 2 4 0,9 2 x 0,8 2 5 % 1 2,3 6 2 1,4 4 3 1,8 5 4 1,8 5 x 1,8 5 10 % 1 1,8 5 2 1,8 5 3 1,8 5 4 1,8 5 x 1,8 5 15 % 1 0,9 2 2 0,9 2 3 0,9 2 4 0,9 2 x 0,9 5 20 % 1 0,9 2 2 0,9 2 3 1,4 4 4 1,4 4 x 1,2 3 25 % 1 1,4 4 2 1,4 4 3 1,4 4 4 1,4 4 x 1,4 4 30 % 1 1,8 5 2 1,4 4 3 1,4 4 4 1,7 4 x 1,6 4,25 Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata hasil pengukuran jumlah gas dan lama menyala gas limbah cair tapioka yang diperlakukan dengan beberapa macam konsentrasi kotoran sapi. Pada setiap konsentrasi menunjukkan adanya jumlah gas dan lama menyala gas yang berbeda satu sama lain. Pada konsentrasi 5% dan 10% menunjukkan adanya hasil jumlah gas dan lama menyala gas terbesar yaitu 1,8 kg dan dapat menyala sebanyak 5 detik. Selanjutnya diikuti 15%, 20%, 25% dan 30%. Hasil jumlah gas dan lama menyala gas terkecil adalah 0% (kontrol). Data yang diperoleh dari pengukuran jumlah gas dan lama menyala gas limbah cair tapioka yang diperlakukan dengan beberapa macam konsentrasi kotoran sapi dianalisis dengan menggunakan analisis anava tunggal. Adapun data hasil analisis tersebut disajikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 3 Ringkasan Data Jumlah Gas (kg) Ulangan 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% ∑ 1 0,7 2,3 1,8 0,9 0,9 1,4 1,8 9,8 2 0,9 1,4 1,8 0,9 0,9 1,4 1,4 8,7 3 0,7 1,8 1,8 0,9 1,4 1,4 1,4 9,4 4 0,9 1,8 1,8 0,9 1,4 1,4 1,7 9,9 ∑ 3,2 7,3 7,2 3,6 4,6 5,6 6,3 37,8 x 0,8 1,82 1,8 0,9 1,15 1,4 1,57 HA : Ada pengaruh perlakuan terhadap jumlah gas JK Total = (0,7)2+(2,3)2+(1,8)2+(0,9)2+...+(1,7)2-(37,8)2/28 = 7,82 JK Perlakuan = - = 4,105 JK Galat = 7,82 - 4,105 =3,715 Tabel 4 Ringkasan ANAVA Tunggal dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) SK db JK KT F hit F tab 5% Perlakuan 6 4,105 0,684 3,86 2,57 Galat 21 3,715 0,177 total 27 7,82 F hit (3,86) > F table (2,57) Artinya hipotesis penelitian diterima dengan demikian ada pengaruh yang sangat signifikan pada penambahan kotoran sapi pada limbah tapioka terhadap penambahan jumlah gas yang dihasilkan. Untuk mengetahui adanya konsentrasi penambahan kotoran sapi yang paling efektif dalam penambahan jumlah gas yang dihasilkan dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%. BNT0,05 = t0,05(21) x = 2,080 x = 0,619 Tabel 5 Hasil Uji BNT0,05 dalam menganalisis Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Pada Limbah Cair Tapioka Terhadap Pertambahan Jumlah gas. Perlakuan Rata-rata Notasi 0% 0,8 a 5% 0,9 a 10% 1,15 a 15% 1,4 a 20% 1,57 a b 25% 1,8 b c 30% 1,82 b c Berdasarkan pada hasil uji BNT 5% menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi kotoran sapi berpengaruh yang signifikan terhadap pertambahan jumlah gas yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan adanya notasi yang berbeda. Pada perlakuan konsentrasi 5% dan 10% mempunyai potensi sama dan lebih baik, berbeda tidak nyata dengan perlakuan 30% tetapi berbeda nyata lebih baik dengan 0%, 15%, 20%, 25%. Perlakuan 30% berbeda tidak nyata lebih baik dibandingkan dengan 0%,15%, 20%, 25%. Perlakuan 0%,15%, 20%, 25% mempunyai potensi yang sama. Tabel 6 Ringkasan Data Lama Menyala Gas (detik) Ulangan 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% ∑ 1 2 6 5 2 2 4 5 26 2 2 4 5 2 2 4 4 23 3 2 5 5 2 4 4 4 26 4 2 5 5 2 4 4 4 26 ∑ 8 20 20 8 12 16 17 101 x 2 5 5 2 3 4 4,25 HA : Ada pengaruh perlakuan terhadap lama menyala gas JK Total = (2)2+(6)2+(5)2+...+(4)2-(101)2/28 = 46,68 JK Perlakuan = - = 39,93 JK galat = 46,68 - 39,93 = 6,75 Tabel 7. Ringkasan ANAVA Tunggal dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) SK db JK KT F hit F tab 5% Perlakuan 6 39,93 6,655 20,73 2,57 Galat 21 6,75 0,321 total 27 46,68 F hit (20,73) > F table (2,57) Artinya hipotesis penelitian diterima dengan demikian ada pengaruh yang sangat signifikan pada penambahan kotoran sapi pada limbah tapioka terhadap penambahan lama menyala gas yang dihasilkan. Untuk mengetahui adanya konsentrasi penambahan kotoran sapi yang paling efisien dalam penambahan lama menyala gas yang dihasilkan dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%. BNT0,05 = t0,05(21) x = 2,080 x = 0,8333 Tabel 8 Hasil Uji BNT0,05 dalam menganalisis Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Pada Limbah Cair Tapioka Terhadap Lama Menyala Gas. Perlakuan Rata-rata Notasi 0% 2 a 5% 2 a 10% 3 b 15% 4 c 20% 4,25 c 25% 5 c d 30% 5 c d Berdasarkan pada hasil uji BNT 5% menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi kotoran sapi berpengaruh yang signifikan terhadap pertambahan lama menyala gas yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan notasi yang berbeda. Pada perlakuan konsentrasi 5% dan 10 % mempunyai potensi sama dan lebih baik, berbeda tidak nyata dengan 25% dan 30% tetapi berbeda nyata dengan 0%, 5%, 20%. 