Daftar Isi:
  • Perempuan dalam budaya patriarki merupakan sosok yang berada pada posisi nomor dua atau second level di lingkungannya. Janda Batak dalam lingkungan keluarga Batak mendapatkan perilaku yang tersub-ordinasi tidak hanya dari kaum pria namun perlakuan tersebut juga mereka dapatkan dari kaum perempuan penganut budaya patriarki tersebut. Dominasi patriarki menjadi sebuah permasalahan tersendiri bagi janda Batak. Dominasi patriarki menciptakan resistensi bagi janda Batak untuk tetap mempertahankan diri dan eksistensi diri dalam kehidupannya. Penelitian RESISTENSI JANDA BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRIARKI BUDAYA BATAK DI SURABAYA menggunakan perspektif gender dalam mengkaji permasalahan yang ada. Metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis mendasari proses analisis penulisan tesis ini. Sudut pandang patriarki Sylvia Walby dalam hal patriarki dan Michel Foucault dalam hal relasi kekuasaan menjadi sebuah acuan dalam menganalisis fokus penelitian yang ada berkaitan dengan bentuk dominasi patriarki dan resistensi terhadap dominasi patriarki tersebut. Distribusi kekuasaan yang berbeda antara kaum perempuan dengan laki – laki memiliki garis yang sangat tegas terlihat. Seorang janda Batak secara realitas (de facto) dalam lingkungan keluarga tentunya tidak memiliki sebuah status dan peran yang sama persis ketika posisinya masih memiliki pasangan hidup (de jure). Falsafah Batak berbunyi “maponggol uluna” (patah kepalanya) merupakan salah satu cerminan nilai dominasi laki – laki. Nilai boru ni raja, parumaen na burju merupakan salah satu bagian dari dominasi patriarki yang menuntut keberadaan perempuan menjadi sosok yang sempurna. Hal – hal ini pula yang menciptakan sebuah resistensi janda Batak untuk tetap mempertahankan eksistensinya melalui usaha peningkatan kesejahteraan ekonomi, pembatasan eksistensi diri pada ranah keluarga atau adat bahkan memposisikan diri untuk diam dan tidak terlibat dalam keputusan – keputusan keluarga.