TEKNIK KULTUR Chlorella vulgaris DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BBPBAP) JEPARA JAWA TENGAH
Daftar Isi:
- Chlorella vulgaris merupakan mikroalga hijau (Chlorophyceae) dengan sel tunggal berbentuk bulat dan hidup soliter. Chlorella vulgaris memiliki nilai gizi yang tinggi sehinggga dapat dimanfaatkan sebgai pakan ikan, suplemen, obat-obatan hingga bahan biofuel dan bioremediator. Chlorella vulgaris dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis dan berbagai manfaat dalam berbagai bidang. Tujuan Praktek Kerja Lapang ini untuk mengetahui teknik kultur Chlorella vulgaris pada skala laboratorium, semi massal maupun skala massal serta kendala yang biasa terjadi pada saat proses kultur. Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara Jawa Tengah pada tanggal 18 Desember 2017 – 18 Januari 2018. Metode kerja yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pengumpulan data primer serta sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, partisipasi aktif serta studi literatur. Kegiatan kultur Chlorella vulgaris dimulai dari persiapan alat dan bahan, sterilisasi alat dan bahan, persiapan media kultur, pemupukan, penebaran inokulan (stok bibit), pemeliharaan, dan pemanenan. Kultur skala laboratorium menggunakan erlenmeyer dengan volume kultur 2 liter dengan puncak kepadatan yaitu 19.240.000 sel/ml. Kultur skala semi massal menggunakan bak kontainer engan volume kultur 50 liter dengan kepadatan tertinggi yaitu 16.590.000 sel/ml, Sedangkan kultur skala massal pada bak beton dengan volume kultur 6000 liter dengan kepadatan tertinggi yaitu 6.734.000 sel/ml. Kendala pada skala laboratorium yaitu adanya kontaminan pada media, Hambatan pada skala semi massal adalah adanya kontaminan dan kurangnya pencahayaan, sedangkan hambatan pada skala massal adalah kondisi kultur pada ruangan terbuka sehingga mudah terkontaminasi dan terjadinya perubahan cuaca yang tidak stabil sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan sel Chlorella vulgaris selama proses pemeliharaan. Sehingga dalam kegiatan kultur harus menerapkan prinsip aseptis untuk menghindari dan meminimalisir adanya kontaminasi pada media.