Daftar Isi:
  • Penelitian ini menganalisis tentang praktik sosial pekerja anak jalanan Dusun Duluran dengan menggunakan metode etnografi dan teori praktik sosial Pierre Bourdieu. Disposisi praktik sosial pekerja anak jalanan terbentuk dan dipengaruhi oleh pengalaman generasi sebelumnya dan lingkungan pekerja anak jalanan. Kampung Baru, Dusun Duluran hingga saat ini dikenal dengan sebutan kampung GePeng (gelandangan dan pengemis), terdapat praktik seperti merongsok, menggelandang, mengamen, mengemis, dan lain-lain. Hal ini dilatarbelakangi kawasan Dusun Duluran yang dimanfaatkan sebagai lokasi penampungan para pengungsi. Penggambaran kondisi sosial mereka masuk pada klasifikasi kelas bawah dalam strata sosial masyarakat, praktik-praktik yang mereka lakukan belum mencerminkan adanya kesejahteraan sosial. Pengamatan langsung terhadap praktik pekerja anak jalanan membuahkan beberapa poin penting, seperti: Mabuk-mabukan, pertentangan, perkelahian; Kesetiakawanan; Kegiatan Boro; Premanisme dan Kekerasan. Kebiasaan-kebiasaan seperti demikian akhirnya memengaruhi generasi baru untuk mengafirmasi informasi yang diterima. Modal cultural sangat mencolok diantara modal lainnya karena keterampilan-keterampilan pekerja anak jalanan dan digunakan sebagai “modal kehormatan” atau power untuk mengontrol ranah sosial mereka. Hal-hal demikian menciptakan suatu reproduksi sosial dari pekerja anak jalanan, penerimaan doxa menghantarkan pemikiran mereka untuk mengembangkan beberapa aspek, antara lain: 1. Pekerjaan, lambat laun mereka ingin melakukan pekerjaan yang dianggap oleh negara; membuka usaha kecil-kecilan demi terhindar dari praktik mengemis dan mengamen; 2. Relasi sosial memperbanyak relasi dengan supir, pekerja kantoran, pengusaha; 3. Minat dan bakat, membuat grup musik yang profesional.