25% dan 30% berpotensi sama dan lebih baik, berbeda nyata dengan 0%, 5%, 20%. 20% lebih baik, berbeda nyata dengan 0% dan 5%. Perlakuan 0% dan 5% mempunyai potensi sama. Berdasarkan data dan hasil analisis data di atas pemberian kotoran sapi pada limbah cair tapioka dengan konsentrasi berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap biogas yang dihasilkan dari proses fermentasi limbah cair tapioka. Pada perlakuan konsentrasi 5% dan 10% membutuhkan proses fermentasi selama 11 hari dan menghasilkan gas sebanyak 1,8 kg. Pencampuran kotoran sapi ke dalam limbah cair tapioka dengan konsentrasi 5% dan 10% merupakan campuran yang lebih baik daripada konsentrasi 15%, 20%, 25%, dan 30%. Pada perlakuan tersebut menghasilkan gas yang lebih banyak dan waktu menyala api yang lebih lama karena tingkat kepekatan antara limbah cair tapioka dan pemberian kotoran sapi tepat, artinya campuran yang sesuai bagi mikroorganisme untuk melakukan fermentasi sehingga dihasilkan biogas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Manglayang (2007) yang menyatakan bahwa pencampuran kotoran sapi dan air pada pembuatan biogas dari kotoran sapi berpengaruh terhadap penghasilan biogas. Campuran yang terlalu encer dan terlalu kental dapat mengganggu kerja mikroorganisme. Campuran yang baik antara kotoran sapi dan air adalah 7%-9% bahan padat. Pada perlakuan penambahan kotoran sapi dengan konsentrasi 15%, 20%, 25%, dan 30% menghasilkan gas 0,9 kg, 1,2 kg, 1,4 kg, dan 1,6 kg. Perlakuan tersebut menghasilkan gas yang lebih sedikit daripada perlakuan penambahan kotoran sapi dengan konsentrasi 5% dan 10%. Hal ini dikarenakan komposisi campuran antara kotoran sapi dan limbah cair tapioka kurang tepat. Walaupun jumlah gas yang dihasilkan pada perlakuan 5% dan 10% sama, namun untuk mencari keefektifitasannya, maka yang paling efektif adalah perlakuan konsentrasi terkecil yaitu 5%. Pada perlakuan ini hanya membutuhkan sedikit penambahan kotoran sapi dalam menghasilkan biogas. Pengadukan juga perlu dilakukan selama proses fermentasi untuk menghasilkan biogas. Menurut Manglayang (2007), perlu dilakukan pengadukan agar campuran bahan organik dan air dapat tercampur dengan homogen. Afa (2007) juga menyatakan bahwa perlu dilakukan pengadukan pada digester. Pengadukan tersebut bertujuan untuk mencegah lapisan kerak karena lapisan kerak dapat mencegah gas yang akan keluar dari digester. Lapisan kerak tersebut juga dapat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme yang erat hubungannya dengan produksi biogas. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang homogen dalam digester serta dapat meningkatkan produksi gas sebesar 10% - 15% dibandingkan dengan yang tidak diaduk. Karena keterbatasan peralatan, peneliti tidak dapat melakukan pengadukan pada digester selama proses fermentasi. Hal tersebut mempengaruhi produksi gas pada semua perlakuan yang telah dilakukan. Pada konsentrasi penambahan kotoran sapi 5% dan 10% terdapat lapisan keraknya sedikit sehingga gas dapat keluar dari digester dan perkembangan mikroorganisme tidak terlalu terhambat. Pada konsentrasi penambahan kotoran sapi 15%, 20%, 25%, dan 30% menghasilkan gas yang lebih sedikit juga dikarenakan terdapat lapisan kerak yang tebal. Lapisan kerak yang tebal di permukaan atas slurry pada konsentrasi 15% hingga 30% menghambat keluarnya gas dari digester dan menghambat perkembangan mikroorganisme dalam penghasilan gas. Pada perlakuan limbah cair tapioka tanpa penambahan limbah kotoran sapi menghasilkan jumlah gas paling sedikit dan lama menyala api yang singkat. Hal ini membuktikan bahwa di dalam limbah tapioka hanya terdapat sedikit bakteri yang berperan dalam proses fermentasi. Selain itu, limbah cair tapioka tanpa ditambah kotoran sapi mempunyai