Daftar Isi:
  • Harta pailit merupakan kekayaan debitor pailit karena tidak bisa membayar uangnya kepada para kreditornya, sehingga menjadikan kewajiban bagi kurator untuk melakukan eksekusi terhadap harta pailit tersebut, pemberesan yang melalui kantor lelang akan menimbulkan bea lelang untuk segera dibayarkan, akan tetapi mahkamah konstiusi telah memberikan putusan dengan nomor 67/PUU-XI/2013 yang memberikan kaidah hukum baru, dimana upah buruh untuk segera di bayarkan dari tagihan-tagihan diantaranya yakni tagihan pajak, kantor lelang dan lainya, sehingga penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul “Preferensi Bea Lelang Dari Kantor Lelang Dibanding Upah Buruh Terhadap Harta Pailit Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/Puu-Xi/2013” dengan dua pokok permaalahan yakni: kedudukan tagihan bea lelang yang timbul dari biaya pelelangan harta pailit. Dan Preferensi tagihan bea lelang terhadap hak-hak buruh dalam pembagian harta pailit pasca putusan mahkamah konstitusi nomor 67/PUU-XI/2013. Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis-normatif yang menjadikan konsep atau asas hukum sebagai objeknya yang dikaitkan dengan norma-norma serta kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga sumber datanya berupa bahan hukum yang terbagi menjadi bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, dan bahan hukum sekunder yang berkaitan dan meunjang bahan hukum primer. Pendekatan permasalahan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga, antara lain; Pedekatan perundang-undangan, Pendekatan kasus, dan Study kasus. Tesis ini bertujuan untuk menjawab preferensi bea lelang dari kantor lelang dibanding upah buruh pasca putusan mahkamah konstitusi nomor 67/PUU-XI/2013. Dalam tesis ini ditemukan bahwa bea lelang memiliki kedudukan untuk dibayarkan terlebih dahulu karena ada fungsi subgetair, sedangkan dengan upah buruh memiliki kedudukan diatas kreditor separatis.