Perampasan Aset Terkait Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Berasal Dari Tindak Pidana Korupsi
Daftar Isi:
- Praktik pencucian uang di Indonesia, tidak menampakkan kegiatan yang jelas atau transparan sebagaimana halnya kejahatan biasa (ordinary crime), seperti pencurian, pembunuhan, atau pemerkosaan. Akan tetapi, gejala peningkatan pencucian uang dapat dirasakan oleh pihak Bank Indonesia (BI) atau suatu bank dengan masuknya uang dalam jumlah besar tanpa diketahui siapa pemilik yang sesungguhnya. Tindak pidana pencucian uang atau dikenal dengan istilah Money Laundering sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Ini ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate offense atau core crime atau dirumuskan oleh suatu negara sebagai unlawfull actifity, yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang yang dikemudian dilakukan proses pencucian. Dalam perkembangannya korupsi mempunyai kaitan dengan kejahatan-kejahatan lain yang terorganisasi, khususnya dalam upaya koruptor menyembunyikan hasil korupsinya melalui pencucian uang dengan menggunakan transfer- transfer internasional yang efektif. Tidak sedikit aset publik yang dikorupsi, dilarikan dan disimpan pada sentra-sentra finansial dinegara-negara maju yang terlindungi oleh system hukum yang berlaku di negara tersebut dan oleh jasa para profesional yang disewa oleh koruptor, sehingga tidak mudah untuk melacak apalagi untuk memperoleh kembali aset tersebut. Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU Tipikor aset yang dirampas tersebut pihak ketiga dapat melakukan pembuktian bahwa kepentingan atau hak tersebut benar adanya dan tidak merupakan bagian dari suatu tindak pidana korupsi atau kepunyaan terpidana. Jaksa sebagai Pengacara Negara dalam menangani pengembalian aset korupsi, dapat dilihat bahwa tindakan perampasan yang dilakukan berdasarkan putusan peradilan pidana, ada beberapa kendala diantaranya: pelaku melarikan diri, meninggal dunia, mempunyai imunitas, mempunyai jebatan atau kekuasaan dan pelaku tidak diketahui domisilinya, asset berada di pihak ketiga, dan tidak adanya bukti yang cukup. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif dengan menggunakan bentuk pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian ini bahwa perampasan merupakan jenis hukuman maka tindakan perampasan selalu berhubungan dengan putusan hakim untuk dilaksanakan oleh jaksa selaku eksekutor dan seorang Hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan sebelum nyata baginya bahwa peristiwa / fakta tersebut benar-benar terjadi yakni dibuktikan kebenarannya terlebih dahulu sehingga nampak adanya hubungan hukum antara para pihak.