kandungan organik lebih sedikit daripada limbah cair tapioka yang ditambah kotoran sapi. Pada limbah cair tapioka yang ditambah kotoran sapi mendapat tambahan bahan organik. Kandungan bahan organik yang terdapat dalam limbah cair tapioka diperkirakan 25,37 gr karbohidrat, 0,19 gr lemak, 1,2 gr serat, dan 0,91 gr protein dari 100 gr bahan mentah(Amri, 1998). Sedangkan bahan organik yang terdapat pada kotoran sapi yaitu 22,59% sellulosa, 18,32% hemi-sellulosa, 10,20% lignin, 34,72% total karbon organik, 1,26% total nitrogen, 0,73% P, dan 0,68% K (Lingaiah dan Rajasekaran dalam Nurtjahya dkk, 2003). Semakin banyak kandungan bahan organik yang terdapat dalam slurry maka mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta semakin banyak bahan organik yang dapat diubah menjadi metana. Kandungan bakteri dalam limbah cair tapioka sangat sedikit. Pada penelitian ini tidak dilakukan penambahan bakteri indigenous yang dikultur, namun dilakukan penambahan kotoran sapi pada limbah cair tapioka dengan tujuan untuk menambah jumlah bakteri dalam limbah cair tapioka sehingga proses fermentasi berjalan lancar dan efektif. Kotoran sapi banyak mengandung bakteri fermentatif yang dapat menguraikan bahan-bahan organik. Selain itu, peneliti belum dapat mengukur jumlah bakteri yang ada pada limbah tapioka dan kotoran sapi. Selama proses fermentasi anaerob limbah cair tapioka sampai menghasilkan biogas dibutuhkan lima bakteri kelompok fisiologi yang semuanya terlibat pada seluruh proses fermentasi. Menurut Brock (1991), untuk mengubah polisakarida menjadi metan melibatkan lima bakteri utama kelompok fisiologi pada seluruh proses. Bakteri-bakteri tersebut, yaitu bakteri selulolitik atau bakteri hidrolitik, bakteri fermentatif, bakteri asam asetat (acetogen), bakteri yang menghasilkan H2 dan mengoksidasi asam lemak, dan bakteri metanogenik (metanogen). Bakteri pembentuk asam antara lain: Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan Alcaligenes yang mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak. Selanjutnya asam-asam lemak didegradasi menjadi biogas yang sebagian besar adalah gas metana oleh bakteri metana antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina, dan Methanococcus (Radar Tarakan online, 2008). Bakteri yang pertama kali bekerja dalam proses pengubahan polimer yang komplek seperti karbohidrat adalah bakteri selolulitik atau bakteri hidrolitik lainnya. Menurut Brock (1991), bakteri selulolitik memecah atau memotong molekul selulosa yang merupakan molekul dengan berat yang tinggi menjadi selulobiose (glukosa-glukosa) dan menjadi glukosa bebas (free glucose). Glukosa kemudian difermentasi secara anaerob menghasilkan bermacam-macam produk fermentasi seperti asetat, propionat, butirat, H2 dan CO2. H2 hasil dari fermentasi primer dengan segera dipakai oleh bakteri metanogenik (metanogen) yang merupakan bakteri terakhir yang digunakan dalam proses fermentasi anaerob. Selain itu, asetat juga dibutuhkan untuk pengubahan menjadi metana dalam proses fermentasi anaerob oleh beberapa bakteri metanogenik. Bakteri metanogenik dapat hidup dengan baik jika pH lingkungannya 6,5-7,7, sehingga dalam penelitian ini untuk mencegah terjadinya penurunan pH dapat dilakukan dengan menambahkan larutan kapur (Ca(OH)2) seperti penjulasan Simamora dkk, 2006. Karbohidrat Hidrolisis secara kimia Bakteri fermentasi Asam organik, alkohol H2, CO2 Asam asetat Bakteri Metan Metanogenik Gambar 2. Proses Pembentukan Metana sebagai Bahan Bakar yang Berasal dari Karbohidrat (Atlas dan Bartha, 1998). Keterangan: Proses pengubahan formasi menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat Proses fermentasi oleh bakteri fermentasi Proses pembentukan metana oleh bakteri metanogenik Pada limbah cair tapioka juga terdapat bahan organik lain seperti protein dan lemak. Protein dan lemak juga dapat mengalami proses fermentasi anaerob yang menghasilkan metana. Meskipun kandungan protein dan lemak lebih sedikit daripada karbohidrat, tetapi metana yang dihasilkan dari fermentasi protein dan lemak dapat menambah jumlah metana yang digunakan untuk biogas. Berikut ini proses fermentasi yang menghasilkan metana yang berasal dari bahan polimer berupa protein dan lemak. Hidrolisis secara kimia Bakteri fermentasi