STATUS KETENTUAN DALAM PERATURAN PERUSAHAAN ATAU PERJANJIAN KERJA BERSAMA YANG MENCANTUMKAN LARANGAN PERNIKAHAN SATU KANTOR YANG SUDAH ADA SEBELUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 13/PUU-XV/2017
Main Author: | Tyananda Agathalia Kumara, 031511133029 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unair.ac.id/79801/1/FH.%2069-19%20Kum%20s%20Abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/79801/2/FH.%2069-19%20Kum%20s.pdf http://repository.unair.ac.id/79801/ http://lib.unair.ac.id |
Daftar Isi:
- Hubungan yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja/buruh tidak menutup kemungkinan timbul sebuah perselisihan yang salah satunya dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan oleh pengusaha maupun oleh pekerja, tetapi PHK lebih sering terjadi dari pihak pengusaha. Dalam melakukan pemutusan hubungan kerja pengusaha memiliki larangan-larangan yang diatur pada Pasal 153 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan telah menjelaskan bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Isi dari pasal 153 (1) huruf f UU Ketenagakerjaan dianggap lebih berpihak kepada pihak pengusaha dan pekerja/buruh merasa telah dirugikan dengan adanya ketentuan tersebut. Pada tanggal 14 Desember 2017 Mahkamah Konstitusi mengabulkan adanya permohonan uji materi Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan dengan mengeluarkan putusan dengan nomor perkara 13/PUUXV/ 2017. Dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi.