Daftar Isi:
  • a. Sistem outsourcing tenaga kerja di Indonesia sebelum diatur dalam UU Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, sebenarnya sudah ada dalam pasal 1601 b BW yang mengatur tentang pemborongan pekerjaan. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 pengaturan mengenai outsourcing disebutkan secara tegas. Bidang-bidang yang dapat di-outsource oleh suatu perusahaan adalah bagian-bagian yang tidak berkaitan dengan bisnis inti (core bussines). Seiring dengan perkembangan jaman, banyak sekali pihak terutama pekerja dan serikat pekerja menolak sistem kontrak ini dikarenakan banyak sekali terjadi penyimpangan, antara lain: upah pekerja kontrak di bawah ketentuan UMR, pekerja kontrak tidak diikutsertakan dalam program Jamsostek, para pekerja tidak mendapat THR, dll. Penyimpangan-penyimpangan tersebut sebenarnya sudah ada sanksi hukumnya. Namun, ketentuan atau aturan-aturan yang ada terkesan diabaikan dikarenakan lemahnya pengawasan dari pemerintah dalam hal ini. h. Hubungan hukum perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna outsourcing diikat dengan menggunakan Perjanjian Kerjasama. Karyawan outsourcing menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing sebagai dasar hubungan ketenagakerjaannya. Dari hubungan kerja ini timbul suatu permasalahan hukum, karyawan outsourcing dalam penempatannya pada perusahaan pengguna outsourcing harus tunduk Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku dengan pada perusahaan pengguna outsourcing tersebut, sementara tidak ada hubungan kerja antara keduanya. Hal yang mendasari mengapa karyawan harus tunduk pada peraturan perusahaan pemberi kerja, antara lain : karyawan tersebut bekerja di tempat pemberi kerja, Standand Operational Procedur (SOP) perusahaan pemberi kerja harus dilaksanakan oleh karyawan, Memorandum of Understanding (MoU) antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pemberi kerja dalam hal yang menyangkut norma-norma kerja, waktu kerja, dan aturan kerja sehingga para kerja harus tunduk pada materi MoU tersebut. Dalam hal terjadi pelanggaran kerja, tidak ada kewenangan dari perusahaan pengguna jasa pekerja untuk melakukan penyelesaian sengketa karena antara perusahaan pengguna jasa pekerja dengan karyawan outsource secara hukum tidak mempunyai hubungan kerja, sehingga yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa pekerja, walaupun peraturan yang dilanggar adalah peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja.