STREETWEAR FASHION DAN YOUTH CULTURE: ARTIKULASI IDENTITAS SUBKULTUR REMAJA URBAN DI KOTA SURABAYA
Daftar Isi:
- Fashion merupakan salah satu bentuk komunikasi, karena fashion menyampaikan pesan artifaktual yang bersifat nonverbal. Fashion sebagai salah satu bentuk komunikasi untuk mengomunikasikan identitas diri baik individual maupun kelompok. Hal ini sesuai dengan fenomena streetwear fashion yang menjadikan fashion sebagai sebuah gaya hidup dan sebagai identitas individu maupun kelompoknya. Streetwear fashion, berkembang menjadi sebuah budaya yang digemari oleh remaja urban yang terindikasi sebagai hypebeast di kota Surabaya. Penelitian ini berfokus pada, representasi, artikulasi, dan orientasi para hypebeast remaja urban dalam mengartikulasikan identitas subkulturnya. Penelitian ini menggunakan paradigma critical constructivism. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif berangkat dari perpsektif cultural studies, dengan analisis teoritik sirkuit kebudayaan (circuit of culture) yang dikembangkan Stuart Hall. Hasil dari penelitian ini para hypebeast remaja urban di kota Surabaya memahami dan menjadikan streetwear fashion sebagai gaya hidup dan identitas budaya mereka dan kelompoknya melalui proses, konsumsi, dan representasi yang mereka lakukan. Kedua, formasi identitas subkultur yang di artikulasikan oleh para hypebeast remaja urban ini adalah identitas yang berbeda pada subkultur pada umumnya, yaitu subkultur yang telah terfragmentasi, temuan ini dinilai dari perilaku dan proses konsumsi yang mereka lakukan. Yang ketiga, komunitas ini mempunyai berbagai orientasi yang menjadi tujuan utama suatu kelompok, para hypebeast remaja urban dan komunitas streetwear ini adalah sebagai prosumer. Mereka aktif sebagai produser yang menciptakan teks-teks budaya. Mereka aktif dan kreatif berpartisipasi menjadi bagian, dari subkultur. Temuan ini, dilihat dari bagaiman proses produksi, regulasi dan konsumsi yang dilakukan oleh remaja urban dan komunitasnya. Di sisi lain, meskipun berangkat dari perspektif cultural studies, hasil yang diperoleh peneliti sedikit bertolak belakang dari pemikiran peneliti cultural studies, yang mempercayai bahwa subkultur yang dikembangkan oleh remaja merupakan subkultur perlawanan. Para hypebeast remaja urban yang di kota Surabaya ini tidak dapat menentukan komoditas budaya. Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa resitensi yang mereka lakukan bersifat semu. Karena mereka terperangkap dan mengembangkan produk dalam budaya popular dan kekuatan industri budaya yang mereka berpartisipasi dalam mengembangkanya.